"LO HARUSNYA DENGERIN APA KATA KATA GUE! KALO MAU KELUAR ITU JANGAN SENDIRIAN! JADINYA LO KAYAK GINI KAN! KALO LO TADI CELAKA GIMANA HAH?"
Mira hanya menatap Jamal sambil memegangi pipinya yang memerah bekas tamparan keras dari Jamal beberapa detik yang lalu.
"Sekarang kalau udah gini mau apa Lo? Mau nangis?" Tanya Jamal sambil menatap Mira yang terus terusan bergeming dengan mata yang sudah berkaca kaca.
Tanpa menjawab sekata apapun Mira pergi dari menuju kamarnya sambil menangis tanpa suara.
"Lo gak seharusnya kasar kayak gitu ke Mira, Lo boleh marah tapi Lo juga harus tau batasan lah, Mal."
"Tapi Jey, Lo sendiri sebagai kakak laki laki juga pasti ngerasain ini kali. Kakak laki laki mana yang bakal diem aja kalo adeknya mau digituin Sama cowok brengsek?" Jamal duduk di sofa masih dengan amarah yang menggebu gebu.
"Gue paham kok apa yang lagi di rasain sama Lo sekarang, kalau gue jadi Lo juga gue bakal marah. Tapi inget ya Mal, Mira itu cewek beda sama kita. Meskipun Mira ngeyel tapi jangan sampe Lo main tangan sama dia, cewek itu gak biasa di kasarin."
"Gue udah gak ngerti lagi sama pikiran orang goblok itu," Jey langsung mengikuti Jamal yang malah pergi keluar rumah.
"Lo mau kemana anjrit?" Jey mengejar Jamal.
"Gue mau habisin manusia goblog itu,"
****
"Mir?" Laksa mendekat kearah layar laptopnya, mencoba melihat lebih jelas wajah Mira.
"Mir—" panggil Laksa untuk yang kedua kalinya, untuk panggilan kedua Mira melirik Laksa.
"Apa!" Mira menyeka air matanya kasar.
"Lo kenapa? Kok Lo nangis? Ada masalah apa di rumah?" Mira tak menjawab satu pun pertanyaan yang Laksa tanyakan.
"Mir—"
"Sorry gue gagal jadi cewek Lo," Laksa menggaruk kepalanya bingung.
"Sebenernya Lo kenapa sih? Gagal kenapa coba? Kalo ngomong itu yang jelas jangan setengah setengah."
"IHHH OM ACA TUH YA NDAK PEKA PEKA!" El tiba tiba muncul di layar kamera, membuat Laksa sedikit tersentak saat mendengar teriakannya.
"Ngagetin aja lu,"
"Bialin,"
"Kakak lu kenapa bisa sampe nangis kayak gitu? Lo apain dia?" Tanya Laksa so so an menatap penuh selidik pada El.
"IHH NDAK KAK MIYA NANIS BUKAN CAMA EL OM!!" El mengelak dengan wajah polosnya.
Laksa mencoba menahan tawanya saat melihat wajah polos El.
"Terus kakak Lo kenapa?"
"Cama bang mamal," Jawab El.
"Loh kok sama Jamal sih? Dia diapain sama Jamal sampe nangis gitu?" Tanya Laksa tak terima sekaligus kaget.
"Tadi El liyat bang mamal mukul pipi kak miya, Om." Laksa langsung menatap Mira, begitupun Mira langsung menatap Laksa. Saat sadar Laksa sama sama menatap dirinya, Mira langsung memalingkan pandangannya lebih memilih menatap arah lain.
"Kok bisa kayak gitu? Bang Jamal sama kak Mira kenapa bisa berantem?"
"Ya El Juda Ndak tawu om, El nanya nanya Juda Ndak di jawab cama bang mamal." Cadel El sambil mengedikan bahu tak tahu apa apa.
Atensi Laksa beralih lagi pada Mira.
"Gue ditampar Jamal karena gue hampir dicelakain Juan," Jelas Mira setengah setengah.
"Di celakain gimana?"
"Gara gara gue amnesia Juan jadi Deket sama gue lagi kan karena gue ngiranya Juan itu pacar gue, karena hal itu hubungan Juan sama pacarnya hancur."
"Terus? Juan hampir celakain Lo kayak gimana?" Tanya Laksa agak serius.
"Juan hampir—"
Mira menunduk, tak berani menatap Laksa. Laksa yang tipikal orang cepat peka pun langsung mengangguk kecil.
"Gue paham kok,"
"Tapi gue gak di apa apain kok sama dia, karena waktu dia mau lakuin hal itu untungnya bang Jey Dateng dan tolongin gue."
Laksa diam, laki laki itu hanya mengangguk ngangguk.
"Maaf ya karena gue udah gagal jadi cewek yang baik buat Lo gue gak bisa jadi pacar yang baik sebaik Arisha."
Laksa agak melotot kaget saat Mira mengucapkan nama mantannya.
"LOH KOK LO TAU ARISHA?" Antara perasaan sedih karena mendengar kabar Mira yang hampir celaka kini bercampur aduk dengan perasaan senang tentang kemungkinan jika Mira—
"Gue Inget semuanya, karena insiden tadi gue jadi inget sama hubungan kita Lak."
Laksa tersenyum lebar, menampilkan ekspresi yang menggambarkan jika dirinya benar benar bahagia dengan kabar Mira yang satu ini.
Namun perlahan senyuman Laksa yang lebar dan tulus itu seketika mulai pudar dan bahkan bibir itu tak tersenyum lagi.
"Loh kenapa Lak? Gak seneng ya kalo inge—"
"Bukan bukan, gue tiba tiba inget jadwal operasi gue."
"Gue takut banget kalo operasi itu malah gagal dan di akhir gue gak bisa ketemu Lo."
Mira langsung menatap Laksa sedih.
"Jangan ngomong kayak gitu bisa kan, Lak?"