45

26 5 0
                                    

"LAKSA LO DENGER GUE KAN?"

Qian agak sedikit membesarkan suaranya dibalik sambungan teleponnya, karena ia khawatir jika Laksa nekat melakukan hal hal yang tak di inginkan, sepanjang Qian berbicara lewat sambungan telepon tak ada satupun dari ucapannya yang di respon oleh Laksa.

"Laksa—"

"Dari mana Lo tau semua hal itu?" Datar Laksa sambil menatap pasrah langit malam yang agak berkabut dan sedikit terasa lebih dingin dari hari hari sebelumnya.

"Hendy telpon gue tadi," jelas Qian yang tak mendapatkan respon. "Mana Hendy? Gue mau ngomong sama dia." Lanjutnya.

"Gue lagi gak dirumah," Datar Laksa lagi.

Qian memijit pelipisnya tanpa sepengetahuan Laksa.

"Laksa please deh Lo maunya apa sih? Lo tuh gak boleh keluar tengah malem gini. Angin malem tuh gabaik buat Lo,"

"Gue cuma mau ingetan Mira balik,"

Qian menghela nafasnya.

"Gue paham, tapi dengan Lo yang terus kayak gini juga gak bakal bisa balikin ingetan Mira, yang ada kesehatan Lo makin gak baik. Pulang cepet!"

"Ga, gue lagi males kalo harus diem dirumah." Tolak Laksa spontan.

"Laksa, apa yang Hendy omongin itu bener. Cuma pemikiran Lo nya aja yang salah nangkep soal Omongannya Hendy."

"Jangan bikin kita terus merasa gagal jadi temen yang baik buat Lo Lak, disini juga gue sama yang lain lagi berjuang buat ingetin Mira sama Lo. Cuma emang belum ada hasil aja," Qian terdengar agak parau.

"Semua hal itu selalu butuh proses Laksa, kita pun kalau terus maksa Mira buat terus inget Lo juga malah gak baik, yang ada dia malah tertekan dan nantinya malah gak mau lagi buat berusaha inget Lo."

"Lo semua gak pernah gagal jadi temen baik gue, tapi gue kecewa karena kalian sembunyiin hal ini dari gue."

"Gapapa kalo Lo kecewa sama kita, kita akui kalo kita emang salah. Tapi inget ke sisi positifnya kalau kita lakuin itu gak mau bikin kondisi kesehatan Lo menurun."

Angin malam membuat Laksa semakin terasa kedinginan, hatinya yang dingin semakin dibuat membeku oleh angin malam.

"Sekarang Lo pulang ya, jangan terus marahan sama Hendy ataupun sama yang lain. Sekarang kita semua cuma harus sama sama sadar aja, dan jalanin semuanya secara baik baik."

"Gue tutup telfonnya dulu ya, sepupu gue nangis—tutttt."

Laksa hanya menatap sambungan telepon yang tiba tiba terputus, ia mematikan layar ponselnya yang terus menampakan senyum manis Mira.

Laksa sedikit menggosokkan tangannya karena ia sudah sedikit menggigil kedinginan. Tapi meski begitu hatinya tetap belum ingin pulang kerumah.

Lagi lagi atensi Laksa beralih pada kotak cincin, ia membuka kotak yang berisikan dua cincin itu.

Ada tulisan nama Laksara dan Lumira disana yang terukir dengan indah. Hatinya masih berharap jika cincin dengan bertuliskan nama Laksara itu akan dipakai oleh Mira saat ia pulang ke Indonesia nanti.

Tapi kadang dirinya juga berpikir, apa masih ada harapan untuk Mira agar bisa mengingat dirinya?

Sudah hampir tiga bulan Laksa tidak berkomunikasi dengan gadis itu, dan hal itu membuat sudah banyak rasa rindu yang terus terkumpul dan bahkan sudah menggunung di benaknya. Harapan jika Mira juga sama sama akan merindukannya juga kini telah sirna, Laksa yang pada awalnya sangat semangat ingin pulang ke Indonesia pun tiba tiba mengurungkan segala niat dan keinginannya.

Senar Laksara | LucasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang