DUA PULUH

1.9K 98 3
                                    


Ditya mengetuk-ngetuk jarinya di atas sofa, berulang kali ia melihat video itu di TV kabel ruang tengah dengan IPAD di pangkuannya.

Bi Murni meletakan kopi di atas meja dan duduk di samping Ditya, "Itu video yang dibilang Len?"

Ditya menoleh ke bi Murni, "Dimana anak itu sekarang?"

"Shift malam. Pulang jam sebelas malam, tadi sudah ijin bibi."

"Hm," angguk Ditya.

"Mas Ditya kelihatannya gelisah sekali, apa tidak sebaiknya bicara ke bapak dan ibu soal ini? Tidak mungkin terus-terusan ditutupi."

Ditya meringis, "Iya bi, aku hanya tidak tahu harus bicara apa ke papa dan mama, yang ada malahan bakal ribut."

"Saya yakin bapak tidak akan ribut."

"Mama?"

"Yah... kalau ibu sih..."

"Tuhkan, bibi saja tidak tahu," Ditya menghela napas, "Apa sebaiknya Ditya langsung ke Amerika saja ya? Supaya papa dan mama tidak pulang ke Indonesia."

"Yah, jangan begitu mas kasihan bapak sama ibu, mereka berkali-kali bilang ke bibi kalau kangen Indonesia, kangen juga sama masakan Indonesia."

Ditya mengacak-acak rambutnya, "Mana stasiun TV minta Karina kembali pula."

"Kapan mas?" tanya bi Murni.

"Tadi pagi, mereka bilang banyak fans yang kangen dengan Karina apalagi soal video itu. Tambah banyak yang mencarinya."

"Kalau non Karina tidak kembali bagaimana?"

"Mereka akan menuntut kita karena melanggar kontrak."

"Waduh mas, kan sudah dikasih pengganti karena mas ternyata terlalu sibuk."

"Penggantinya tidak sebagus Karina," Ditya bersandar di sofa, "Ya Tuhan..."

"Sebaiknya mas telepon non Karina dan diskusikan hal ini, atau bagaimana kalau bapak saja yang menggantikan?"

Ditya mengerutkan kening dan menoleh ke bibi, "Maksud bibi?"

"Mas Ditya telepon bapak supaya kembali cepat terus menggantikan non Karina di program itu, biar bagaimanapun dokter muda pasti kalah dengan profesorkan?"

Ditya menjentikan jarinya, "Bagus juga idenya."

Bi Murni tersenyum, "Sebenarnya itu ide Len, bibi tidak tahu kenapa dia tiba-tiba bicara begitu ternyata soal ini."

"Atau Len saja yang menggantikan?"

"Yah mas Ditya, Len itukan bukan dokter hewan program disitukan butuh dokter hewan, masa pegawai pet shop periksa kesehatan hewan? Yang ada malah menawarkan makanan ke hewan dan pemiliknya."

Ditya tertawa, "Bisa jadi mempromosikan pet shop juga."

Bi Murni mengibaskan tangannya, "Sudah ah mas, tidak perlu dibawa susah. Mending telepon bapak buat bahas beginian, kalau bapak tahu dari orang lain... mas Ditya sendiri nanti bisa kena marah."

"Bibi masih ingat saja kejadian lama," decak Ditya.

Kejadian saat Ditya kuliah, sementara papa dan mama di Australia sedang membantu para dokter disana. Karina bertengkar dengan temannya sampai pukul-pukulan hanya karena temannya menghina profesi papanya.

Ditya sebagai perwakilan orang tua datang ke sekolah dan terkejut. Luka yang diderita Karina jauh lebih parah dari lawannya, tentu saja karena lawannya cowok berbadan besar.

VET vs DOKTER PLASTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang