15. Rasa Kesal

1.1K 79 1
                                    

[ Tama ]

[ Ingat! ]

[ Balik sekolah langsung balik! ]

[ Jangan lupa masak. ]

[ Hahahaha. ]

Eshika menggeram melihat pesan dari Tama yang masuk ke ponselnya tepat ketika bel tanda jam sekolah telah berakhir berdering. Sontak saja Eshika menoleh ke belakang, di mana Tama duduk. Dan saat ia melihat Tama, cowok itu justru menyeringai mencemooh dirinya seraya mencibir dan menggoyang-goyangkan ponselnya.

Reki menepuk punggung Tama. "Tam, ayoh!"

"Eh?" Tama menoleh. Melihat Reki yang sudah bangkit. "Ayoh!"

Ketika Tama dan Reki berjalan melintasi mejanya, Eshika hanya bisa melirik sebal pada cowok itu. Dalam hati, ia mengumpat habis-habisan. Rasa kesalnya dengan cowok itu semakin menjadi-jadi.

Velly yang melihat perubahan pada air wajah Eshika bertanya-tanya. Sedikit beringsut mendekati sahabatnya itu dan bertanya.

"Kenapa?"

Eshika hanya menggeleng. Tapi, Velly mengikuti arah tatapan tajam Eshika itu dan mendapati Tama tepat dua detik sebelum cowok itu keluar dari kelas diikuti Reki di belakangnya.

"Kamu kesel dengan Tama?" tanya Velly menebak. "Iya?"

Dengusan kesal adalah jawaban Eshika. "Bukan hanya kesal. Ini perasaan sepertinya udah komplikasi deh. Ya kesal, ya marah, ya pengen ngubek-ngubek juga."

Velly tergelak. "Kayak Tama semacam air di ember aja mau diubek-ubek," celetuk Velly. "Eh! Lagipula, logika aku sih kayaknya kali ini emang beneran kamu yang salah."

Eshika terdiam.

"Kamu juga sih. Masa jalan sampe nggak mikir balik jam berapa?" tanya Velly ngeri. "Membayangkan Mami, aku justru heran kamu masih bisa masuk sekolah hari ini. Aku pikir malah kamu udah dijadiin kambing guling lagi sama Mami."

Miris sih, tapi Eshika membenarkan perkataan Velly. Popi memang tipe ibu penyayang, sebenarnya apa pun kehendak Eshika sebisa mungkin akan Popi turuti. Tapi, jangan ditanya kalau Popi sudah marah. Membayangkannya saja sudah sukses membuat Eshika panas dingin. Lihat saja kemaren, hanya diomeli via telepon saja sudah berhasil membuat Eshika ketakutan, apalagi kalau misalnya Popi memarahinya langsung. Wah! Eshika tidak berani membayangkan hal menakutkan itu. Mengatakan bahwa dirinya akan merasakan kematian dengan nyawa yang masih ada di badan tidak akan menjadi hal yang berlebihan.

"Eh?"

Mendadak Velly mengerutkan dahinya.

"Kalau aku pikir-pikir sekarang, kok agak aneh ya?"

Eshika menoleh menatap Velly. Saat ini kelas nyaris kosong karena semua siswa telah pulang. Hanya menyisakan beberapa orang lagi di dalam, termasuk ia dan Velly.

"Aneh kenapa?" tanya Eshika menangkap raut bingung di wajah Velly.

Velly menatap Eshika serius. "Ngeliat kemarahan Mami kamu, kok kamu masih bisa sekolah ya hari ini?" tanya Velly. "Bukannya tiap kena marah kamu pasti selalu dihukum buat bersihin rumah ya?"

Mulut Eshika spontan menganga. Matanya mengerjap-ngerjap.

"Memangnya apa yang kamu lakuin sampe bisa nggak kena hukum Mami? Padahal menurut aku, perbuatan kamu kemaren itu termasuk dalam kategori parah loh untuk skala kenakalan kamu."

Eshika meneguk ludahnya. "Ah ... itu ..." Eshika berusaha memutar otaknya untuk berpikir. Dan tentu saja sulit! Lagipula, memang kebiasaan Popi. Kalau ia marah, ia selalu memberikan Eshika hukuman yang menyebabkan putrinya itu terpaksa izin sekolah. Yang mana sebenarnya itu jarang sekali terjadi.

Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang