43. VIRULEN

137 19 12
                                    

[43. Pertemuan terakhir]


"Puas?!" gadis itu berteriak tepat di depan wajah Ray seraya mencengkeram jeruji besi secara kuat. Mungkin setelah ini Elin akan mendekam di sini untuk selamanya, penjara adalah rumah baru untuknya. "Puas lo membuat hidup gue menderita!"

Elin menarik kerah baju Ray dan mencengkeramnya kuat. "Kenapa lo lakuin ini?!"

"Lo jahat banget Ray. Kenapa lo datang ke sini ? Harusnya lo pergi sejauh mungkin!"

"Gue muak liat wajah lo!"

"Gue benci sama lo. Setiap gue berusaha ngelindungi lo kenapa harus lo yang ngelukai gue,"

"Lo membuat hidup gue menderita!" tubuh Elin merosot ia duduk di lantai dengan pandangan menunduk dalam tak kuasa menahan tangisan yang tak bisa di bendung lagi.

Ray berdecih. "Lo menderita karena kesalahan diri lo sendiri. Jangan pernah merasa diri lo paling terluka!"

"Apa lo gak akan terluka? Di saat detik-detik terakhir ibu gue lo menjauhkan dia dari hadapan gue bahkan sampai ajal menjemputnya. Apa lo gak akan terluka saat lo berada di posisi gue?!" Elin semakin terisak hebat. Kenapa Ray tidak mengerti tentang perasannya saat ini?

"Jelas gue terluka bahkan gue jauh lebih terluka ketika kedua orang tua gue mati bersamaan di hadapan gue. Penderitaan lo gak sebanding dengan yang gue alami,"

Elin paling benci ketika ia bercerita meluapkan segalanya kemudian ada seseorang yang membandingkan tentang hidupnya.

"Bahkan gue telah kehilangan segalanya itu semua karena lo!" Ray semakin menatap Elin dengan sorotan penuh kebencian.

Ray mengangkat jari telunjuk nya sebagai peringatan untuk Elin. "Lo bunuh Aza itu sama halnya dengan lo yang membunuh diri gue!" ujarnya penuh penekanan.

"Gak cuma lo. Tapi gue juga kehilangan segalanya gue lakuin itu semua demi kebaikan lo!"

Ray memutar bola matanya rasanya mustahil untuk mempercayai perkataan Elin yang katanya kebaikan untuknya. "Kebaikan?" beo cowok itu. "Yang ada lo kasih gue kesengsaraan!"

Elin menundukkan kepalanya dalam, ia terisak pilu. "Ya gue hanya membawa kesengsaraan untuk semua orang. Sampai-sampai ibu gue ikut tewas begitu tragis di tangan Aza,"

Ray menarik lengan Elin agar gadis itu mendekat ke arahnya, pandangan mereka bertemu keduanya saling menatap satu sama lain dengan tatapan penuh kebencian dan sorotan penuh luka. Ia mencengkeram kuat lengan Elin sebagai pelampiasan, lagi dan lagi Elin terus menyalahkan Aza atas kesalahan yang mustahil Aza lakukan.

"Ibuku memang mati di tangan Aza. Dia yang membunuhnya," sebelum Ray berkata Elin terlebih dahulu angkat bicara seolah-olah gadis itu mengerti apa yang ingin di katakan Ray. Manik sayu Elin menatap Ray penuh dengan kemarahan yang membabi-buta.

"Ibu lo mati karena keracunan kalau lo lupa," mana mungkin Ray percaya akan ucapan bohong Elin belum ada sejarahnya orang mati membunuh orang sampai mati. Lucu sekali!

"Ya. Lo gak akan pernah percaya." Elin mengusap air matanya, ia yakin bahwa yang Ray pikirkan bahwa air matanya itu adalah sandiwara. "Cepat pergi dari sini. Sebelum lo jauh lebih terluka gara-gara gue,"

"Gue akan pergi sejauh mungkin dan berharap bahwa gue tidak akan pernah menemui lo kembali. Ini akan menjadi akhir pertemuan kita," Ray menarik napasnya bersamaan dengan kedua mata yang terpejam, menatap Elin seperti melukai dirinya.  Ray merasakan sakit yang tidak ingin ia rasakan, dan ia berharap bahwa rasa simpati dirinya akan menghilang seutuhnya untuk Elin.

"Setelah itu kita akan menjadi orang asing." Lanjut Elin.

"Itu jauh lebih baik, karena jika kita bersama kita akan sama-sama terluka. Sebab lo adalah orang pertama yang menghancurkan gue!"

VIRULEN (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang