LIMA PULUH SATU (1)

1.1K 64 1
                                    


Untuk bisa hidup di tempat kelahirannya, 

hewan harus membayar mahal nyawanya.

- dr. Rangga(Agus), Sp.BP  -



"Bagaimana keadaan cucuku?" tanya Rose, begitu Jean duduk di kursi kafe. Berhadapan dengan dirinya. "Apakah dia masih merasakan sakit?"

Jean menghela napas panjang sambil membuka buku menu yang disodorkan Jean. "Aku sudah melakukan yang terbaik untuk dia. Kalian sudah lama tidak menjenguknya."

Rose menyesap the earl grey-nya, menikmati alunan piano Chopin. "Kami punya kesibukan sendiri."

"Apakah masalah uang?"

Rose tersenyum kecil. "Nah itu tahu."

"Aku mendengar tentang kantor Bagas, apakah... dia baik-baik saja? Mendapat cobaan bertubi-tubi itu tidak main-main."

"Mau bagaimana lagi, begitulah pengacara... punya banyak musuh."

Jean yang sedaritadi membaca menu, mengalihkan pandangannya. "Kalian sudah tahu siapa pelakunya?"

"Belum. Tapi kami berterima kasih pada insting pengacara kami."

Jean manaikan salah satu alisnya. "Kalau perlu bantuan..."

"Tidak perlu." Rose meletakan cangkirnya di meja. "Untuk sementara kami bisa mengatasinya sendiri."

"Baguslah." Jean memanggil salah satu pelayan dan memulai memesan.

Selesai Jean memesan, Rose bertanya lagi. "Ica, sudah mulai ada perkembangan?"

Jean menggeleng sedih. "Satu-satunya cara yang bisa aku lakukan hanya menekan rasa sakit dan memperpanjang usianya, aku takut.. kalau terus-terusan diberikan obat... tubuhnya akan membentuk antibody."

"Apakah... apakah satu-satunya cara memang harus menggunakan jasa dokter dari Jepang itu?" tanya Rose. "Tidak adakah dokter lain? Atau.. kalian operasi dengan komunikasi jarak jauh?"

Jean menatap prihatin Rose. "Kamu ingin membunuh cucumu sendiri?"

Rose menghela napas dan bersandar di kursinya. "Aku hanya ingin mencoba alternative lain."

"Tokuro memang dokter terbaik saat ini, tapi metode operasinya cocok untuk tubuh mungil Ica. Kamu tahukan, anak sekecil Ica untuk melakukan operasi masih beresiko, tidak ada yang berani mengoperasinya termasuk aku."

"Tapi menunggu dokter itu..."

"Jo sedang mengusahakannya, jadi jangan menyerah."

"Kami tidak pernah menyerah, bertahun-tahun menghadapi hal ini. Tapi... aku takut suatu hari kami akan menyerah."

"Kenapa menyerah?"

Rose menggenggam erat cangkir tehnya. "Entahlah, aku bingung."

"Ada sesuatu yang ingin kamu ceritakan?"

VET vs DOKTER PLASTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang