36. Penjernih Suasana

943 75 0
                                    

Eshika merasa darah di atas kepalanya benar-benar mendidih.

Ah, bagus kamu ya, Tam.

Udah nyuruh aku beliin kamu bakso, eh kamu malah enak-enakan pelukan sama Tere di depan unit.

Kenapa cuma di depan pintu hah?

Bawa situ masuk dalam unit kamu.

Pelukan pelukan deh sepuas kamu.

"M ...bak?"

Eshika melengos saja. Tak menghiraukan Inayah yang berjaga di meja resepsionis yang menyapa dirinya. Membuat wanita berparas teduh itu mengerutkan dahi.

"Nggak biasanya Mbak Eshika kayak gitu."

Melampiaskan rasa kesalnya, Eshika berjalan dengan semakin menghentak-hentakkan kakinya. Mungkin biar merasa seperti sedang menginjak-injak badan Tama dan Tere kali ya.

Kamu liat aja, Tam.

Kamu pikir omongan aku kemaren cuma omong kosong?

Aku bakal beneran ngomong ke Mama.

Awas aja.

Tangan Eshika terulur ketika ia sudah di tepi jalan raya. Menghentikan laju satu taksi. Membuka pintunya tanpa basa-basi. Duduk dan menyebutkan alamat tujuannya.

Sepanjang perjalanan, Eshika melihat ponselnya.

Lihat!

Dia bahkan nggak ada ngubungi aku?

Hah!

Bagus deh! Bagus!

Dengan kesal, Eshika lantas memasukkan ponselnya ke dalam tas sekolahnya. Ia mengatupkan mulutnya rapat-rapat. Wajahnya yang memerah menjadi bukti jelas kalau dia memang sedang menahan amarah yang siap meledak saat itu juga.

Sekitar dua puluh menit kemudian, Eshika tiba di rumah Mawar. Ia membayar taksi itu dan turun. Sejenak ia hanya memandangi pagar tinggi yang mengelilingi rumah Tama. Ketika ia mendekati pintu pagar, terlihat penjaga pos yang kaget melihat dirinya.

"Loh? Mbak Eshika?"

Eshika tersenyum ketika satpam yang bernama Restu itu membuka pintu untuknya. "Mama ada, Pak?"

Restu mengangguk. "Ada kok, Mbak. Nyonya ada di dalam."

"Makasih, Pak. Aku masuk ya."

"Iya, Mbak. Silakan."

Tak menunggu lebih lama, Eshika pun masuk ke rumah besar itu. Ia celingak-celinguk dan mendapati seorang asisten rumah tangga menghampiri dirinya.

"Eh, Mbak pengantin pulang ke rumah mertua."

Eshika nyengir kaku mendengar godaan itu. "Eh, Mbak Tari. Mama di mana ya?"

"Nyonya di dapur, Mbak," jawab Tari. "Kayaknya lagi mau siap-siap masak buat makan malam."

"Oh ...." Eshika manggut-manggut. "Aku ketemu Mama dulu ya, Mbak."

"Iya, Mbak."

Eshika kembali melangkah. Berjalan menuju ke dapur. Bahkan ketika Eshika belum tiba di sana, suara Mawar yang sedang bercakap-cakap dengan asisten rumah tangganya terdengar.

"Ma ...."

Eshika langsung menghampiri Mawar dan memanggil mertuanya itu. Seketika membuat Mawar menoleh dan melepaskan pisau di tangannya.

"Eh, ada Eshika!" seru Mawar. "Astaga. Kok mendadak datang, Esh?"

Eshika mencoba untuk tersenyum, walau kaku. "Emang nggak boleh ya, Ma, aku datang mendadak?"

Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang