"MIRA MIRA BANGUN!!!"
Mira terbangun saat Jasson mengguncang tubuhnya dengan sangat cepat sesekali Jasson juga berteriak nyaring memanggil namanya.
"Apa sih Jass?—sana ah hari ini kan hari Minggu." Usir Mira pada Jasson.
"Bukan ituloh!!! Cepet bangun kita ke rumah sakit!!! MIRA!!!"
"Ah enggak enggak," Mira mengambil jam tangan yang ada di mejanya lalu matanya melihat ke arah jam yang baru menunjukan pukul setengah dua pagi.
"Ini masih jam dua pagi Anjrit, ngapain kita ke rumah sakit?" Balas Mira dengan suara yang terdengar sangat malas lalu ia menutup kepalanya dengan selimut berharap Jasson tak mengganggu dirinya lagi.
"Iya gue tau ini jam setengah dua pagi, tapi kita harus pergi kerumah sakit!!! Cepet yang lain udah pada nunggu Lo!!"
"Emangnya siapa sih yang sakit?" Tanya Mira dengan suara yang agak terendam selimut yang menutupi kepalanya.
"LAKSA GAGAL OPERASI MIRA!"
Mira membuka selimutnya cepat.
"LO GAK BOHONG KAN?"
"GUE SERIUS, BANG TEON TADI NELPON GUE KALO LAKSA SEKARANG LAGI SEKARAT!" Tampa mengganti baju tidurnya dan penampilannya yang acak acakan Mira langsung turun ke bawah dan menuju mobil, meninggalkan Jasson yang masih berjalan di belakangnya.
"GAK MUNGKIN LAKSA!"
"LO HARUS KUAT ANJRIT!"
****
"LAKSA!!!!"
Mira berlari lari di sekitar koridor rumah sakit, meskipun ia tak tahu dimana ruangan Laksa tapi Mira terus mencari dengan berlari di sekitar koridor.
Sampai dengan tak sengaja Mira menabrak seorang suster, membuat keduanya sama sama terjatuh.
"Aduh suster maaf!!!" Mira membantu suster itu berdiri.
"Mba harap hati hati ya, jangan terlalu berisik juga mba." Jelas suster tersebut dengan penuh kesabaran.
"Maaf sus, tapi saya lagi cari ruangan pacar saya! Kira kira ruangannya dimana suster?" Tanya Mira tak luput dari rasa panik.
"Atas nama siapa?"
"Laksara Sastranagara," Jawab Mira cepat dengan mata yang sudah dipenuhi air mata dirinya benar benar tak sanggup jika harus di tinggal pergi oleh Laksa malam ini.
"Mari saya antar," Ucapnya sambil menuntun Mira menuju ruangan Laksa.
"Itu mba ruangannya," Mira tersenyum sedih.
"Makasih ya sus, saya masuk dulu!" Mira langsung menerobos masuk ke dalam ruangan Laksa.
Kaki Mira melemas saat melihat wajah pucat Laksa dan tubuhnya yang dipenuhi selang infus tak lupa kepalanya yang di lapisi oleh perban.
"Laksa!!!"
Mira memeluk Laksa yang terbaring dengan lemah, kondisi Laksa di (monitor lcd) tidak begitu benar benar baik, keadaanya benar benar lemah.
"Laksa bangun!!!"
"Mir! Mir! Heh bangun!!!" Jamal menepuk nepuk pipi Mira pelan, Jamal juga melepaskan pelukan Mira.
"Abang!!!" Mira memeluk Jamal dengan tangisan histeris.
"Lo kenapa sih Mir?"
"Laksa tinggalin gue! Dia gagal operasi Abang!!!"
Jamal menggelengkan kepalanya kecil.
"Heh denger itu tuh cuma mimpi, Laksa itu belum ngelakuin operasi." Jamal menepuk nepuk pipi Mira mencoba menyadarkan adik perempuannya itu.
"Tapi jelas jelas gue peluk Laksa tadi,"
"Itu mimpi, Lo udah terlalu kangen sama dia sampe sampe ke bawa mimpi gini."
"Kalo Laksa gagal operasi dan meninggal, terus yang nelpon ini siapa? Roh nya Laksa gitu?" Jamal memberikan ponsel Mira yang berdering mendapatkan panggilan suara dari Laksa.
"Angkat gih, kasian dia dari tadi telpon Lo berkali kali. Udah mimpi gak usah di pikirin, itu kan cuma bunga tidur," Jamal menepuk bahu Mira lalu pergi keluar dari kamar Mira.
Mira menatap layar ponselnya, lalu mulai mengangkat panggilan dari Laksa.
"Laksa—"
Niatnya untuk berhenti menangis, namun Mira tak bisa menahan semua tangisan itu.
"LOH LOH MIR KENAPA MIR? KOK NANGIS SIH?" Laksa yang mendengar isakan Mira pun langsung panik.
"Laksa jangan pernah tinggalin gue," suara Mira terdengar agak memohon dan memelas. Suara serak itu membuat Laksa semakin takut untuk menjalankan operasi.
"Siapa yang bakal tinggalin Lo sih? Gue setia kok sama Lo. Gue gak bakal pernah tinggalin Lo, Mir. Lo tenang aja ya?"
"Gue mimpi buruk soal operasi Lo Laksa, gimana gue gak takut?" Laksa terdiam, pikirannya langsung kosong saat mendengar kata kata itu. Jujur semalam juga ia mimpi buruk tentang operasi nya.
Namun saat ia bercerita pada Eline, Teon ataupun yang lain mereka hanya bilang mimpi itu cuma bunga tidur yang ga seharusnya dipikirin. Awalnya Laksa mengira mungkin ia memimpikan itu karena ia akhir akhir ini pikirannya selalu tetuju pada hal itu dan sangat takut untuk melakukan operasi.
Namun saat mendengar Mira memimpikan hal yang sama, Laksa menjadi takut sendiri. Laksa menjadi takut jika hal itu benar benar terjadi.
"Lo tenang aja ya Mir, gue pasti berhasil kok. Gue kan orangnya kuat, Lo berdoa aja ya."
"Tapi gue takut banget Laksa,"
"Itu kan cuma mimpi, cuma bunga tidur. Gak akan mungkin terjadi, jadi Lo tenang aja ya. Banyak banyak berdoa aja buat gue biar operasinya berhasil." Laksa agak sedikit ragu dengan ucapan ini, tapi ia sebisa mungkin meyakinkan Mira jika dirinya akan tetap baik baik saja.
"Nanti kalau gue udah sembuh, gue bakal pulang ke Indonesia, kita nonton konser kak fiersa bareng ya."
"Konser?"
"Iya, kak fiersa ngadain konser loh. Kita harus nonton konsernya. Gue juga udah suruh Wira buat beli tiketnya, nanti Lo ambil aja tiketnya di dia, soal uang gue yang bayarin tiket konsernya."
"Gue aja semangat banget mau operasi biar gue bisa sembuh dan ketemu sama Lo terus pergi nonton konser bareng."
"Masa Lo sedih sih kalau gue udah mau otw sembuh?"
"Janji ya bakal baik baik aja? Janji ya gak bakal tinggalin gue?" Laksa sempat diam beberapa detik sebelum ia memutuskan untuk bicara.
"Iya, gue bakal baik baik aja kok. Gue bakal selamat kan gue sama Lo mau nonton konser kak fiersa bareng bareng, kebetulan konsernya pas hari anniversary kita loh."
"Oh ya?"
"Iyaa, gimana aku gak seneng coba?" Laksa berusaha berbicara sebahagia mungkin meskipun perasaannya masih takut.
"Jangan lupa berdoa dulu ya Lak, sebelum operasi. Minta sama tuhan supaya operasinya berjalan lancar dan mimpi gue soal Lo itu bener bener gak terjadi."
"Iya, Lo juga berdoa buat gue di sana ya? Kota sama sama berdoa ya?"
Mira tersenyum, hatinya sudah sedikit lega tidak sepanik tadi.
"Semoga doa kita berdua bener bener dikabulin tuhan ya Mir, gue juga gak mau kok kalau Tuhan nantinya semakin pisahin kita berdua lebih jauh lagi."