24

41 8 0
                                    

Laksa berjalan lesu dan duduk disebelah Yasa yang tengah membakar ayam.

"Kenapa lu bang? Kok loyo gitu? Mau bakar ayam juga?" Cerocos Yasa yang tak di beri respon oleh Laksa.

"Bakarin aja Yas, nanti juga kalo udah Mateng mah pasti di makan sama si Laksa." Timpal Wira sambil memberikan beberapa tusuk sate ayam mentah pada Yasa.

"Hen, cobain ini bumbu kacangnya udah pas belum sih?" Devan menyodorkan bumbu kacang buatannya pada Hendy.

Hendy mencolek sedikit bumbu tersebut.

"Gimana?"

"Enak," Jawab Hendy sambil mencolek bumbunya lagi.

"Buatan Devan gitu loh," Devan tersenyum bangga.

Yasa mendelik ke arah Devan, "Gue jadi curiga Lo cewek, bang." Devan melempar centong ke arah Yasa.

"Tuh kan marahnya juga kayak emak emak," sahut Wira sambil menusuk potongan daging ayam.

"Tapi bagus anjir kita punya si Devan, setidaknya dia berguna lah. Dia bisa jagain sepupu gue, dia bisa masakin kita makanan enak, dan bisa sekaligus jadi babu. Jadi gue gausah repot repot beres beres," Timpal Qian yang sedari tadi mengipasi sate.

Teon terbahak saat melihat wajah Qian.

"Muka Lo mehong gitu anjir," semuanya langsung terbahak saat Qian mengusap wajahnya.

"Anjir— kenapa gue jadi mehong gini."

"Lagian lu ngipasin malah sambil duduk disitu, yaiyalah Lo jadi kena mehong." Sambung Teon yang tak henti hentinya tertawa.

Qian memberikan kipas itu pada Laksa.

"Kipasin dulu, gue mau cuci muka anjir. Muka cakep gue jadi mehong gini," Qian berlari masuk kedalam rumah.

"Lo ngipasin apaan sih anjir? Ngipasin tuh yang semangat bukan loyo gitu." Cibir Teon pada Laksa.

"Udah tau gue lagi galau, malah disuruh ngipasin sate. Lo sendiri gabut kan anjir, kenapa ngga Lo aja yang ngipasin?" Cerocos Laksa sambil mendengus pada Teon.

"Gue lagi ngerokok anjir, sama lu dulu ajalah."
Laksa hanya mengipas ngipas malas sate yang tengah dibakar itu.

"Hen, Lo aja dah yang ngipas." Laksa melempar Kipas ke arah Hendy.

"Ngga ngga, gue lagi main gitar." Hendy malah melempar balik kipas tersebut pada Laksa.

Laksa hanya menghela nafas berat.

"Hen—"

"Maneh pengen di gebug gitar?" Hendy mengacungkan gitarnya.

"Yaudah sini sama gue," Laksa merebut kipasnya dan mulai mengipasi sate.

"Lagian hidup lu galau Mulu, bosen gue liatnya bang." Celetuk Yasa yang sibuk membenarkan posisi sate.

"Kenapa Lo ga putus aja sih? Greget gue liatnya. Menurut gue dari pada break dulu, dan jadinya malah bertele tele mending langsung putus aja. Toh mau break mau ngga juga si Mira pasti milih Juan." Cerocos Devan yang di setujui Wira.

"Nyelekit banget Lo ngomong njir,"

"Iya tuh Sa, kita sebagai temen ga tega liat Lo galau Mulu gara gara hal yang sama. Berkembang sedikit kek hidup Lo, lagian cintanya Lo ke Mira bukannya ngasih kebahagiaan malah ngasih beban," Sambung Wira.

"Mending sama cewek yang waktu itu ke rumah aja bang," Laksa menatap Yasa.

"Cewek mana anjir?"

"Yang rambut ikal itu, yang kalo datang ke kostan tuh pasti suka berisik." Jawab Yasa antusias.

"Nah iya mending sama si Ayesha aja, gue liat liat kalo Lo sama dia kayaknya Lo lebih berseri," sahut Devan sambil memakan beberapa tusuk sate.

"Heh anjir, pantes aja satenya ga banyak banyak. Ternyata Lo makanin anjir," Teon menjauhkan piring sate yang sudah matang dari Devan.

"Dih, gue laper bangsat. Abis ngulek bumbu,"

"Tapi Lo udah abis banyak anjir, Lo ga nyisain buat kita!" Teon menghitung jumlah sate yang ada di piring.

"Banyak dari mana nya anjir? Gue cuma makan satu tusuk," Hendy yang sedari tadi sibuk memetik senar gitar pun kini ikut bicara.

"Terus ini tusukan bekas apaan? Hantu gitu yang makan sate?" Devan nyengir.

"Tinggal ambil lagi aja ayam yang di kulkas anjir, gue yang potongin dah." Devan beranjak dari duduknya.

"WAHHH LAGI NYATE?"

"Goblok Lo, kalo baru Dateng tuh bilang assalamualaikum kek bukan teriak gitu aja. Mana Deket telinga gue lagi," Cerocos Teon pada Ayesha.

"Baru aja di omongin udah nongol aja orangnya," Yesha langsung pindah dan berjongkok di sebelah Wira yang masih fokus menusuk daging ayam.

"Kalian ngomongin gue?" Wira menjauhkan wajah Yesha yang menatapnya dengan lekat

"Iya," jawab Yasa.

"Dih, Lo ngomong apa aja ke mereka anjir? Lo jelek jelekin gue kan?" Sewot Ayesha pada Laksa.

"Dih gue kaga ngomong apa apa njir, gue dari tadi diem."

"Mustahil kalo Laksa diem,"

"Dia bilang apa aja ke kalian? Heh dek dia bilang apa?" Yesha merangkul Yasa hingga Yasa terjatuh dari posisi jongkoknya.

"Gimana gue mau ngomong, Lo nya aja cekek gue anjir." Yesha melepas rangkulannya.

"Sorry sorry, dia ngomongin apa ke kalian? Dia jelek jelekin gue? Jujur, kalo ga jujur semua sate ini bakal jadi milik gue!"

"DIH DIH ANCAMAN LO ITU YA BIKIN GUE PENGEN NENDANG LO KE AKHIRAT." Balas Teon sambil memakan sate.

"Sabodo, tendang aja kalo bisa. Dia ga jelek jelekin gue kan?"

"Ngga, ih di bilangin gue dari tadi diem juga." Bela Laksa dengan kesal.

"Gue ga nanya Lo anjir, pede banget lu. Gue nanya ke si adek juga," Yesha mengambil satu tusuk sate ayam Daan melahapnya.

"Heh Lo ga patungan juga malah maen makan makan aja,"

"Uang patungan gue disatuin sama uang Laksa." Laksa melotot.

"Kok gue lagi yang kena?"

"Lo mau tau bang Laksa bilang apa kak?"

"Iya, kalian ngomongin apa?"





"Bang Laksa suka sama Lo katanya—"




















Senar Laksara | LucasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang