EMPAT PULUH DELAPAN

1K 62 1
                                    


PRANG!!!

"Ibu tidak apa-apa?" tanya anak sulungnya dengan panic sambil menghampiri si ibu.

Rina menggeleng sambil membereskan gelas yang ia jatuhkan. "Ibu minta tolong ambilkan koran."

Si sulung mengangguk lalu mengambil koran di ruang kerja, setelah mendapatkan beberapa koran edisi lama, ia buru-buru menghampiri ibunya. Ia melihat si ibu sudah membersihkan pecahan kaca yang paling besar dan sudah mengambil vacuum cleaner.

"Ibu melamunkan apa? Apakah ada yang tidak beres dengan pekerjaan ibu?" tanya si sulung sambil berjongkok untuk memasang koran di moncong vacuum.

"Kamu berkunjung ke penjara?" selidik Rina yang berdiri di belakang putri sulungnya.

Si sulung menghentikan kegiatannya.

"Kamu datang ke penjara? Kemarin kamu ke penjara?" ulang Rina.

Si sulung menghela napas lalu berdiri menatap ibunya. "Apa salahnya menemui bapak bu? Dia sudah baik hati mengurus kita."

"JAGA BICARAMU!" bentak Rina.

Si sulung menatap heran ibunya. "Memang aku salah bicara bu?"

"Kamu tahu, perilakumu itu bisa membuat masalah kita semua."

Si sulung semakin tidak mengerti jalan pikiran ibunya. "Apa salahnya sih menjenguk bapak? Dia dipejara buat melindungi ibu."

PLAK!

Si sulung memegang pipinya yang ditampar, ia menatap shock ibunya.

"Jaga bicara kamu... jangan pernah bicara seperti itu lagi."

Si sulung menatap aneh ibunya. "Aku tidak boleh kuliah, tidak boleh bekerja... sekarang punya anak malah suami pergi dan hidupku mengandalkan ayah dan ibu, apa kata orang-orang bu? Lagipula berkat bapak juga kita bisa hidup di tempat seperti ini."

Rina menghela napas lalu memegang kedua pundak anaknya. "Di luar sana banyak sekali orang jahat, mereka berusaha menjatuhkan ibu... kalau kamu diluar sana, kamu bisa diapa-apain mereka, lebih baik kamu di rumah dan menikmati semua yang diberikan orang-orang."

"Sampai kapan kita hidup dengan belas kasih orang lain? Ibu tidak malu... menyerang pak de Hendra sementara pak de lah yang mengurus kita."

"Ibu hanya mengungkap kebenaran, ibu tidak pernah tebang pilih. Ini demi moral dan masyarakat... ibu tidak bisa membiarkan kejahatan ada."

Si sulung menghela napas dengan tidak sabar. "Tapi apa perlu sampai membuat konferensi pers?"

"Lalu bagaiman? Kamu tahu sendirikan, bapak kamu tidak bersalah? Kamu harus ingat... meski orang itu sudah berbuat baik pada kita, orang itu pulalah yang memenjarakan bapak."

"Kalau begitu jangan pernah menerima uang ataupun lainnya dari pak de."

"TIDAK!"

Si sulung terkejut dengan teriakan ibunya.

"Biar dia tahu bagaimana merasakan kesulitannya mengurus anak banyak tanpa suami... dia beruntung hanya punya dua anak sementara saudara kamu ada berapa? Pokok nya... kamu jangan bertemu bapak lagi, ibu tidak mau kamu sampai kelepasan di depan bapak. Selain itu ini juga kejutan buat bapak."

VET vs DOKTER PLASTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang