[55. Hari Minggu dengan Alanka]
Ray melangkah secara sembunyi-sembunyi takut kalau ada seseorang yang menyadari bahwa ia kabur dari rumah sakit. Cowok itu menaiki sebuah taksi entah ingin pergi kemana tidak ada tujuan tapi seenggaknya ia tidak harus berada di rumah sakit mulu yang membosankan. Cowok itu ingin mencari suasana sejuk malam ini.
Ia menatap jendela mobil yang terpenuhi oleh air bekas hujan barusan, nuansa gelap gulita dan cahaya lampu beserta suara klakson kendaraan menjadi ciri khas suasana perkotaan.
"Pak berhenti!" ucap Ray pada sopir. Sopir pun langsung menghentikan laju mobilnya, di balik jendela ia melihat dua orang yang sedang berdiri di depan rumah dengan posisi yang mengundang banyak pertanyaan.
"Itu Zelin? Ngapain dia bersama Alanka?"
Ray segera membayar taksi kemudian cowok itu keluar dari mobil, ia mengintip dari semak-semak apa yang di lakukan mereka berdua, entah kenapa ada sesuatu yang membakar dirinya sampai atmosfer di sekitar mendadak panas padahal cuaca dingin karena habis hujan.
Ray mencengkram rerumputan yang ada di sana kala melihat Alanka yang membelai pucuk kepala gadis itu secara lembut. Entah mendapat dorongan dari mana cowok itu menghampiri Alanka lalu menonjok rahang wajahnya secara kuat. Elin memekik terkejut.
"Ray?" beo Elin tercengang melihat kemunculan Ray yang tiba-tiba.
"Kenapa lo mukul gue bangsat!" Alanka memegang rahangnya yang berdenyut.
Ray tersadar, ia tidak tahu kenapa mukul Alanka begitu saja. Cowok itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ada nyamuk di pipi lo!" jawabnya dengan santai.
"Nyamuk?" Kedua orang itu sama-sama menatap Ray kebingungan.
"Iya nyamuk gue tepuk sekalian aja gue tonjok biar nyamuknya ikut bonyok. Kasian darah lo di sedot nanti anemia," sungguh alasan Ray tidak masuk akal.
Ray kini menatap Elin. "Lo mau pulang kan? Ayok!"
"Lepasin!" Elin memberontak ketika di seret paksa oleh Ray.
Ray menendang Alanka ke dalam rumahnya kemudian ia segera mengunci pintu rumah Alanka dari luar. "Salam buat ibu bapak lo Alanka!"
Cowok itu langsung menggapai tangan Elin dan menyeret gadis itu pergi. Gadis itu menyeimbangkan langkahnya dengan langkah lebar Ray.
"Mana kunci motor lo?" cowok itu menengadahkan tangannya meminta kunci motor Elin.
Gadis itu menatap Ray aneh. Kemudian ia naik ke atas motornya. "Siapa yang mau pulang bareng lo?"
Ray menggaruk pelipisnya yang sedikit gatal. "Oke gue nebeng pulang sama lo. Anterin gue balik ke RS!"
"Ogah. Pulang sendiri!"
"Gue bisa mati kalau pulang sendiri terus lo gak jadi ngehukum tokoh antagonis ini," Ray memegang kepalanya pura-pura kesakitan.
"Nyusahin!" decak Elin yang mulai menyalakan mesin motornya. Gadis itu menalikan jaketnya ke leher. "Buruan naik biar gue yang boncengin,"
Tanpa berpikir panjang lagi Ray langsung naik ke atas motor Elin. Ia membiarkan gadis itu yang membawa motor sebab kalau ia yang bawa takut pusing di jalan yang nantinya akan membahayakan nyawa mereka.
Sepanjang jalan keduanya hening mereka larut dalam pemikiran mereka masing-masing, sampai saat di tengah jalan kepala Ray malah bersandar di bahu Elin membuat gadis itu merasakan sebuah sengatan yang sampai ke kalbunya.
"L-lo ja-jangan gitu dong kepalanya," Elin merasa risih saat Ray menopang dagu di bahu gadis itu.
"Kepala gue sakit," Ray berbisik di telinga Elin sampai membuat semua bulu kuduk dan lengannya terangkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRULEN (TAHAP REVISI)
Teen Fiction░v░i░r░u░l░e░n░ [ᶜᴱᴿᴵᵀᴬ ᴹᴱᴺᴳᴬᴺᴰᵁᴺᴳ ᴮᴼᴹᴮᴬʸ, ᵀᴬᴿᴵᴷ ᵁᴸᵁᴿ ˢᴱᴾᴱᴿᵀᴵ ᴸᴬʸᴬᴺᴳᴬᴺ, ᵀᴱᴷᴬ⁻ᵀᴱᴷᴵ ʸᴬᴺᴳ ᴬᴷᴬᴺ ᴹᴱᴹᴮᵁᴬᵀ ᴼᵀᴬᴷ ᴷᴬᴸᴵᴬᴺ ˢᴱᴺᴬᴹ ᴶᵁᴹᴮᴬ ᵀᴬᴷ ᴸᵁᴾᴬ ᴺᴬᴵᴷ ᴰᴬᴿᴬᴴ ᴰᴬᴺ ᴵᴺᴳᴵᴺ ᴮᴬᴺᵀᴵᴺᴳ ᴴᴾ ᴹᴱᴹᴮᴬᶜᴬᴺʸᴬ] 🅆🄰🅁🄽🄸🄽🄶⚠️ ☠️🄺🄾🄽🅃🄴🄽 🄳🄴🅆🄰🅂🄰 🄱🄰🄽🅈🄰🄺 🄰🄳🄴🄶🄰🄽 �...