Semenjak kepulangan Nathan Bella terlihat sibuk, dia harus membagi waktu bersekolah, mengerjakan tugas dan menjaga adiknya
Agatha dan Widya juga sudah mengingap dirumah Aldo, dan Maya dia masih belum terima anaknya cacat dan memiliki penyakit jantung, dia memilih menjauh dari putranya, apalagi mendengar suara tangisnya yang tersendat-sendat, hatinya perih, dia memilih mengabaikannya.
Agatha menimang Nathan dengan penuh kasih sayang, memberinya botol susu, Maya tak lagi mau menyusuinya,
"Pelan-pelan ya sayang minumnya, jangan terburu-buru" ucap Agatha sambil tersenyum
Widya masuk dengan pakaian kering Nathan, duduk dikasur dan melipatnya, Widya dan Agatha menempati satu kamar bersama Nathan, karena sewaktu malam meski Nathan menangis Maya tetap tidak peduli , dan Aldo kewalahan mengurusnya sendiri.
"Renata dimana?" tanya Agatha
"Dibawah menemani Bella makan" jawab Widya lalu menghela napas
Nathan berhenti menyedot dan menangis, suara tangisannya bahkan terdengar di meja makan
"Ma, adek nangis, Bella mau lihat adek dulu"
"Tidak usah! selesaikan dulu makannya Bel"
"Ma tapi kasihan adeknya"
"Makan Bel !" kata Maya penuh ketegasan, tidak ada lagi Maya yang lemah lembut, dia sering emosi
Bella makan dengan cepat, mencuci sendiri piringnya kemudian naik keatas melihat adiknya yang belum berhenti menangis.
"Nathan kenapa nak? tidak nyaman dimana?" kata Agatha agak panik
"Apa demam?" Widya memeriksa dahinya tapi normal saja
"Adek ! kakak disini" ucap Bella mendekati Nathan
"Adek kenapa nangis terus? apa tidak lelah?" Bella mengusap perlahan kepala adiknya, dan Nathan perlahan berhenti menangis
"Bella hebat , eyang sama oma saja tidak bisa menenangkan adek"
Bella duduk dan mengendong bayi kecil itu,
"Bella kasihan sama adek, mama tidak mau menggendong adek, mama kenapa sih oma?"
"Mama mungkin masih sedih nak, untung ada kakak Bella yang hebat" puji Agatha mengelus kepala Bella
*
Maya memilih keluar duduk digazebo dari pada mendengar suara tangisan memilukan putranya, bukan dia tidak mau menyusui, tapi ASInya tidak keluar lagi setelah mengetahui kondisi Nathan, dia memilih menjauh karena tidak tega membayangkan masa depan Nathan kelak. Beribu-ribu pikiran lalu layang tanpa permisi diotaknya, dia juga sedih dan tertekan tapi dia mencoba kuat, dengan cara yang salah, mengabaikan putranya. Dia berharap setidaknya dia tidak akan merasa terlalu bersalah, ya dia egois.
"Ta " panggil Agatha mendekat dan duduk disampingnya
"Apa ma?"
"Kamu ini sudah sebulan nak, kasihan Nathan kamu abaikan"
"Aku tidak peduli ma, aku tidak bisa melihatnya"
"Ta, kamu ini ibunya, dia masih butuh kamu"
"Kan ada mama disini dengan eyangnya juga"
"Mau sampai kapan kamu begini? mama juga harus kembali ke Jakarta, mertuamu juga pasti ada kesibukan tersendiri"
"Masih ada Aldo dan Bella"
"Ta ! kamu ini harus terima dengan kenyataan, Nathan butuh dukungan dari ibunya Ta!"
"Ma! anakku lumpuh! belum lagi penyakitnya itu ! aku tidak bisa terima ! selama hamil aku selalu melakukan yang terbaik, menjaganya dengan baik! vitamin, makanan semua yang terbaik! tapi kenapa dia terlahir seperti itu?!"
"Ini sudah jalannya Ta! coba kamu terima pelan-pelan, kaki Nathan bisa diterapikan? jantungnya juga bisa dioperasi, tinggal tunggu dia sedikit lebih besar"
"Meski diterapi Nathan pasti tidak akan bisa berjalan! seumur hidup dia harus menggunakan kursi roda! belum lagi penyakit komplikasi lainnya! aku sudah mencari tahu ma! penyakit Nathan bisa menimbulkan komplikasi lainnya!"
"Terserah Ta! tapi kamu ibu kandungnya ! apa kamu tidak kasihan dengannya?! dulu saja Bella terluka sedikit kamu sudah tidak bisa makan tidur !"
"Beda ma ! Bella sempurna ! apa mama tahu? ketika aku melihat tubuhnya Nathan hatiku terasa ditusuk pisau? aku benci perasaan itu !"
Agatha langsung meninggalkan Maya yang masih berapi-api , dia lelah membujuknya hanya waktu yang bisa menyelesaikan ini.
*
Malam harinya Aldo duduk dikasur disamping Maya yang sibuk dengan ponselnya
"May, besok kita bawa Nathan ke dokter ya, sudah jadwal pemeriksaan"
"Kamu sendiri saja, atau dengan mama"
"Sayang, kamu tidak ingin tahu perkembangan Nathan?"
"Tidak" jawabnya pelan
"Sayang, Nathan anak kita, kenapa kamu tidak peduli dengannya?"
"Dia cacat Do! cacat !" teriak Maya tiba-tiba
"Nathan masih ada kemungkinan bisa berjalan"
"Itu tidak menghapus kenyataan dia terlahir cacat! aku melahirkan anak cacat Do!" teriak Maya dengan isak tangisnya
Aldo memeluk istrinya kuat, dia tahu betapa hancurnya hati Maya
"Kita pasti bisa melewatinya bersama ya sayang"
"Do ! aku bersalah padamu, aku melahirkan anak yang cacat untukmu"
"Apa yang kamu katakan May? ini semua sudah takdir, aku tidak pernah menyalahkanmu sayang"
"Tapi Do -
"May, mau bagaimana pun kondisi Nathan aku terima, aku malah berterima kasih karena dia lahir dari rahim wanita yang sangat aku cintai, jadi May tolong sayangi dia juga ya?" kata Aldo dengan penuh kelembutan
"Kamu tidak marah padaku Do?"
"Untuk apa sayang?" tanya Aldo tertawa
"Aku takut ka-
"Maya dengarkan aku, bagaimanapun kondisi anak-anak kita kelak aku akan selalu menyayangi mereka dan selalu mencintaimu May"
Selama ini Maya merasa bersalah pada Aldo karena anaknya cacat, dia selalu berpikir ini salahnya, dia takut Aldo membencinya dia takut Aldo meninggalkannya, tapi semua tidak benar, Aldo justru semakin mencintainya, dengan ini perlahan Maya mulai bisa menerima Nathan, meski masih sulit , tapi setidaknya Maya mencoba.
Maya mencoba ke kamar Nathan, dia membuka pintu pelan melihat putranya tertidur dibox bayi, Agatha dan Widya sedang makan malam dibawah, dia mendekat, putranya sedang tidur pulas.
Dengan tangan gemetar Maya mencoba menggendongnya, matanya terpejam kalah melirik kearah kaki Nathan. Dia berhasil mengangkat Nathan dari boxnya, tapi dia belum bisa menimang atau mendekap Nathan didadanya.
Agatha dan Widya masuk melihat itu kaget takut malah Maya akan melukai putrnya sendiri
"Ta !" kata Agatha mendekat
"Ma, aku belum bisa ma" katanya sambil menangis, Agatha langsung menggendong Nathan kemudian Maya berjalan keluar kamar masih sambil menangis.
....
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Inheritance Love
RomanceBerdamai dengan masa lalu memang tidak mudah, Tapi Masa lalu itu bagian dari cerita kita. -Aldo&Maya-