EMPAT PULUH ENAM (1)

1K 67 0
                                    


Agus menatap rerumputan yang bergoyang keras. Harimaukah? Ada yang berhasil mencium bau darah kesini?

Jantung Agus berdebar keras sementara tangannya berusaha merogoh sesuatu. Pistol, mana pistol? Perasaan aku naruhnya tidak jauh darisini.

KROSAK

Suara itu semakin kencang, Agus menutup kedua matanya dengan erat, badannya condong ke depan, memeluknya untuk melindungi si harimau betina itu. Insting melindungi pasiennya lebih kuat dari sikap takutnya tadi.

"Kamu kenapa?"

Agus membuka mata dan mengangkat kepalanya. Karina!

"Sudah selesaikah?" tanya Karina sambil berjongkok di depan Agus dan pasiennya.

Agus menghela napas lega. "Aku kira kamu salah satu kawanan harimau."

Karina tersenyum, "mereka tidak akan mendekat kesini kok."

"Apa?"

"Kalaupun kembali, mereka pasti akan kembali ke rumah itu, bau kita sudah steril bukan? Kamu tidak membawa bekas kotoran gajah itukan?"

Agus mengangguk. "Gila saja kalau sampai sekarang aku masih membawa kotoran selagi mengoperasi si betina ini."
Karina menunduk dan memeriksa bekas luka operasi. "Sudah selesai? Cepat sekali."

"Kamu yang lama!" Agus berkata dengan nada jengkel. "Kamu kira aku nggak takut apa, sendirian disini mengoperasi makhluk seperti ini, aku bisa dosa tahu! Bagaimana kalau aku sampai membuat dia mati?"

Karina mengusap kepala Agus. "Cup, cup... tidak apa, tidak apa."

Agus menyingkirkan tangan Karina dengan kasar. "Periksa sana si harimau, sebelum obat biusnya habis."

Karina tertawa kecil lalu mengangguk. "Siap!"

Agus menyingkir, membiarkan Karina mengambil alih tempatnya dan memeriksa si harimau betina.

"Kamu menemukan apa di dalam?" tanya Agus setelah duduk di hadapan Karina dan pasiennya.

"Banyak sekali, dan kamu tidak akan menyangka."

"Tidak akan menyangka?"

"Banyak hasil kejahatan disana, aku heran... bagaimana bisa mereka menggunakan tempat itu dengan

Tenang." Karina berbicara sambil memeriksa hasil kerja Agus. "Kerjaan kamu rapi dan bagus."

Agus mendengus kasar. "Aku dokter ahli kecantikan, hasil kerjaku harus bagus dan sempurna." Agus mengangkat kedua tangannya dengan sombong. "Tangan ini menghasilkan banyak perempuan cantik dan mau cantik!"

"Tapi itu namanya tidak mensyukuri ciptaan Tuhan." Celetuk Karina lalu menyadari kesalahannya dan menatap balik Agus. "Itu komentar yang selalu aku baca sih."

Agus memutar bola matanya. "Biasanya yang berkomentar seperti itu tidak punya uang banyak." Balasnya.

"Kata mereka, gak punya duitpun pasti gak akan mau."

"Munafik! Kamu tahukan, istri pak haji saja botox wajahnya supaya tetap tampil cantik atau memperbaiki hidungnya, sekarang apa bedanya dengan mereka yang menggunakan fitur aplikasi hape gratis supaya wajahnya lebih bersih, putih dan lonjong apalagi tidak terlihat gemuk?"

VET vs DOKTER PLASTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang