51. Yang Tak Disadari

947 74 0
                                    

"Nggak nginap aja nih?"

Reki bertanya ketika dilihatnya Tama tampak bersiap-siap. Selesai dari membasuh wajah dan menyisir rambut ala kadarnya, ia terlihat ingin berpamitan. Tama mengangguk sekilas pada sahabatnya itu.

"Mau balik aja."

Reki menyeringai dan geleng-geleng kepala. "Tanggung balik, Tam. Ini juga udah jam sembilan. Nginap di sini aja. Kayak yang baru kali ini aja nginap sini. Ehm ... sekalian bantu aku buat tugas Bahasa juga nggak apa-apa."

"Enak aja!" tukas Tama yang disambut oleh gelak tawa Reki.

"Eh, tapi beneran, Tam. Ini udah malam banget kalau kamu mau balik gini. Ck. Ngapain juga coba. Mending nginap sini aja."

Tama menarik napas panjang. Kalau ingin benar-benar menuruti emosinya, Tama ingin sekali menginap di rumah Reki. Yaaah, terutama karena selasai makan malam dan menikmati cemilan, mata Tama juga mendadak berat sih. Tapi, tetap saja. Ia memikirkan Eshika sendirian di rumah. Kalau ada apa-apa dengan dia bagaimana? Seemosi apa pun dirinya sekarang pada gadis itu, tetap saja. Ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Eshika.

Cowok itu kembali menggeleng. "Nggak ah. Kapan-kapan aja aku nginap. Lagian besok juga mau sekolah gimana? Aku nggak bawa seragam dan sepatu."

"Ehm ... bener juga." Reki manggut-manggut mendengar alasan penolakan Tama.

"Udah ya! Aku balik!" seru Tama kemudian seraya keluar dari kamar Reki. Dan Reki juga tidak merasa perlu mengantar cowok itu untuk pulang.

Sepanjang perjalanan pulang, pikiran Tama kembali terbayang-bayang oleh Eshika. Terutama karena setelah Reki menceramahi dirinya habis-habisan tadi.

Ck.

Kamu mudah ngomong kayak gitu, Ki. Soalnya bukan kamu yang ngalamin ini semuanya. Coba kalau kamu yang ngalamin. Potong telinga deh kalau kamu nggak pusing juga kayak aku sekarang.

Satu tangan Tama mengusap dagunya.

Tapi, sisi otak Tama yang masih berpikir seketika merenungi perkataan-perkataan Reki. Yah, merasa ada satu dua hal yang benar sih. Tidak semuanya.

Cuma ya itu ....

Kenapa aku jadi marah-marah ke dia nggak jelas gini sih? geram Tama. Ya bukannya apa, tapi rasanya benar-benar nggak enak, sumpah, pas Eshika lebih milih buat dengerin omongan Alex ketimbang omongan aku. Padahal selama ini bilangnya nggak suka ama itu cowok, tapi masih aja dengerin omongan dia. Kayak yang nggak klop gitu omongan sama perbuatannya.

Tama mendengus.

Tau rasa kan karena hampir kejadian dicium Alex nggak permisi? Makanya, udah aku bilangin masih juga nggak dengerin. Untung kemaren juga kejadiannya di tempat umum. Sedikit banyak pasti Alex mikir buat benar-benar maksa kamu, Esh. Kalau sampe itu kejadian di tempat lain ....

Argh!

Mendadak saja ada api yang seolah-olah tiba-tiba menyala dan membakar di dalam dadá Tama. Membuat ia menggeram mengingat hal itu. Tapi, selintas kemudian sesuatu terbayang di benaknya.

Ngomong-ngomong soal ciuman, apa aku nggak ada bedanya sama Alex ya? Maksudnya, aku juga cium Eshika nggak pake acara pamit.

Kepala Tama menggeleng. Membantah pemikiran yang satu itu.

Eshika itu istri aku. Aku mau cium dia juga nggak masalah.

Lagipula karena aku suami dia, jelas dong ya alasan aku jadi marah ke dia sekarang ini.

Huh!

Udah, Tam, udah.

Lagian kan tadi di video Reki juga udah terlihat kalau Eshika nolak dia. Jadi, udahlah ngamuk-ngamuknya.

Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang