6. Kericuhan Warung Bakso

1.5K 117 0
                                    

Sekarang...

Rasa-rasanya Eshika benar-benar tak percaya bahwa dua hari yang lalu ia menikah dan hari ini ia pergi ke sekolah layaknya tak melakukan satu dosa pun. Ia tak habis pikir bagaimana bisa ia menjalani kehidupan seperti ini. Terutama ya ..., ternyata adaptasi yang ia pikir akan mudah ia jalani, berjalan dengan di luar ekspektasi. Buktinya saja tadi malam. Padahal jelas-jelas mereka tidur di kamar yang terpisah, tapi nyatanya Eshika benar-benar mendadak menderita insomnia. Nyaris jam tiga pagi dia baru tidur. Hasilnya, ia bangun kesiangan. Mengumpat pada Tama yang tak membangunkannya, walau hanya sekadar ketukan depan pintu coba.

Menikah dadakan. Insomnia dadakan. Bangun dadakan. Dan hasilnya tadi ia pergi ke sekolah tanpa sarapan. Entah mengapa, Eshika merasa hari Senin saat itu menjadi begitu mengesalkan dibandingkan dengan hari-hari Senin lainnya. Lalu, seakan belum cukup. Ketika ia ingin menenangkan diri, ia harus kembali merasakan ini? Di saat ia ingin menikmati makan siangnya bersama Velly di warung bakso langganán mereka, ia harus teringat lagi dengan kejadian menyebalkan itu. Terutama dengan wajah Tama di hadapannya.

Seorang pelayan datang. "Misi ..., ini baksonya."

Mereka berempat kompak memberikan ruang untuk pelayan tersebut menyajikan pesanan mereka. Tak butuh waktu lama untuk kemudian empat mangkok bakso tersaji di antara mereka. Asapnya yang mengepul dengan aroma yang menggiurkan membuat perut mereka semakin mendesak meminta untuk diisi.

Eshika mengulurkan tangan ke botol kecap. Tak disangka, Tama juga ingin mengambil botol kecap itu.

Velly dan Reki saling pandang. Dengan cepat, Velly mengambil botol kecap dari meja lain dan memberikannya pada Eshika.

"Ini aja, Esh."

Menjaga raut wajahnya agar terlihat tetap tenang, Eshika menarik tangannya dari bawah tangan Tama yang besar. Mengambil botol kecap yang ditawarkan oleh Velly. Tanpa kata-kata gadis itu meracik kecap, saos, dan sambal di bakso miliknya. Setelah mengaduknya hingga rata, ia berusaha untuk menikmati makan siangnya.

Diam-diam, di sebelahnya Velly melirik Eshika. Dalam hati ia meringis. Hilang sudah bayangan makan siang yang menyenangkan. Lagipula, bagaimana bisa mereka justru makan bersama Tama dan Reki? Seisi dunia juga tau kalau Eshika dan Tama tak pernah akur. Tapi, tanpa diketahui oleh Velly dan Reki, tentu saja pernikahan merekalah yang membuat Eshika dan Tama sama-sama semakin merasa kesal satu sama lain.

"Tama!"

Kunyahan mereka berhenti dengan kompak ketika terdengar satu suara gadis dengan melengking memanggil nama Tama. Mereka menoleh ke asal suara. Terlihat seorang gadis dengan rambut ikal pirang mendekati mereka. Wajahnya terlihat segar dengan usapan touch up rutin setelah bel pulang sekolah berbunyi.

Tama mengerutkan dahi ketika melirihkan nama gadis itu. "Laura ..."

Tak menghiraukan tatapan dari semua pengunjung warung bakso itu, gadis bernama Laura itu melenggang melewati tiap-tiap meja. Hingga sampai ke meja mereka.

"Tama ..., aku nungguin kamu di kelas aku, tapi kamu nggak datang-datang." Terdengar suara Laura berkata dengan irama manja yang dibuat-buat. "Ternyata kamu malah makan di sini."

Entah sadar atau tidak, Tama melirik Eshika yang terlihat menunduk pada mangkok baksonya. Membuat cowok itu tidak bisa menerka respon Eshika dengan kedatangan Laura, gadis yang telah berstatus sebagai mantan pacar Tama sejak tiga hari yang lalu.

Tama menghela napas panjang. "Aku laper, Lau. Jadi, ya aku makan."

Laura mengamati meja mereka. "But, kamu makan dengan Eshika?" tanya Laura dengan tak percaya.

Tangan Eshika yang semula akan menyendok baksonya, berhenti seketika mendengar perkataan Laura.

"Pardon?" tanya Eshika. "Makan dengan aku?"

Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang