16. Sedikit Pembalasan

1.1K 89 2
                                    

Ketika Tama pulang sore itu, ia menyadari bahwa perutnya bergemuruh. Dan itu membuat ia bingung seketika. Bukannya apa, tapi tadi siang selepas pulang sekolah, sebelum ia dan Reki pergi ke distronya, mereka menyempatkan diri untuk makan terlebih dahulu. Jadi, ya sebenarnya keadaan perut Tama sekarang bisa dikatakan telah terisi. Jadi, kenapa sekarang terdengar bunyi-bunyi riuh dari perutnya?

Ehm ... mungkin karena aroma wangi yang menggugah selera itu.

Tama segera melepas sepatu sekolahnya dengan tergesa. Masuk dan melangkah cepat menuju dapur hanya untuk terbelalak kagum.

"Wah!"

Tama mengitari meja makan kecil yang telah penuh dengan makanan itu. Tanpa basa-basi, cowok itu menaruh tas sekolahnya di lantai dan menarik kursi. Duduk di sana dengan mata yang berkilat-kilat melihat aneka makanan di sana.

Ia mengangkat wajah. Menatap Eshika yang mengenakan celemek tengah meniriskan tahu isi yang baru saja ia angkat dari penggorengan. Lantas, ia memadamkan kompor.

"Ini baru istri teladan!" puji Tama memberikan tepuk tangan dua kali pada Eshika. Sedang cewek itu akan melipat wajahnya berkerut-kerut menanggapi pujian Eshika.

Tak menghiraukan Eshika yang tampak cemberut ketika melepas celemek dari tubuhnya, Tama mengulurkan tangan untuk mengambil sepotong pastel. Tanpa basa-basi, Tama segera menggigit gorengan yang menggugah selera itu.

Eshika menatapnya dengan sorot mata menunggu. Dan beberapa detik kemudian terdengar seruan panik Tama.

"Argh!"

Tama melotot pada Eshika. Dengan cepat berdiri dan membuka pintu kulkas untuk mengambil sebotol air mineral. Ia meminum air dingin itu dengan mata berkilat-kilat kesal pada Eshika.

"Kamu sengaja?"

Eshika mencibir. "Itu resep baru. Zaman sekarang orang suka dengan makanan serba granat. Bakso granat, sampe gorengan granat."

"Kamu ...," geram Tama seraya menjulurkan lidahnya yang kepedasan. Kembali meminum air, Tama terbatuk-batuk. "Berani ya kamu ngerjain aku."

Eshika membanting celemeknya. "Aku nggak bakal ngerjain kamu, kalau bukan kamu duluan yang nyari masalah!" balas cewek itu.

Tangan Tama berkacak di pinggang. "Aku lagi yang salah?"

"Coba kita lihat ke belakang," kata Eshika balas berkacak dan menengadahkan wajahnya saat menatap Tama. "Siapa yang mulai ini semua?" Jari telunjuknya menekan dadá Tama. "Kamu, Tam. Kamu yang mulai ngerjain aku dan ngebuat hidup aku nggak tenang."

Bibir Tama terasa berkedut karena penghakiman Eshika. "Oke!" aku Tama. "Tapi, coba kita lihat ke belakang." Tama dengan sengaja membeo perkataan Eshika. "Kapan sih terakhir kali aku ngerjain kamu? Udah lama. Pas masih kelas 1 dulu."

Eshika mengatupkan mulutnya.

"Lah sekarang?" tanya Tama. "Jelas-jelas kan kamu duluan yang ngerjain aku?" Tama menyipitkan matanya. "Pada dasarnya aku ini suka pedas loh, Esh. Kamu letakin cabe rawit berapa buah hah dalam itu pastel?"

Eshika tak menjawab. Apa Tama akan menggantung dirinya kalau tau sebenarnya isi pastel itu adalah tumisan cabe rawit?

Ih!

Membayangkannya saja sudah membuat Eshika gemetaran seluruh tubuh. Ya gemetaran karena membayangkan rasa tumisan cabe rawit di pastel. Ya membayangkan balasan Tama.

Tama mendehem dengan irama. "Ehm ... berarti jangan salahin aku ya kalau ntar-ntar aku balas kelakuan kamu ini."

Eshika menoleh, tapi masih tak mengatakan apa pun.

Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang