29. Di Luar Dugaan

1.1K 83 0
                                    

Gimana ya ngomongnya?

Tapi, harus jujur juga sih.

Sebenarnya sepanjang pelajaran hari itu, Eshika tidak benar-benar memerhatikan pelajaran sebagaimana biasanya. Selama pelajaran berlangsung, diam-diam ia kerap kali memeriksa ponselnya. Hingga Velly yang duduk di sebelahnya sempat terpikir ide untuk menghitung berapa kali Eshika mengecek ponselnya. Tapi, detik selanjutnya Velly mengenyahkan ide kurang kerjaan itu. Dan sebenarnya, beruntung. Beruntung saja Velly tidak benar-benar ingin merealisasikan idenya itu. Karena kalau ia sampai benar-benar melakukannya, entahlah. Sepuluh jari tangan Velly dijamin kurang untuk menghitung berapa kali Eshika mengecek ponselnya selama jam pelajaran terakhir hari itu.

Dan memang bukan tanpa sebab sih ya sampai-sampai Eshika terus menerus mengecek ponselnya. Melainkan untuk melihat apakah Tama mengirim pesan padanya atau tidak. Tapi, sepanjang pelajaran terakhir berlangsung tidak ada satu pesan pun pesan dari Tama yang masuk di ponselnya. Jadi, ketika bel tanda kegiatan sekolah telah berakhir, seketika saja Eshika mengirim pesan pada Tama.

[ Tama ]

[ Tam .... ]

[ Kamu nggak apa-apa kan di rumah? ]

[ Nggak pingsan kan ya? ]

Selagi menunggu balasan pesan dari Tama, Eshika dengan cekatan merapikan buku-buku pelajarannya. Memasukkannya dengan rapi ke dalam tas ranselnya, begitu pula dengan alat tulisnya.

Sejurus kemudian, satu notifikasi pesan baru masuk. Eshika segera membukanya dan mendapati kalau pesan itu dari Tama.

[ Tama ]

[ Nggak apa-apa kok. ]

[ Aman aja. ]

[ Aku nggak pingsan. ]

Mengembuskan napas lega, Eshika kemudian memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku seragamnya. Di sebelahnya, Velly hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Eshika. Dan sahabatnya itu memilih untuk tidak membuang waktu percuma dengan menanyakan siapa teman chatting Eshika dari tadi. Lagipula, Eshika tidak akan memberitahu dirinya. Dan dari pada itu, Velly justru menanyakan hal lain.

"Esh ..., beneran nih nggak pergi ke Gramedia?"

Eshika menoleh seraya bersiap akan menyandang tas ranselnya. "Maaf, Vel. Kalau kalian mau pergi ya nggak apa-apa sih. Kalian bisa pergi. Tapi, kalau aku beneran nggak bisa pergi. Tama nggak ada soalnya."

Velly mengembuskan napas panjang. Tidak bisa berkomentar apa pun untuk hal yang satu itu. Toh, mau gimana juga itu kan memang perintah Popi. Sudah tentu dong Eshika tidak mau membantah omongan orang tuanya sendiri.

"Ehm ...." Velly mendehem seraya berpikir. "Tapi, kalau makan bakso bentar di depan gimana? Mau?"

Eshika menoleh pada Velly.

"Kayaknya nggak bisa, Vel," kata Eshika dengan suara yang menyiratkan rasa penyesalan.

"Eh, kenapa? Kan bentaran doang?"

"Bukannya apa, Vel. Tapi, aku memang harus buru-buru balik. Ada yang mesti aku kerjain di rumah."

Velly memegang tangan Eshika. "Bentaran doang kali, Esh. Paling juga sekitar setengah jam. Mumpung hari Jum'at. Warung bakso bakal sepi jam siang gini."

Tapi, dengan berat hati Eshika mengembuskan napas panjang. Melepaskan tangan Velly yang memegang tangannya. "Sorry ya, Vel. Lain kali kita makan dan aku janji aku yang traktik. Hari ini aku benar-benar harus balik cepat. Aku duluan ya?"

"Eh, ta---"

Ucapan Velly menggantung di udara, tepat ketika Eshika memutuskan untuk berlari meninggalkan Vellya yang terbengong-bengong di mejanya. Hingga kemudian tampak Alex menghampiri gadis itu.

Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang