Ketika Tama melajukan mobilnya untuk meninggalkan pelataran villa itu, hampir semua orang melihat kepergian mereka di ambang pintu. Membuat bisik-bisik terdengar.
"Ya nggak salah Tama juga sih sebenarnya. Kalau ada apa-apa sama Eshika ya otomatis yang dicari duluan ya dia."
"Tapi, kan kita sama nggak tau kalau Eshika segitunya nggak bisa berenang."
Dan mendengar itu, Velly memutar tubuhnya. Tangannya bersidekap ketika berbicara dengan suara yang cukup lantang untuk ukuran cewek semungil dirinya.
"Ya ... ada gitu loh yang ngakunya suka sama Eshika, tapi hal semacam apa yang nggak bisa Eshika lakukan aja nggak tau. Herman deh. Selama ini suka yang diperhatiin apa? Jumlah jerawat di muka dia?"
Perkataan Velly membuat wajah Alex merah padam. Oh, jelas sekali dong cewek itu tengah menyindir dirinya.
"Vel ...," lirih Bima lelah. Terlihat sekali kejadian itu membuat ketua kelas itu menjadi frustrasi. "Udah dong. Kan nggak sengaja."
Velly mendelik. "Iya. Ntar kalau ditanyain Malaikat pas di kubur, bilang aja nggak sengaja," rutuk gadis itu. "Yang rencananya mau happy-happy, malah hampir ngebuat Eshika mati."
Mungkin Velly akan terus mengoceh panjang lebar, bagaimana pun juga wanita memang lebih emosional. Ingatan Eshika yang tak bernapas beberapa saat tadi masih membayang-bayang di benak Velly. Membuat ia ketakutan. Lalu, ia merasakan tangannya di genggam seseorang.
Reki menariknya.
"Kita jalan aja yuk? Nyari makan di luar."
Velly mengerjap. Tak bisa menolak ketika Reki benar-benar mengajak dirinya pergi dari sana.
*
Tama nyaris frustrasi ketika membawa mobilnya menyusuri jalan. Padat dan ia pun baru teringat bahwa libur hari terjepit itu membuat beberapa hotel dan penginapan menjadi penuh. Di sebelah, ia melihat Eshika yang tampak tidur-tidur ayam. Terlihat begitu lelah.
Lalu mata Tama menangkap ada satu hotel di ujung jalan. Membelokkan mobilnya, Tama berdoa di dalam hati agar masih ada kamar untuk mereka menginap. Setidaknya untuk malam itu.
Tama mengusap rambut Eshika. Membuat gadis itu membuka matanya. Menatap Tama dengan sayu.
"Aku lihat ke dalam bentar. Mudah-mudahan aja masih ada kamar," kata Tama.
Eshika tak membalas perkataan Tama, melainkan hanya mengangguk pelan.
Tak membuang waktu lebih lama lagi, Tama bergegas membuka sabuk pengamannya dan keluar. Setengah berlari, ia masuk. Membalas sekilas senyum satpam yang dengan sopan mempersilakannya untuk masuk. Ia melangkah langsung menuju ke resepsionis.
"Selamat malam, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"
Tama langsung bertanya. "Ada kamar kosong, Mas? Dua."
Resepsionis dengan papan nama kecil di baju seragamnya yang tertulis Faisal itu tersenyum. "Sebentar, Pak, saya cek dulu."
Tama mengangguk. Berharap dengan cemas.
Lalu Faisal mengangkat wajahnya. "Yang kosong tinggal satu kamar lagi, Pak. Dan itu pun sebenarnya cancel-an dari Traveloka. Gimana, Pak? Mau?"
"Tipe apa ya, Mas? Twin room?"
"Maaf, Pak. Ini double room."
Tama sedikit merenung.
Tipe yang nyaris sama secara harfiah, tapi tentu saja sangat berbeda kenyataannya. Membuat cowok itu meneguk ludah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah Tapi Menikah "FIN"
RomanceJudul: Sekolah Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Manis (16+) Status: Tamat Cerita Pertama dari Seri "Tapi Menikah" ****** "BLURB" Sekolah tapi sudah menikah? Eshika Veraria tidak pernah bercita-cita seperti itu. Tapi, ketika Mami harus melanjutkan...