EMPAT PULUH ENAM (2)

1.1K 65 6
                                    




Sinta berhasil mendorong kedua ikan hiu ke laut bersama pak Awan dengan susah payah, mereka berdua dipacu waktu. Mereka tidak ingin para warga berhasil mengetahui tempat ini dan berusaha keras mengambil alih.

Pak Awan menghela napas lega saat melihat hiu terakhir berhasil masuk ke dalam air dan berenang dengan riang. "Baru kali pertama saya melihat pemandangan mengharukan seperti ini."

Sinta menghela napas dengan kesal. Mendorong dua ikan hiu memakan waktu dua jam sementara ini sudah malam, apakah suaminya berhasil mendorong hiu itu bersama pak sopir dengan tontonan warga?

"Bu Sinta?"

Sinta menoleh ke pak Awan. "Ya pak?"

"Kenapa sepertinya ibu tidak puas?" tanya pak Awan.

"Saya senang mereka bisa kembali tapi saya memikirkan tempat lain, bagaimana kalau di area selanjutnya juga ada hiu yang terdampar?"

"Mau saya periksa?"
"Eh?"

"Begini-gini lari saya cepat... saya akan mencarinya di sebelah sana, ibu tunggu saja disini."

Sinta mengangguk pasrah. Ia sudah terlalu lelah untuk berjalan lagi. "Saya tunggu disini saja pak."

Pak Awan mengangguk sekilas dan setelah memastikan keadaan sekitar aman, ia lari

meninggalkan Sinta sendirian.

Sinta menghela napas dan menatap langit malam pantai. Air sudah pasang, tanpa terasa menyelamatkan dua ekor bisa menyita banyak waktu seperti ini. Untung saja pak Awan kuat sementara dirinya sudah ditempa habis-habisan oleh suami di dalam hutan.

"Langit malam ini... apakah terhubung dengan Karina?" tanya Sinta pada dirinya sendiri. "Semoga putriku baik-baik saja."

Sinta duduk, matanya masih menatap langit dan mendengar deburan ombak malam yang keras. Bagaimana kabar Karina sekarang? Sudah makan? Apakah dia mengalami kesulitan?

"Karina, bertahanlah sedikit lagi." Doa Sinta dengan sungguh-sungguh.

___

Karina melihat Agus sudah membuat api unggun kecil dan berkomentar. "Kenapa kecil?"

"Aku tidak mau ada orang yang melihat keberadaan kita, lagipula... tengah malam, ini akan kumatikan."

Karina terlihat tidak setuju. "Kalau kita diserang bagaimana? Penerangan kita apa?"
Agus menghela napas. "Doakan saja tidak diserang hewan apapun, lagipula penerangan kita sudah ada di langit." Tunjuknya ke atas langit.

Karina mendongak menatap langit. Banyak bintang dan bulan bersinar terang, pemandangan yang jarang ia dapatkan di ibukota. "Indah sekali."

"Yah, anggap saja ini hikmah dari penculikan." Agus meregangkan badannya hingga berbunyi. "Astaga, sudah berapa lama aku tidak fitnes."

Karina menatap badan Agus yang masih terlihat sixpack. "Badan seperti itu sudah lama tidak olah raga?" tanyanya tidak percaya.

"Semenjak datang di Kalimantan, aku hampir tidak pernah olah raga, itu gara-gara aku menjadi relawan di tempat kalian."

"Siapa suruh kalian ikut." Gerutu Karina dengan suara kecil.

"Aku bisa mendengarnya." Sahut Agus sambil duduk di samping Karina.

Karina merasa risih. "Ngapain duduk disini? Duduk disana kenapa?"

"Disini lebih hangat."

"Bilang saja takut." Cibir Karina sambil mendorong Agus.

VET vs DOKTER PLASTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang