LIMA PULUH (2)

890 60 0
                                    


Ditya dan Bagas jalan bersama menuju kantor si nenek peot itu! Rina si aktivis HAM, yang hanya bicara untuk keuntungan dirinya, mengatas namakan keadlian... kenapa Ditya bisa berbicara begitu, coba dilihat saja... dia aktif berbicara untuk menjatuhkan pemerintah. Mengemis keadilan dengan cara brutal! Sebut Bagas.

Ditya membuka pintu dengan kasar setelah dihalangi beberapa asisten Rina.

"Oh, keponakanku. Masuklah." Sapa Rina dengan suara lembut.

Ditya masuk ke dalam kantor setelah para asisten mundur teratur dan menutup pintu.

"Syukurlah kamu datang tepat waktu, sayang. Tantemu ini baru saja dari kantor polisi."

"Ke kantor polisi atau memainkan drama?" tanya Ditya dengan nada dingin.

"Kamu bicara apa sayang?"

Ditya maju dan menggebrak meja kerja Rina. "Kita langsung saja ke intinya, apa maksud kamu melaporkan Donny ke polisi dan diliput wartawan?"

Rina menaikan salah satu alisnya. "Tantemu ini sedang bekerja, tentu saja kamu tidak akan menghalangi bukan?"

"Jika kamu berani macam-macam dengan Donny, aku akan memastikan papa menyetop uang bulanan untuk kalian." Ancam Ditya.

Rina tidak gentar dengan ancaman Ditya. "Hanya itu yang bisa kamu ancam, sayang? Bukankah ayah kamu bertanggung jawab karena memenjarakan adiknya sendiri?"

"Dia terlibat kejahatan, tidak peduli itu keluarganya... penjahat tetap harus dihukum!" desis Ditya.

"Oh ya? Kalau begitu sama, si Donny ini sudah mengambil hak anak-anak dan para istri, dia memenjarakan bahkan membiarkan seorang korban terperangkap di dalam kobaran api hanya demi hewan."

"Sudah ada saksi matanya kalau..."

"Saksi mata? Apakah itu valid? Saksi mata bisa dibayar dengan uang." Potong Rina.

"Apa?"

"Benar bukan, tuan pengacara?" tanya Rina ke Bagas.

Bagas tersenyum miring. "Kalau begitu... kemungkinan besar, saksi anda palsu? Kami tidak merasa membayar sejumlah uang ke saksi mata, mengingat kami sendiri kekurangan biaya... kami bisa menunjukannya ke pengadilan, lalu bagaimana dengan anda? Bukankah anda memiliki uang cukup banyak untuk membayar saksi mata?"

Senyum Rina menghilang.

Bagas membetulkan letak kaca matanya. "Terlepas dari masa lalu kita semua, sebaiknya anda jangan bermain-main dengan hukum."

"Bermain? Aku tidak tahu maksud kalian, jahat sekali kalian menuduh orang tua seperti itu."

Mata Ditya menyipit. "Kami tidak membutuhkan bukti untuk bisa memojokanmu."

Rina menaikan salah satu alisnya ke Ditya.

"Baiklah, jika kamu memenjarakan Donny. Aku tidak keberatan, sebagai gantinya aku akan menggantikan posisi dia, sayang sekali aku bukan orang sabar seperti Donny."

Rina berusaha menahan amarahnya.

"Kamu yang memulai, kamu juga yang harus mengakhirinya. Rina. Aku tidak perlu repot-repot menghormati orang sepertimu, pada kenyataannya aku tahu apa yang kamu sembunyikan selama ini..." bisik Ditya di depan Rina. "Jika om Dendra tahu sifat asli istrinya yang seorang pelacur, mungkin dia tidak akan keberatan mencoret nama di kartu keluarga sehingga kamu akan kehilangan segalanya."

VET vs DOKTER PLASTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang