65. Efek Cinta

970 72 0
                                    

Napasnya terasa sedikit tertahan ketika Tama memeluk dirinya, namun mendadak terasa bebas kembali. Tepat ketika Tama benar-benar menarik dirinya. Mengurai pelukan yang ia berikan pada Eshika.

Sejenak Eshika terpana melihat wajah semringah Tama di hadapannya. Walau baru bangun tidur, tetap saja. Tama benar-benar membuat ia terpesona. Dan Tama masih tersenyum di hadapannya.

Eshika menarik napas, lalu mengembuskannya perlahan.

"Tam ...," lirihnya pelan.

"Iya?"

Eshika lantas merasa geli. Hingga membuat Tama bingung.

"Eh? Kenapa?"

"Aduh ...." Eshika menarik napas lagi sebelum menatap Tama lucu. "Aku tadi nggak minta peluk kok."

"Eh?" Dahi Tama mengernyit. "Nggak minta peluk gimana ceritanya? Orang jelas-jelas kamu tadi merentangkan tangan gitu."

"Hahahahaha." Eshika tertawa. "Sebenarnya, tadi itu aku mau menghadang kamu biar kamu nggak bisa ngambil roti di island."

Wajah Tama membeku.

"Eh, malah kamu ngiranya aku mau minta peluk." Eshika menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Mencegah tawanya yang ingin semakin meledak.

Sontak saja perkataan Eshika yang satu itu membuat warna merah menjalari wajah Tama. Membuat ia mengelam malu.

"Yang bener?" tanya Tama salah tingkah.

"Hahahaha."

Eshika mengusap matanya yang basah. Air mata tanpa disadari terbit karena dirinya yang tertawa terbahak-bahak.

Aduh!

Tama malu sekali.

Tapi, ketika Tama bermaksud untuk memutar tubuh dan melarikan diri ke kamarnya, eh mendadak saja Eshika meraih tangan Tama.

Gadis itu maju.

Menengadahkan wajah demi bisa menatap mata Tama.

Lantas, di luar dugaan, Eshika justru memeluk Tama untuk beberapa saat lamanya. Membuat Tama membeku jiwa raga. Terutama ketika didengarnya Eshika berkata di atas dadanya.

"Kalau kamu mau peluk aku, ya peluk aja. Nggak perlu nunggu sampe aku ngomong."

Tama tersenyum lebar.

Kedua tangannya yang sempat terjuntai di sisi tubuh, seketika mendadak kekuatannya kembali. Bergerak dan kedua tangan itu balas memeluk Eshika. Mengusap punggung gadis itu berulang kali.

Entah berapa lama mereka seperti itu.

Di dapur, saling berpelukan.

Dan saling merasa bahwa pagi itu benar-benar awal yang sempurna.

*

Bu Hilda melihat buku tugas yang telah terkumpul di atas meja. Ia tampak melihat satu per satu tugas tersebut. Merasa aneh dan sangsi, guru Bahasa Indonesia itu menurunkan kacamatanya. Tampak menatap Tama yang tengah mengerjakan tugas, lalu kembali melihat tugas yang telah Tama kumpulkan.

"Tama."

Tama sontak mengangkat wajahnya. "Iya, Bu?"

"Sebenarnya saya akhir-akhir ini memang sering mendengar guru-guru membicarakan kamu di ruang guru."

Wiiih!

Kelas mendadak langsung riuh. Semuanya menyoraki Tama. Membuat cowok itu bingung dan heran.

"Tapi, yaaah." Bu Hilda mengembuskan napas panjang sebelum lanjut berkata. "Kamu kan memang sering jadi bahan pembicaraan guru-guru."

Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang