63. Kecupan Di Pipi

937 73 0
                                    

Tama membuka kulkas.

Setelah pulang sekolah tadi, Tama dengan sengaja mampir sebentar ke supermarket. Sekadar untuk belanja beberapa sayuran yang ia inginkan. Sementara itu karena ia sudah lapar dan menyadari kalau perutnya tidak akan bisa bertahan kalau dirinya memutuskan untuk masak, maka Tama pun akhirnya memilih untuk makan ayam geprek.

Dan cowok itu baru saja selesai makan untuk kemudian ia menyusun beberapa belanjaannya tadi. Tak butuh waktu lama, semuanya telah tersusun rapi di dalam kulkas.

Tama membuang bekas makan siangnya ke tempat sampah dan seraya mencuci tangannya di wastafel, ia termenung akan sesuatu.

Eshika pasti stres banget ya kan?

Semenjak nikah sama aku, dia harus langsung beradaptasi buat tinggal di sini.

Nggak ada orang tua, nggak ada siapa pun.

Mutlak dia harus bergantung sama aku.

Padahal sejarah hubungan kami juga akhir-akhir ini nggak terlalu bagus.

Yah walaupun kami memang saling kenal dari dulu, tetap aja.

Mendadak tinggal dengan cowok yang sebelumnya nggak pernah tinggal bersama, pasti ngebuat ia tertekan.

Dan nggak cukup dengan itu, ia justru menerima banyak hal buruk karena aku.

Parahnya lagi, abis nikah dia malah kayak yang kehilangan waktu untuk dirinya sendiri.

Sibuk ngurusin aku yang pura-pura sakit sampe lupa buat senang-senang bareng temannya.

Tama meraih lap dan mengelap tangannya hingga kering. Beberapa hari yang lalu ia begitu tertawa-tawa bisa mengerjai Eshika dengan diare pura-puranya. Tapi, sekarang entah mengapa hal itu membuat Tama justru merasa bersalah. Menyadari bahwa ia tak seharusnya melakukan hal seperti itu pada Eshika.

Aku nggak seharusnya ngebuat dia susah.

Ngebuat dia capek.

Gimana ntar kalau dia sampe nyesal nikah sama aku coba?

Kan bisa gawat persoalannya.

Tama mengangkat wajahnya.

Kalau mendadak dia menggugat cerai aku karena stres? Karena capek? Karena merasa tertekan? Ngerasa nggak bahagia?

Wah.

Mata Tama seketika saja mengerjap-ngerjap panik. Ia mondar-mandir seraya berkacak pinggang. Berpikir. Tapi, tak ada apa pun yang melintas di benaknya.

Gimana coba ngebuat dia bisa ngerasa senang tinggal bareng aku?

Biar dia nggak ada sedikit pun kepikiran buat ninggalin aku?

Kalau pun dia suka juga sama aku, tapi kalau aku nggak bisa buat dia senang ya bakal kena depak juga mah aku.

Ya dia segitu manisnya. Banyak cowok yang suka sama dia.

Namanya juga cewek. Kalau ada cowok yang bisa ngebuat dia senang lahir dan batin, ngapain juga milih hidup sama cowok yang buat dia sengsara?

Kalau cewek begok mah mungkin bisa jadi tetap milih hidup sengsara.

Tapi, kan Eshika nggak begok mah.

Tama beranjak dari dapur. Menuju ke kamarnya dan meraih ponselnya. Dengan segera mengusap layarnya. Dibutuhkan banyak keberanian untuk akhirnya Tama menekan kontak itu.

"Tama?"

Tama meneguk ludahnya. "Halo, Ma? Apa kabar?"

"Ehm .... Baik, Tam," jawab Mawar di seberang sana. "Kayaknya juga baru berapa hari deh kita ketemu, Tam. Ada apa?"

Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang