ENAM PULUH SATU (I)

287 28 14
                                    


"Pak?" Andreas melihat ruangan yang sudah kosong. Hanya satu jam ia kabur untuk melapor ke keluarga dan menata hatinya, sekarang ia melihat ruangan Ica sudah kosong sementara bapak duduk di sofa dengan wajah lesu.

Rose yang baru datang terengah-engah, melihat ruangan kosong langsung menaikan kerah suaminya dengan kasar. "DIMANA CUCUKU?!"

Andre yang terpana melihat istri cantiknya sedang marah menjadi linglung. "Istri cantikku."

"Ini bukan waktunya merayuku! dimana cucuku?!"

"Pak, jangan-jangan Ica-"

Rose menjatuhkan suaminya di sofa dengan tatapan horor.

Wajah Andre kembali lesu. "Dia masuk ruang operasi, saat Andreas keluar tadi. Bapak sudah tanda tangan."

Andreas tertegun. "Operasi? bukannya menunggu-"

Andre menggeleng. "Ica kejang lagi."

Rose menjatuhkan dirinya di samping Andre lalu menangis di pelukan suaminya. "Ini salahku!"

"Kita sudah berjuang keras." Andre memeluk Rose dan menepuk pundaknya dengan lembut sambil mengedipkan mata ke Andreas.

"Aku ke ruang operasi dulu," izin Andreas yang malas melihat bapaknya membuat kode untuk mencuri kesempatan dalam kesempitan.

Rose mendadak bangkit mengikuti putra bungsunya. "Mommy ikut!"

Andreas melirik, ia melihat tatapan horor bapaknya dengan membuat kode jari tangan horizontal di depan leher.

Duh pak, masih aja sempat beginian!

Andreas mengggeleng cepat. Ia masih ingin menjadi anak berbakti. "Mommy temani bapak aja dulu, kasihan semalaman nemenin Ica."

Rose menyipitkan mata ke Andre. "Bukannya kamu paling gak bisa tidur larut malam?"

Memang!

"Aku-"

"ICA!"

Andre, Andreas dan Rose menoleh ke depan pintu.

Bagas melihat tempat tidur Ica yang kosong lalu jatuh berlutut dengan dramatis dan menangis. "Ica-"

Andreas menepuk jidatnya. "Keluargaku ini kenapa sih?"

Rose berlari menghampiri putra sulungnya lalu menangis bersamaan, "Yang sabar ya, Gas."

"Gas-" Andre menatap sendu putra sulungnya dari sofa sambil mengerucutkan bibir.

Andreas yang sudah bertahun-tahun menjadi anak seorang Andre, memahami kelakuannya yang tidak jauh dari Agus. Bapak sedih bukan karena mas Bagas menangis tapi hatinya menangis iri karena anaknya dipeluk istri tercinta seperti itu.

Bagas semakin menangis keras.

Jo dan Ditya ikut sedih.

Bagas menepuk bahu Jo. "Mas, tolong bawa mas Bagas ke depan ruang operasi, Ica dibawa masuk kesana."

Jo terkejut. "Jadi Ica belum-"

"Gak usah nyumpahin gitu, ah!" Andreas ngacir keluar. Ia terlalu malas membuat drama yang dimulai bapak. Instingnya selalu kuat, Ica pasti selamat.

Ditya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Masih bingung.

____

Agus dan Karina jalan tertatih mengitari  rumah tempat mereka disekap. Hutan sudah menjadi lautan api.

Agus tertawa masam. "Hahahaha-"

Karina menipiskan bibirnya dengan ekspresi bingung. "Kita tidak akan mati 'kan?"

VET vs DOKTER PLASTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang