[65. Kala bukan pengkhianat]
Ray cowok itu hanya diam membisu di tempat, satu tangannya menggenggam tangan gadis yang terbaring layuh di atas ranjang dengan kedua tangan yang di borgol. Ia sedikit tersenyum melihat gadis itu yang tenang seperti ini, tidak ada isakan tangis khas dirinya, tidak ada gadis itu yang berteriak histeris karena terluka.
Ia Zelin Celsia Veronika. Gadis itu benar-benar terlihat tenang dengan bola mata yang terpejam rapat, saat di lihat-lihat Elin tak seceria dahulu bahkan wajahnya tak menyiratkan sebuah kebahagiaan.
"Kalo lo pergi mungkin lo bisa tenang kayak gini. Tapi enggak dengan gue," Ray menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah pias gadis itu.
"Gue emang egois, maafin gue El."
Pikiran Ray sudah kacau ia tidak bisa lagi membedakan mana yang salah mana yang benar. Semuanya kalang kabut perasaannya menjadi tak menentu seperti ini.
Elin membuka kedua matanya lambat-lambat. Ia mengedipkan kedua matanya beberapa kali untuk membenarkan penglihatannya yang mengabur, seseorang yang pertama kali ia lihat adalah Ray cowok itu.
"R-ray," panggilnya pelan. Ray menoleh ke arah gadis itu yang mulai siuman.
Elin ingin bangkit tapi tidak bisa saat kedua tangannya di ikat oleh rantai besi begitu kuat yang di sambungkan dengan besi ranjang. Gadis itu menatap Ray dengan sorot penuh pertanyaan.
"Ray kenapa tangan gue di ikat?" ia menyapu pandangannya melihat ke seluruh isi ruangan yang nampak asing bagi dirinya. "Gue ada di mana?"
Ray menghela napas. "Lo berada di tempat seharusnya,"
"Tapi di mana Ray?"
"Rumah sakit jiwa,"
Duar. Bak bom atom yang meledak dan menghancurkan benda yang ada di sekitarnya, begitu pula dengan Elin gadis itu langsung membungkam di tempat. Tunggu, tunggu kenapa Ray membawanya ke tempat ini? Apakah benar cowok itu melakukannya atau ia yang salah dengar?
"Di mana?" Tanya gadis itu berusaha berpikir positif.
"Rumah di mana tempat orang gila berada."
Gadis itu tertawa hambar ia menggigit bibir bagian dalamnya. "L-lo bawa gue ke RSJ? Lo gak salah kan?"
"Gue membawa lo ke tempat yang seharusnya lo tinggali!" balas Ray sinis.
"T-tapi kenapa Ray?" Elin menahan air matanya.
"Karena lo gila," sarkas Ray.
Jawaban Ray berhasil mengoyak-koyak hatinya sampai tak berbentuk.
"Lo pasti becanda, mana mungkin gue berada di rumah sakit jiwa. Buat apa gue ada di sini!" gadis itu tertawa miris di akhir kalimatnya.
"Lo gila," ujar Ray spontan.
Ray menggenggam tangan Elin yang di penuhi dengan luka sayatan. "Lo sering gores tangan lo! Lo sering nyakitin diri lo sendiri Elin. Lo stres mental lo rusak, lo itu gak normal!" cowok itu pun ikut gila dengan mengatakan hal itu semua pada Elin secara kasar.
Elin menatap kedua tangannya yang terekspos ia baru sadar kalau Elin hanya memakai kaus lengan pendek. Gadis itu menggelengkan kepalanya kuat. "Gue gak gila Ray. D-dimana h-hodie gue Ray?"
Elin langsung menyembunyikan kedua tangannya ke belakang, ia mulai terisak kecil.
"G-gue mau pergi," Elin turun dari ranjang akan tetapi ia gidak bisa pergi karena rantai yang mengikat kedua tangannya. "Ray buka ikatannya gue mohon!"
KAMU SEDANG MEMBACA
VIRULEN (TAHAP REVISI)
Teen Fiction░v░i░r░u░l░e░n░ [ᶜᴱᴿᴵᵀᴬ ᴹᴱᴺᴳᴬᴺᴰᵁᴺᴳ ᴮᴼᴹᴮᴬʸ, ᵀᴬᴿᴵᴷ ᵁᴸᵁᴿ ˢᴱᴾᴱᴿᵀᴵ ᴸᴬʸᴬᴺᴳᴬᴺ, ᵀᴱᴷᴬ⁻ᵀᴱᴷᴵ ʸᴬᴺᴳ ᴬᴷᴬᴺ ᴹᴱᴹᴮᵁᴬᵀ ᴼᵀᴬᴷ ᴷᴬᴸᴵᴬᴺ ˢᴱᴺᴬᴹ ᴶᵁᴹᴮᴬ ᵀᴬᴷ ᴸᵁᴾᴬ ᴺᴬᴵᴷ ᴰᴬᴿᴬᴴ ᴰᴬᴺ ᴵᴺᴳᴵᴺ ᴮᴬᴺᵀᴵᴺᴳ ᴴᴾ ᴹᴱᴹᴮᴬᶜᴬᴺʸᴬ] 🅆🄰🅁🄽🄸🄽🄶⚠️ ☠️🄺🄾🄽🅃🄴🄽 🄳🄴🅆🄰🅂🄰 🄱🄰🄽🅈🄰🄺 🄰🄳🄴🄶🄰🄽 �...