4. Tinggal Bersama

2.3K 118 1
                                    

"Apa?!!!"

"Apa?!!!"

Eshika dan Tama kompak berseru menggunakan kata yang sama dan sama-sama bangkit dari kursinya. Dan ketika menyadari hal itu, keduanya saling pandang sejenak. Lantas memilih untuk duduk kembali ke kursi masing-masing. Yang pertama bicara kemudian adalah Eshika.

"Mi ..., perjanjiannya kemaren nggak kayak gini loh."

Tama pun terpaksa harus membantu Eshika. "Mama juga nggak ada ngomong apa-apa soal ini kemaren."

"Kemaren Mami cuma bilang kalau aku dan Tama udah nikah, Tama bakal sering-sering ngecek aku. Kalau ada apa-apa, aku harus bareng Tama. Cuma itu."

Tama mengangguk. "Iya, Ma, Pa. Aku udah nyanggupin buat ngejaga Eshika. Bakal antar jemput dia, juga bakal nganterin dia ke mana-mana. Pokoknya kecuali dia tidur, aku bakal bener-bener ngecek dia siang malam."

Eshika dan Tama kompak meneguk ludah bersamaan.

"Tapi, nggak ada pembahasan soal tinggal bersama."

Ketiga orang tua itu, seraya masih menikmati sarapannya, malah tampak tersenyum ringan seolah tanpa dosa.

Popi berkata. "Mana yang masuk akal. Setelah menikah tinggal bersama atau tinggal berpisah?"

Eshika dan Tama sama-sama kembali meneguk ludahnya.

"Mi," lirih Tama. "Tapi, Mama dan Papa kemaren ngomongnya aku tetap tinggal di apartemen aku. Sedangkan Eshika tetap tinggal di sini. Di rumah ini."

Di sebelahnya, Eshika mengangguk-angguk.

Berat menerima, tapi saat ini Eshika mau tak mau harus membantu Tama. Kejadian langka ini tentu saja tidak akan terjadi dua kali. Mau bagaimanapun juga, berakhir dengan tinggal satu atap bersama Tama adalah kiamat. Eshika jelas tidak menginginkan hal itu. Dengan berat hati, kali ini ia harus mendukung Tama agar ia selamat.

"Iya, Mi. Mami nggak ada ngomong soal ..." Eshika meneguk ludahnya. "... tinggal bersama."

"Itu benar," kata Irawan kemudian. "Semula kami memang nggak kepikiran kalian harus tinggal bersama. Tapi, setelah kami merundingkan dan melihat keakraban kalian malam tadi ..."

Eshika dan Tama sontak saling menatap. Sorot mata mereka menyiratkan kebingungan yang sama.

Keakraban malam tadi?

Bagian mana dari malam tadi yang terlihat sebagai bentuk keakraban?

"... sepertinya kalian memang harus tinggal bersama."

"Lagipula, itu bagus untuk kamu, Tam. Biar kamu ada temen untuk belajar. Siapa tau nilai kamu bisa naik di tahun terakhir kamu sekolah ini. Eshika kan jadi siswa teladan terus di sekolah."

Tama rasa-rasanya ingin mengubur dirinya hidup-hidup karena perkataan Mawar. Walau tak sebagus nilai Eshika, tetap saja Tama masih bisa dikatakan memiliki nilai yang bagus.

"Dan Mami juga nggak kepikiran buat ninggalin kamu sendirian di rumah segede ini, Esh," kata Popi. "Lagi kita tinggal berdua aja rasanya kayak menakutkan gitu tinggal di sini. Apalagi kalau sendirian coba? Ntar kalau mendadak listrik padam tengah malam, terus kamu mau ke kamar mandi gimana? Ya kali nelepon Tama biar datang cuma buat nemeni kamu ke kamar mandi."

Wajah Eshika seketika memerah mendengar perkataan panjang lebar Popi. Malu sudah ia dikatakan ibunya sendiri seperti itu.

Popi menarik napas, tersenyum geli. "Karena itu makanya kemaren Mami udah nyuruh orang buat masang iklan rumah ini."

"What?!"

Popi tersenyum dengan enteng. "Rencananya, siang ini ada orang yang mau ngeliat. Kan lumayan duit sewanya bisa untuk pemasukan tambahan."

Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang