EMPAT PULUH

1.4K 67 0
                                    


"Saya jadi khawatir dengan dokter Karina."

Jo menoleh, ia melihat Bima duduk santai di sofa sambil menatap dirinya. "Memang apa yang dokter Bima khawatirkan?"

"Dua orang berbeda jenis diculik. Kalau lihat di film-film, para penjahat mengurung para korbannya di satu ruangan kosong. Yang satu playboy sementara yang satu perempuan lemah. Kira-kira bagaimana nasib dokter Karina ya?"

Jo berkacak pinggang. "Saya yakin, teman saya tidak akan melakukan perbuatan serendah itu."

Bima mengangkat kedua bahunya. "Kita lihat saja nanti."

Meski Jo sendiri juga merasa sangsi dengan perkataannya, karena Agus selalu bertindak di luar dugaannya... tapi ia tidak pernah mengatakannya itu di depan Bima ataupun orang lain.

*

Donny menggebrak meja dengan kesal. Semakin banyak pertanyaan yang masuk, semakin banyak pula yang tidak mempercayai camp mereka. Mana professor Hendra tidak bisa dihubungi, professor pasti sudah melihat siaran itu.

"Ketua."

Donny mengangkat kepalanya. "Len."

Len meletakan segelas kopi espresso hangat di meja Donny. "Minum dulu, supaya tenang. Semua orang ketakutan."

Mata Donny mengitari ruangan, awalnya yang masih ada beberapa orang di meja masing-masing sudah tidak ada. Hanya dirinya dan Len di dalam sekarang.

Donny menatap tajam Len. "kamu tidak takut dengan saya?"

Len tersenyum. "Berkat dokter Karina, saya sudah bertemu dengan bermacam-macam orang... jadi saya tidak terlalu takut."

"Meskipun itu karena kesalahan kamu?"

Kepala Len sontak menunduk, kedua tangannya yang memegang nampan menjadi gemetar. "Saya hanya menuruti perintah professor."

Donny meminum kopi yang diberikan Len.

"Ketua."

"Hm?"

"Bagaimana perkembangan dokter Karina?"

Donny berhenti minum dan menatap curiga Len. "Profesor yang menanyakan itu?"

Len menggeleng pelan. "Saya hanya melapor, professor hanya membalas biasa... tidak menanyakan perkembangan kasus dokter Karina. Saya yang berinisiatif bertanya."

"Profesor tidak bertanya?" tanya Donny.

"Iya."

Donny menghela napas. Ia tidak sepenuhnya percaya pada Len. "Kita lihat saja nanti, Bima belum melaporkan hal ini ke saya."

"Begitu." Dagu Len bertumpu ke punggung tangannya yang memeluk tampan di dada. "Kenapa dokter Bima tidak pernah bertanya pada saya?"

"Maksud kamu?"

"Saya satu-satunya saksi disana, kenapa saya tidak dilibatkan mencari dokter Karina?"

"Tidak perlu, bukannya kami tidak percaya dengan kesaksian kamu... tapi Bima saja yang bergerak sudah cukup, kalau kamu ikut-ikutan yang ada banyak spekulasi yang tidak-tidak." Donny menghabiskan kopinya. "Kami belajar dari masa lalu." Sambungnya.

VET vs DOKTER PLASTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang