61. Rasa Pengertian

918 64 0
                                    

Eshika berusaha untuk mengingatkan dirinya sendiri. Jangan lupa bernapas. Jangan mentang-mentang dirinya syok setengah mati lantaran pertanyaan dari Velly, membuat ia lupa untuk bernapas. Kan bisa gawat dong ya.

Fyuuuhhh ....

Eshika kembali berusaha menenangkan dirinya dengan menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan lama serta perlahan. Berusaha agar ia tidak terintimidasi oleh aura detektif Velly yang mendadak muncul untuk menginterogasi dirinya di pagi hari. Rasa-rasanya Eshika berpikir dirinya akan pingsan sebentar lagi.

Glek.

Tapi, jujur saja.

Pertanyaan Velly yang satu itu benar-benar tidak terduga oleh Eshika sedikit pun. Eshika tidak mengira kalau Vellya akan menanyakan hal itu.

Ya ampun.

Emang bener sih.

Dulu aku emang pernah ngomong ke Velly kalau aku lagi naksir seseorang.

Tapi, astaga!

Gimana bisa Velly nebak kalau cowok yang aku suka itu Tama?

Mana syok ditanya, eh syok lagi dengan tebakannya yang benar.

Eshika menggigit bibir bawahnya. Berdoa dalam hati. Semoga Tuhan memberikan pertolongan pada dirinya.

Velly mengerutkan dahinya. Tatapannya tidak lepas dari kedua bola mata Eshika yang tampak resah. Sedang gadis itu sendiri terlihat dalam mode keukeuh menunggu jawaban untuk pertanyaannya. Menampilkan mode yang tidak akan menyerah sebelum mendapatkan apa yang ia inginkan. Dan itu membuat Eshika benar-benar tidak berdaya.

Tuhan, tolonglah hamba-Mu ini.

Dan sepertinya takdir memang masih berbaik hati pada gadis itu. Pertolongan pun seketika datang berupa kehadiran guru mereka yang tiba di ambang pintu. Suara yang berat menyapa seisi kelas.

"Selamat pagi semuanya."

Terdengar suara Pak Seno masuk ke dalam kelas. Tepat ketika Eshika meneguk ludahnya dengan gemetaran, khawatir kalau ia benar-benar akan diinterogasi oleh Velly. Seketika saja Eshika mengucapkan syukur di dalam hati.

"Maaf, tadi Bapak pikir Bapak ngajar di sebelah pagi ini," sambungnya yang langsung mendapat gelak tawa dari seisi kelas.

Fyuuuhhh ....

Eshika mengembuskan napas lega seraya mengucapkan syukur di dalam hati.

Memanfaatkan momen itu, Eshika berusaha untuk melepaskan diri dari tatapan penuh selidik Velly. Bagaimanapun mungilnya tubuh Velly, tetap saja. Eshika merasa ngeri setiap kali ditatap setajam itu oleh sahabatnya itu.

Benar-benar menakutkan.

Dan sekarang, karena kehadiran Pak Seno maka otomatis saja perbincangan mereka tadi harus tertunda. Kan tidak mungkin mereka berbicara selagi Pak Seno yang terkenal galak mengajar di depan kelas.

Tapi, sejurus kemudian ketika Pak Seno masih sibuk menyiapkan buku dan perlengkapan mengajarnya di atas meja, Eshika mendapati tangannya ditarik Velly.

"Belum jawab pertanyaan aku," delik cewek itu pada Eshika.

Eshika mengerjap sekali. Menyadari betapa kegigihan Velly terkadang memang bisa membuat orang menjadi ketakutan. "Kita udah mau belajar coba. Nanti kita dimarah Pak Seno. Mau kamu kalau kita dihukum disuruh berdiri di depan kelas?" tanya Eshika. "Kalau aku sih ogah, Vel. Cukup sekali nama aku tercoreng sampai ke ruang BK. Aku nggak mau buat masalah sama Pak Seno jug."

"Ehm ...." Velly bersidekap di depan dada, mau tak mau menyetujui perkataan Eshika yang satu itu. Bagaimana pun juga, Velly juga tidak ingin dihukum Pak Seno hanya gara-gara berbicara selama kelas tengah berlangsung. "Oke. Kalau gitu kita ngobrolnya ntar pas udah pulang sekolah aja."

Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang