EMPAT PULUH TIGA (2)

1K 62 0
                                    

"Aku penasaran... kemana perginya si harimau yang terluka itu."

Karina berbalik. "Benar juga. Kenapa aku tidak kepikiran, dia tidak akan pergi jauh dalam keadaan terlu..."

Kriet.

Agus melihat Karina melotot di belakangnya. "Jangan berusaha menakut-nakutiku."

Karina menarik maju Agus dan membalik badannya, rupanya di balik pintu rumah kayu ada seekor harimau yang terluka tadi. Harimau itu sedang menatap lurus mereka berdua dalam keadaan lemah, sepertinya banyak sekali darah yang keluar.

"Kita akan melakukan operasi!" Karina mengambil keputusan dengan cepat.

"Kamu gila?!" seru Agus.

"Kita tidak bisa membiarkan dia terluka seperti ini disini."

"Tapi waktu kita tidak akan cukup dan..."

"Aku yang akan mengoperasi dan kamu mencari bukti disini."

"Bukti?" tanya Agus tidak percaya. "Disini memang ada banyak bukti tapi aku tidak membawa handphone dan bukti pendukung lainnya, kalau aku bawa bukti ini begitu saja, sama saja mencari mati."

Karina memutar bola matanya. "Kita tidak punya waktu berdebat lagi."

Agus menghela napas, ia menatap Karina dan harimau itu bergantian lalu menggeleng ironis. "Aku benci sifat gentlemanku."

Karina menaikan salah satu alisnya. Gentleman? Siapa?

Agus menepuk tangannya. "Ok, kita tidak punya waktu... kita tidak mungkin memindahkan harimau ini sendiriankan?" tanyanya.

Karina baru ingat soal itu, ia membongkar-bongkar barang di dalam rumah. Agus yang kebingungan hanya bisa membuntuti dari belakang.

"Cari apa?" tanya Agus yang akhirnya tidak bisa bersabar.

"Obat bius." Jawab Karina.

Agus mengangguk mengerti lalu ikut mencari.

"Tidak mungkin tidak ada obat bius disini, pasti ada sesuatu yang bisa mereka pakai untuk melakukan hal kekejian ini."

"Atau bisa saja mereka dibunuh di tempat."

Karina menghentikan kegiatannya lalu menoleh ke Agus. "Jangan bicara seperti itu!"

"Akukan hanya bicara atau saja... bukan kenyataan." Agus mengedik santai.

Karina mendecak kesal dan melanjutkan kegiatannya.

____

Nina memberikan satu kotak es krim berukuran besar ke Kei. Dengan sangat terpaksa, ia memutuskan mengundang Kei masuk ke apartemennya.

Kei yang melihat itu bergidik ngeri. "kamu mau membuat aku kehilangan pekerjaan?"

"Aku tidak tahu pekerjaanmu... lagipula terserah aku yang mentraktir bukan?"

Wajah kei mengerut kesal lalu menerima kotak es krim itu.

Nina duduk di samping kei. "Aku hanya bisa mentraktirmu ini."

"Bilang saja tidak punya uang."

"Memang aku tidak punya uang."

Kei mendelik kesal. "Kamu bisa tinggal di tempat mahal ini, masa tidak bisa mentraktir makan di restoran."

"Sayangnya aku tidak terlalu suka makan di restoran mahal." Nina tertawa. "Ibuku chef jadi kami lebih terbiasa makan di rumah ala ibu rumah tangga."

Kei menoleh cepat. "Benarkah? Berarti kamu bisa masak?"

VET vs DOKTER PLASTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang