65

24 5 0
                                    

"Mir makan yuk?"

Mira menggeleng lemas pada Jamal yang berdiri di bibir pintu kamarnya.

"Gue belum mau makan, gue mau nungguin kabar Laksa dulu." Mira kembali menatap jalanan komplek, ia sekarang berada di taman sekitaran komplek.

"Emang Laksa belum kabarin Lo sampe sekarang?" Mira menggeleng lemas sekaligus sedih.

"Gue tau kalau operasi itu lumayan butuh waktu agak lama, buat stabilin lagi keadaan Laksa, tapi kenapa Teon sama yang lain juga ikut ikutan gak bisa dihubungin sama gue?"

Jamal mengusap rambut Mira lembut lalu merengkuh gadis itu untuk menikmati pelukan hangatnya.

"Mungkin mereka juga lagi sibuk disana, makannya mereka belum balesin semua chat Lo."

"Tapi bang, udah hampir tiga hari gue chat Teon, Hendy sama Yasa dan mereka semua gak jawab apapun. Emang sesibuk itu?"

"Ya mungkin aja mereka emang sesibuk itu, kita kan gak tau. Tugas kita disini cuma berdoa aja buat Laksa biar operasi dia lancar. Lo nya juga jangan berpikiran aneh aneh, jangan lah jadi parnoan gini. Laksa itu anak kuat dia pasti bisa ngejalanin ini semua."

Mira hanya diam, tak menjawab apapun.

"Yakin gak mau makan dulu?"

"Sebentar lagi aja, nanti kalau gue mau makan juga gue pulang ke rumah kok."

"Yaudah hari hati ya, gue gak mau Lo hampir celaka lagi."

"Yaelah bang, jarah dari taman ke rumah itu paling cuma beberapa langkah. Mana mungkin gue celaka?"

"Eits kata siapa? Kecelakaan itu bisa terjadi dimana aja sekalipun tempat tujuan kita itu Deket. Siapa tau Lo pas balik tiba tiba di kejar anjing Koh Sicheng."

"Halah gue gebuk tu anjing langsung pingsan,"

"Hilih kayak yang berani aja." Jamal menoyor kepala Mira pelan sambil tertawa kecil.

"Kalo laper jangan ditahan tahan ya, nanti Lo sakit dan nanti gue yang jadiin oknum tersangka sama Laksa.",

"Iya iya, udah sana deh! Ganggu aja."

Saat Jamal sudah benar benar pergi, Mira kembali larut dalam lamunannya. Menatap lampu jalanan, mengingat ngingat semua masa masa dirinya dengan Laksa saat dulu.

"Kenapa disaat kita udah mau bener bener saling jatuh cinta, tuhan malah pisahin kita kayak gini ya Lak?"

"Harusnya dulu gue fokus sama Lo, gak berpihak sama Juan. Pasti Lo juga bakal ngerasain cinta dari gue." Sesal Mira sambil mencabut setiap helai kelopak bunga yang ada di tangannya.

"MIR!!!"

Mira menoleh dan mendapatkan Mira yang teriak dari kejauhan, Wira melajukan motornya ke arah Mira duduk.

"Loh Wir? Ngapain kesini?"

"Sebentar—" Wira mematikan mesin motornya lalu duduk di samping Mira dengan helm yang tak terlepas dari kepalanya.

"Helm nya gak dilepas dulu aja Wir?"

Wira nyengir.

"Ih iya lupa," Wira langsung melepas helmnya Mira hanya menggelengkan kepalanya kecil.

"Nih,"

"Apaan?"

"Tiket konser lah, yakali harta Karun." Jawab Wira sambil terkekeh kecil.

Mira menerima dua buah tiket konser pemberian Wira tadi.

"Pasti Laksa udah kasih tau Lo soal tiket konser ini kan?"

Mira mengangguk.

"Tadinya gue mau kasih di kampus, cuma lu nya gak kuliah terus otomatis ya gue tadi niatnya mau ke rumah Lo buat anterin ini."

"Thanks ya, padahal nanti nanti aja anterinnya Lo kan pulang kerja pasti capek Wir." Sahut Mira yang membuat Wira tersenyum kecil.

"Santai aja kali, lagian gue juga sekalian refreshing jalan keliling keliling Bandung itu rasanya healing banget buat gue. Jadi gausah ngerasa segan gitu."

Mira menatap dua tiket itu dengan tatapan sendu.

"Kok sedih gitu sih Mir? Kurang ya tiket konsernya?"

"Nggak nggak, gue lagi sedih aja karena Laksa belum kabarin gue lagi."

Wira hanya diam.

"Lo chat Teon, Hendy atau Yasa gak?"

"Ada," Jawab Wira yang membuat Mira menoleh cepat padanya.

"Di bales nggak?"

Wira menggaruk tengkuknya.

"Enggak, padahal gue chat mereka dari dua hari yang lalu." Jelas Wira, "Lo juga chat mereka?" Sambung Wira.

"Iya, tapi sama chat gue juga belum dibales sama mereka bertiga. Gue jadi tambah khawatir sama keadaan Laksa,"

*Laksa pasti baik baik aja kali, kita berdoa aja."

"Tapi masalahnya Wir, gue pernah mimpi buruk soal Laksa. Gue mimpi kalau Laksa itu gak selamat dari operasinya."

"Lo serius?"

Mira mengangguk.

"Iya, emang kenapa?"


"Laksa juga mimpiin hal yang sama—"






"Kok Laksa gak pernah bilang itu ke gue?" Tanya Mira sedikit gelisah.

"Mungkin dia gak mau bikin Lo tambah khawatir sama keadaan dia, dia gak mau kalo keadaan dia jadi beban pikiran buat Lo Mir."



Mira bergeming, keduanya sama sama menatap sepinya jalanan.

Mira menengok ke arah Wira yang masih sibuk menatapi jalanan dengan pandangan kosong.








"Ini semua bukan tanda tanda kan Wir?" Wira menengok ke arah Mira.















"Mimpi itu cuma bunga tidur kan? Gak mungkin terjadi kan?"

Senar Laksara | LucasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang