Mira mematikan layar ponselnya dengan perasaan kesal campur sedih, karena Yasa dan Hendy tetap tidak bisa dihubungi ponsel mereka berdua malah tidak aktif.
"Apa gue coab telepon Teon aja ya? Siapa tau dia angkat telepon dari gue kan buat kali ini?" Mira masih tak menyerah, ia langsung mengetikan nomor Teon.
"Iya Mirr—"
Tak berselang beberapa detik, akhirnya orang yang selama lima hari ini Mira tunggu tunggu menjawab telepon darinya.
"TEON!!!"
"Iya kenapa Mir?" Tanya Teon lagi. "Oh iya sorry banget ya Mir gue baru bisa angkat telpon dari Lo, gue jadi ngerasa ga enak banget pas liat banyak panggilan tak terjawab dari Lo. Gue emang lagi bener bener sibuk,"
"Iya gapapa, gue ngerti kok sama posisi kalian bertiga. Oh iya Laksa udah siuman dia baik baik aja kan?" Saat Mira bertanya itu padanya, Teon menatap kakinya yang luka karena insiden tabrakan tadi.
Dirinya sadar jika Mira menelponnya hanya untuk menanyakan keadaan Laksa, bukan untuk menanyakan keadaan dirinya.
"Laksa belum siuman, tapi kata dokter keadaannya udah mulai membaik." Mira tersenyum lega saat mendengar itu.
"Jadi Laksa berhasil operasi?"
"Iya, tuhan kabulin doa kita semua. Dia selamat dari operasinya."
Hati Mira benar benar lega saat mendengar itu semua, ia jadi tidak sabar untuk bertemu Laksa nanti.
"Bang bang, katanya Laksa udah siuman." Samar samar Mira mendengar suara Yasa yang berada tak jauh dari posisi Teon.
"Oh ya? Terus yang jaga dia siapa?"
"Iya, Hendy yang lagi jagain dia. sini kaki Lo gue obatin dulu lukanya. Gue ngeri banget sumpah liatnya."
"Loh Yon, kaki Lo kenapa?" Tanya Mira saat secara tak sengaja mendengar obrolan mereka berdua tadi.
"Oh biasa, tadi gue jatoh kesandung batu kecil."
"Kesandung batu palamu, Lo ketabrak bego!" Celetuk Yasa yang membuat Teon menyentil jidatnya. Teon menjauhkan ponselnya sebelum ia memutuskan untuk berbicara pada Yasa.
"Lo bisa diem gak sih? Jadi orang kok black blakan amat." Omel Teon.
"Makannya kalo nyebrang itu liat liat,"
"Halo Teon??"
"Eh iya Mir, sorry sorry tadi Yasa—"
"YASA APA!" Teon melotot saat melihat Yasa terlihat begitu garang.
"PMS lu dek? Garang banget."
Mira terkekeh kecil saat mendengar teriakan Yasa.
"Oh iya Teon, boleh gak handphone nya dikasih dulu ke Laksa? Gue mau ngomong sama dia."
Teon agak sedikit merasakan sedikit rasa yang tak seharusnya rasa itu muncul di hatinya, ya jujur Teon agak sakit hati. Mira bahkan tak sedikit pun memberi ucapan semoga lekas sembuh untuk dirinya.
Ia pikir Mira akan khawatir tapi ternyata pada kenyataannya tidak seperti apa yang dipikirkan Teon. Teon tadi berbohong juga niatnya agar Mira tak khawatir dengan keadaannya, tapi nyatanya.
"Teon??"
"Oh iya boleh boleh, Mir. Bentar ya gue ke ruangan Laksa dulu." Dengan susah payah Teon berusaha berjalan menuju ruangan Laksa.
"Biar gue aja yaelah, lu maksain banget." Yasa merebut ponsel dari tangan Teon lalu berjalan masuk kedalam ruangan Laksa.
"Gue kira Lo bakal khawatir pas denger gue ketabrak Mir,"
"Tapi ternyata, Lo gak khawatir sama sekali
sama gue."Teon tertawa sendiri.
"Buat apa juga Lo khawatirin gue ya Mir? Gue kan bukan siapa siapa Lo." Teon tertawa sendiri, namun ia juga menyeka air matanya kasar.
Teon mengambil sebatang rokok dan mulai menyalakannya dengan api kecil.
Yasa yang melihat hal bodoh itu pun langsung merebut rokok yang masih menyala dari sang pemiliknya.
"Tolol Lo dirumah sakit malah ngerokok!" Yasa mematahkan rokok itu sampai benar benar mati.
"Lo kan gak boleh ngerokok bego, Lo punya penyakit paru paru." Yasa membuang patahan rokok itu kedalam tong sampah.
"Penyakit penyakit gue kenapa Lo harus peduli sama gue?"
"Sebentar—" Yasa menarik rahang Teon pelan lalu meneliti mata Teon yang terlihat nanar.
"Lo nangis? Lo kenapa anjrit?"
"Gue udah gak punya semangat buat Hidup, Yas."