LIMA PULUH ENAM (1)

1.2K 81 21
                                    


N

Nina terdiam beberapa saat begitu mendengar perkataan Tokuro. Kambing hitam? Siapa? Tapi... kalau dilihat dari masa lalu, apa yang dikatakan Tokuro ada benarnya. Ayah kandung dokter Karina memiliki relasi yang begitu luas dan bahkan segan, tidak ada celah untuk Tokuro bisa masuk ke Indonesia meski menyuap dengan cara apapun.

Untuk orang luar, hal ini sangat aneh mengingat profesor Hendra hanya sekedar profesor untuk hewan tapi untuk orang-orang terdekat, itu tidaklah aneh.

‘Jangan meremehkan orang dari apa yang kita lihat.’

Itu perkataan ibu mertua Nina saat kali pertama Nina melihat profesor Hendra dari kejauhan, dikelilingi orang-orang penting, yah... penjilat lebih tepatnya.

Profesor Hendra sangat paham mengenai hukum, beliau tidak akan segan-segan menghancurkan orang, baik secara hukum negara maupun hukum rimba. Tidak ada hukuman untuk profesor Hendra karena memang beliau tidak pernah melakukan kesalahan apapun, yang ada di pikirannya hanyalah hewan, hewan dan hewan.

Tapi pasti bukan hanya itu sajakan...
Pasti ada sesuatu di belakangnya.

Nina mendecak kesal. “Kenapa malah jadi rumit gini sih.”

Tokuro juga sakit kepala, tiba-tiba ia menemukan ide. “Bagaimana kalau kita meminta bantuan suamimu?”

Nina menunjuk dirinya sendiri. “Suamiku?”

Tokuro mengangguk antusias. “Profesor Hendra tidak akan menyentuh perusahaan suamimu, itu berarti perusahaan itu bisa membantuku...”

Nina menggeleng miris. “Gak bisa.”

“Kenapa?”

“Kalau bisa, daridulu pasti suamiku sudah menolong, tapi nyatanya suamiku tidak bisa berbuat apapun bahkan saat mengunjungi Ica... suamiku geram dengan keputusan profesor.”

Tokuro menghela napas panjang.

“Kalau aku jadi orang tua dokter karina, aku akan melakukan hal yang sama. Aku juga tidak ingin putriku mengingat hal yang menyakitkan apalagi... calon pasien kamu merupakan keponakan dokter terkenal di Indonesia, belum juga namamu berkibar di dunia Internasional kan.” Nina mengerang pelan, “Kalau dokter Karina mendengar namamu di Indonesia... bisa-bisa luka lama muncul kembali.”

Tokuro memijat keningnya dan menatap kosong dokumen-dokumen yang berserakan di atas tempat tidur. Apakah ini jalan buntu lagi?

_______

Agus sudah bersiap melindungi Karina tapi suara langkah babi itu semakin menjauh, apa salah jalan? Tidak! Tadi babi hutan itu mengejar mereka dari belakang... tapi kenapa...

Karina menarik-narik pelan celana Agus. “Babi hutannya sudah jauh.”

Agus berjongkok dan memijat pergelangan kaki Karina. “Kakimu baik-baik saja?” 

Karina mengangguk pelan sambil terengah-engah. “Ya. Aku hanya kelelahan, gak kuat lari lagi.”   

Agus duduk di samping Karina, karena lari tadi ia menjadi haus. “Sudah berapa lama ya kita di hutan?”

“Entahlah.” Jawab Karina sekenanya, wajahnya terlihat sembab. “Mungkin saja kita tidak akan keluar dari hutan ini.”

Agus menoleh, “kamu bicara apa sih?”

“Kita diculik, ada yang berusaha membunuh kita... memang kita dua kali selamat tapi kita tidak tahu yang ketiga kalinya. Kita seperti berputar-putar saja disini.” Keluh Karina.

Agus lupa. Karina seorang perempuan. Meski terlihat tangguh dan mandiri, jika dihadapkan kondisi seperti ini bertubi-tubi bisa saja menjadi down.

“Karina, tolong jangan menyerah. Kita harus segera keluar dari sini... mengabarkan keluarga kita dan menggapai impian kita.” Agus berusaha menyemangati Karina.

VET vs DOKTER PLASTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang