56. Bentuk Perhatian

1.1K 71 0
                                    

Uring-uringan, misuh-misuh, kesal tidak tau judul, ehm ... rasa-rasanya sudah menjadi makanan Tama sehari-hari setelah menikah deh ya. Seperti seolah-olah takdir sedang berusaha untuk menguji kesabaran itu cowok. Ya seperti yang kali ini. Eh ... di saat bibirnya sudah menyentuh bibir Eshika, mendadak saja bel unit apartemennya berbunyi.

Bisa dipastikan ia dan Eshika sama-sama terlonjak kaget. Dan lebih arah dari itu, Eshika terlihat langsung menarik diri. Terlihat seperti orang kebingungan. Linglung. Ya kurang lebih seperti korban kejahatan hipnotis yang sering di-share di media online.

Eshika pada akhirnya memilih untuk kembali duduk di kursi dengan gugup. Jelas sekali terlihat Eshika yang gemetaran ketika berusaha meraih gelas air minumnya kembali. Ingin minum. Dan Eshika bengong malu. Karena ternyata gelas itu sudah kosong.

Tapi, eh ... melihat itu Tama mendadak jadi geli sendiri. Tanpa sadar kekehan kecilnya terlontar begitu saja.

Eshika menoleh. Menatap tak percaya pada Tama yang menertawai dirinya. Mata gadis itu dengan segera mendelik. Berusaha untuk menunjukkan wajah pura-pura marah yang sayangnya ... kali itu gagal total. Menyedihkan dan memalukan.

"I-i-itu kenapa bel bunyi?"

Tama beranjak meraih ponselnya. Menjawab lucu pertanyaan gugup Eshika. "Ya karena ada yang mincit belnya dong, Esh. Masa dia bunyi sendiri?"

Mata Eshika mengerjap-ngerjap. "I-iya .... Terus siapa yang mincit?"

Tama menunjukkan ponselnya. Tersenyum seraya mengusap kepala Eshika hingga membuat gadis itu menunduk malu.

"Mie ayam pesanan kita udah sampe," jawabnya. "Aku ambil dulu."

Tama kemudian langsung bergegas pergi ke kamarnya demi mengambil dompet dan langsung menuju ke pintu.

Sedangkan Eshika dengan refleks menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Menggeram rendah dengan wajah memanas.

Ya ampun ....

Otak aku tadi ke mana?

Apa coba yang aku pikirin tadi?

Astaga ....

Itu nekad banget nggak sih?

Eshika menggigit bibirnya. Tanpa sadar kemudian justru mengangkat jemarinya. Meraba perlahan bibirnya tadi yang tersentuh sedikit oleh bibir Tama.

Tama beneran mau cium aku!

*

Tama membuka pintu unit apartemennya. Mendapati seorang pria dengan satu bingkisan di satu tangannya.

"Berapa, Mas?" tanya Tama seraya membuka dompetnya.

Si Mas Pengantar menjawab. "Empat puluh lima ribu rupiah, Mas."

Terasa sekali bagaimana nada suara Tama terdengar sedikit tidak ramah. Walau bagaimanapun juga, ia kesal juga karena mie ayam itu datang pada waktu yang benar-benar tidak tepat waktu.

Di saat bibir aku dan Eshika udah nempel coba. Kenapa juga malah diganggu mie ayam?

Tama menarik selembar uang lima puluh ribu rupiah dari dalam dompetnya seraya tanpa sadar mengeluh. "Lain kali nggak usah ngantar cepet-cepet, Mas."

Eh, sambil menerima uang itu, si Mas bengong dong ya. Mengerjap-ngerjap.

Sejak kapan ada pelanggán yang justru protes karena pesanannya cepat sampai?

"Kembaliannya ambil aja, Mas," kata Tama kemudian. "Makasih."

Si Mas mengangguk. "Makasih juga, Mas."

Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang