68. Tantangan

776 75 6
                                    

"Ting tong!"

Tama dan Eshika yang sama-sama sedang mengerjakan tugas di ruang menonton sama-sama mengangkat wajahnya. Tama tampak mengerutkan dahi.

"Siapa yang datang malam gini?" tanyanya seraya ingin bangkit dari duduknya.

Tapi, Eshika menahan tangan Tama agar cowok itu tak perlu beranjak.

"Itu kayaknya kurir aku deh," jawabnya.

"Kurir? Kamu belanja?"

Eshika mengangguk sebagai jawaban pertanyaan itu. "Tadi nemu ada flash sale gitu." Ia bangkit. "Aku ke depan bentar."

Tama mengangguk saja membiarkan Eshika beranjak meninggalkan dirinya sendiri. Sementara itu, beberapa detik tepat di saat Eshika pergi, Tama mendapati ponsel Eshika berbunyi sekilas. Layarnya menyala dan menampilkan notifikasi pesan yang masuk. Dengan cepat Tama menyentuh layarnya, menarik turun layarnya sedikit untuk membaca pesan melalui pemberitahuan Whatsapp tersebut.

Alex: Esh, aku mau nanya. Ntar buat ke Puncak kamu udah ada tebengan?

Tama mengerjap-ngerjapkan matanya. Sekali menguceknya. Tapi, pesan itu tidak berubah. Membuat Tama menjadi merasakan kobaran api yang mendadak menyala di dadanya.

Ini anak beneran gigih juga ya? Padahal udah kena tampar Eshika juga. Ya ampun. Kok nggak tau malu banget sih jadi cowok.

Apa perlu aku hajar beneran baru dia mau mundur?

Detik selanjutnya telinga Tama mendengar suara pintu yang terkunci. Dengan segera ia menekan tombol power di ponsel Eshika untuk menggelapkan layarnya kembali. Ia tidak ingin Eshika tau kalau dirinya sudah membaca pesan Alex yang satu itu.

Tama pun memilih untuk berpura-pura seperti tidak terjadi apa pun dan sok fokus dengan tugasnya. Padahal seluruh saraf tubuhnya terasa bagai menegang semua, waspada dengan kehadiran Eshika.

Gadis itu duduk. Tidak menyentuh ponselnya, melainkan langsung mengambil penanya. Ia tampak melirik buku Tama.

"Ih ... udah sampe nomor sepuluh aja kamu, Tam. Padahal aku tinggal juga cuma bentar," kata Eshika.

Tama tak merespon perkataan Eshika. Dahinya terlihat berkerut. Seperti sedang berpikir. Padahal sebenarnya pekerjaan rumahnya telah selesai.

Eshika mengerjap-ngerjapkan matanya.

Bingung sejenak, tapi pada akhirnya memilih untuk meneruskan mengerjakan pekerjaan rumah miliknya.

Ehm ....

Sebelum Eshika baca pesan Alex, kayaknya aku harus memanfaaatkan situasi ini deh. Aku harus ngajak Eshika bareng aku.

"Esh!"

Seruan Tama menyebut namanya membuat Eshika yang tengah serius tampak melonjak kaget. Cewek itu mengernyit seraya memegang dadanya.

"Ya elah, Tam. Nggak usah ngagetin gitu bisa nggak?"

Tama mengulun senyum melihat wajah terkejut Eshika. "Sorry."

"Kenapa?"

"Aku mau nanya," kata Tama seraya menopang salah satu sisi wajahnya dengan menggunakan satu tangannya di atas meja. Menghadap ke arah Eshika. Kakinya yang bersila di lantai terlihat bergerak sedikit demi menyesuaikan posisi tubuhnya.

"Nanya apa?"

"Soal ke Puncak."

Masih mengerjakan tugasnya, Eshika bertanya. "Kenapa dengan Puncak? Kamu nyuruh aku nggak usah pergi?"

Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang