21. Pelayanan Ekstra

1.5K 86 3
                                    

"Adudududuh! Pelan-pelan dong, Esh. Dikit aja perut aku berguncang, bisa-bisa jebol di tengah jalan ini."

Eshika menggeram. Tapi, tetap saja ia berhati-hati ketika memapah Tama menyusuri lorong. Ia tak ingin mengambil kemungkinan harus membersihkan kotorán Tama di tengah jalan. Iiiih!

Perlahan, Eshika membuka pintu apartemen. Di dalam, Tama mengaduh-aduh seraya terduduk di lantai.

Eshika mengembuskan napas panjang.

Ini anak diare kok bisa sampe segininya sih?

Tapi, mencoba untuk tetap sabar, Eshika dengan cepat melepas sepatu dan kaos kakinya. Ia melihat Tama yang tampak kesulitan. Bahkan untuk sekadar menarik lepas tali sepatunya.

"Sini," kata Eshika kemudian.

Tama mengangguk pelan. Diam-diam ia mengamati bagaimana Eshika yang dengan perlahan melepas sepatunya. Gadis itu terlihat mengernyit ketika harus melepaskan kaos kaki Tama. Melihat itu, Tama menahan napasnya. Soalnya ia khawatir kalau-kalau tawanya akan meledak.

Ehm ...

Lumayan juga sih ngeliat Eshika kayak gini. Hahahaha.

"Haaah!"

Eshika mengembuskan napas panjang ketika meletakkan sepatu mereka ke raknya. Ia mengulurkan tangan pada Tama.

"Hayo ke kamar!"

Tama menyambut uluran tangan Eshika. Dan gadis itu menggeram saat berupaya membantu Tama berdiri. Tetap berusaha sambil membawa dua tas ransel, Eshika memapah Tama masuk ke dalam kamarnya.

Pelan-pelan, Tama duduk di tepi tempat tidurnya.

"Aduuuh..."

Eshika kembali mengembuskan napas panjang. Menarik sapu tangan di saku seragamnya dan mengelap peluh di wajahnya. Lalu, ia menyadari bahwa Tama pun berkeringat seperti dirinya.

"Kamu pasti capek bolak-balik ke toilet ya?" tanya Eshika dengan rasa bersalah. Lantas, ia mengusap keringat di wajah Tama. "Kamu sampe keringatan gini."

Tama diam.

Eshika mengamati wajah Tama. Mengelap di rahang pria itu dan ketika naik ke pelipis, ia mengerjapkan mata saat tatapannya beradu dengan tatapan Tama.

Untuk beberapa saat, Eshika tertegun. Tapi, sejurus kemudian ia menarik tangannya.

"Pe-perut kamu masih mules?"

Tama mendehem. Mengangguk. "Ya masihlah."

"Ya udah. Kamu istirahat aja dulu. Biar aku masak buat kamu," kata Eshika.

Tama kembali mengangguk. "Tapi, sebelum masak, ini bantuin aku dulu."

"Bantuin?" tanya Eshika. "Bantuin apa?"

Tama menyentuh seragamnya. "Ya kali aku istirahat pake seragam."

"Oooh," lirih Eshika. Tapi, matanya kemudian melotot. "Eh? Maksud kamu apa?"

"Ih! Dasar pikiran!" rutuk Tama. Ia menarik turun leher seragamnya. "Lihat nih lihat! Aku selalu pake kaos oblong di dalam seragam!"

Eshika mengerucutkan mulutnya. Cemberut. Dengan misuh-misuh, ia mengulurkan tangan. Membuka kancing-kancing seragam Tama.

Pelan-pelan, Eshika mengeluarkan tangan Tama dari lengan seragam. Lalu, mungkin karena Eshika terlalu letih siang itu, entah sadar atau tidak, ia justru berkata.

"Celananya juga, Tam?"

"Eh?!"

Tama seketika beringsut seraya memegang pinggang celananya tepat ketika Eshika berjongkok. Mata Eshika mengerjap. Mukanya terasa panas.

Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang