7. Sedikit Perdebatan

1.4K 113 0
                                    

"Siapa?"

Tama mengerjap-ngerjapkan matanya. Baru saja lidahnya selesai menjelaskan pada Laura bahwa dia menyukai gadis lain, langsung saja ia diberondong pertanyaan itu. Ia menatap horor pada Reki di sebelahnya. Yang di luar prediksi justru menjadi yang paling antusias untuk tau.

Reki mengelap mulutnya. "Aku cuma pengen tau aja, Tam. Selama ini kamu nggak pernah cerita soal itu masalahnya. Ini langka. Kamu suka cewek?"

"Maksud kamu, selama ini aku suka cowok gitu?" tanya Tama sengit.

"Hahaha." Reki tertawa. "Bukan gitu maksud aku. Tapi, untuk kasus kamu kan biasanya cewek-cewek yang suka kamu, bukan kamu yang suka mereka duluan."

Tama mendengus.

"Makanya, aku mau tau."

"Ya! Aku juga mau tau," desak Laura. Ia mengambil kursi yang pelanggannya telah pergi lima menit yang lalu. Menariknya dan duduk di meja mereka. "Siapa, Tam?"

"I---"

"Argh! Benar-benar deh!" rutuk Eshika memutus ucapan Tama. "Kalau kalian mau bincang-bincang, cari aja tempat lain. Buat aku nggak konsen makan aja."

Velly menyikut perut Eshika.

Tama menatap Eshika yang terlihat kesal. Gadis itu meletakkan sendoknya dan menatap pada dirinya dengan sorot sebal.

"Kenapa nggak kamu aja yang cari tempat lain buat makan?" balas Tama.

"Aku duluan yang sampe di sini," jawab Eshika. "Lagian, kamu nggak kepikiran buat ngasih makan itu anak orang? Datang-datang bukannya dikasih makan malah dimaki-maki? Emang nggak punya perasaan ini cowok."

Laura melotot. "Ngasih makan? Dikira aku semacam anak ayam?"

"Orang ngebelain eh malah marah ke aku." Eshika beralih pada Laura. "Anak ayam lagi kalau udah diusir majikannya pasti udah pergi, Lau. Lah kamu? Udah dipermalukan gini masih mau ngejar-ngejar ini Cowok Kasar Nggak Punya Otak?"

Dua orang langsung terperanjat kompak.

"Kamu mau nyari masalah, Esh?"

Eshika menatap Tama. "Yang cari masalah siapa coba? Kalian itu buat warung bakso yang damai jadi berisik. Bukan cuma aku kok yang terganggu, tapi semua pelanggán di sini. Heran ya. Jadi orang kok suka tenar dengan cara yang nggak berkelas kayak gini."

Tama mendengus. "Kenapa kamu malah nyolot?"

"Yang nyolot siapa? Aku cuma ngomong yang sebenarnya." Eshika menunjuk-nunjuk sembarang arah. "Noh! Tanyain aja ke semua yang makan di sini. Semuanya pasti setuju dengan yang aku bilang." Eshika mendengus. "Malah ngomongin aku nyolot."

"Jelas-jelas nyolot. Orang ini urusan aku sama Laura, kenapa kamu ikut campur?"

Bola mata Eshika berputar-putar. "Kalian membicarakan itu di tempat umum kali, Tam. Kalau itu urusan kalian berdua, sana! Cari tempat yang lebih privasi. Orang-orang di sini juga pada nggak mau tau tentang urusan percintaan blah blah kalian kok."

"Kenapa?" Tama menyeringai. "Kamu bukannya lagi cemburu kan? Makanya nyuruh kami pergi dari sini?"

"Huuueeek!"

Kali ini Eshika menatap Tama dengan raut horor penuh ketakutan. "Benar-benar aja. Aku? Siswi teladan mesti cemburu sama kalian? Demi kamu? Cowok playboy nggak punya otak?" Eshika menunjuk Laura dan Tama bergantian. Lalu, mendengus. "Itulah bedanya selera orang yang pake otak dan yang cuma pake mata."

Tama menggeram. "Kamu cari masalah beneran ya, Esh."

"Kamu yang mulai duluan. Pake acara ngomongin aku cemburu segala." Eshika mengipasi wajahnya. "Ha ha ha. Stres."

Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang