40. Pencuri Ciuman

1.4K 83 5
                                    

"Esh .... Kayaknya ini makin malam deh. Kita masuk yuk?"

Setelah beberapa lama dalam keheningan, akhirnya Tama kembali bersuara. Ia sedikit menoleh pada Eshika yang bersandar pada dirinya. Tangannya yang mengusap lengan atas Eshika berhenti. Mengguncang lembut gadis itu dengan perasaan yang mendadak berubah menjadi waspada karena tak ada respon dari Eshika.

"Esh ...?"

Mata Tama mengerjap. Gawat!

"Eshika ...."

Kali ini Tama sedikit menurunkan wajahnya pelan-pelan. Lalu ketika ia melihat wajah Eshika, matanya terpejam dramatis.

Loh kok malah tidur?

Tama menarik napas dalam-dalam. Mengembuskannya dengan terlalu panjang.

Ini berarti aku dari tadi tuh kayak yang lagi nimang anak kecil gitu? Sampe dia ketiduran gini?

Celingak-celinguk, Tama memandang sekitar. Hening. Tidak ada tanda-tanda akan adanya keberadaan seseorang. Meraba saku celananya, Tama mengumpat.

Sial! Ponsel aku tinggali di kamar.

Tama berusaha sekali lagi untuk membangunkan Eshika.

"Eshika ..., bangun yuk?" tanya Tama. "Kita pindah ke kamar."

Mata Tama berkedip-kedip menyadari ucapannya barusan.

Kita pindah ke kamar?

Glek.

Maksud aku ya bukan gitu juga, Tuhan.

Tama menarik napas dalam-dalam. Jantungnya terasa berdegup kencang. Dan itu seketika membuat ia panik.

Nanti Eshika bangun gara-gara dengar suara debar jantung aku lagi.

Untuk beberapa saat kemudian, Tama akhirnya memilih diam sambil menunggu keajaiban. Siapa tau Eshika akan terbangun. Eh, ternyata yang ada malah tambah nyenyak.

Tama mengangguk sekali. Menyadari bahwa dirinya tidak memiliki pilihan lain selain menggendong Eshika untuk masuk ke dalam.

Maka dengan penuh kehati-hatian, Tama sejurus kemudian bangkit seraya menggendong Eshika. Wajah gadis itu terlihat begitu lelap dalam tidurnya.

Mungkin kecapekan gara-gara marah sama aku seharian ini, pikir Tama lucu.

Menjaga agar langkah kakinya teratur dan tidak terlalu mengguncang tubuh Eshika, Tama beranjak masuk ke rumah. Pelan-pelan memanggil seorang asisten rumah tangga yang kebetulan berpapasan dengannya di lantai bawah untuk mengikuti dirinya ke atas. Asisten rumah tangga tersebut membantu Tama membuka pintu kamar Eshika. Termasuk menyikap selimut yang menutupi kasur di kamar tersebut.

"Makasih, Mbak," kata Tama kemudian.

Tak menghiraukan asisten rumah tangga tersebut, Tama lantas pelan-pelan membaringkan tubuh Eshika di atas kasur. Terdengar lenguhan kecil gadis itu ketika tubuhnya telah terbaring dengan nyaman di sana.

Tama bangkit. Mengembuskan napas panjang. Dan ketika ia berencana untuk keluar, matanya melotot melihat bagaimana pintu kamar yang telah tertutup.

Wah!

Dikira aku bakal tidur di sini bareng Eshika?

Glek.

Lalu, Tama memutar tubuhnya. Menatap Eshika yang terbaring dan menyadari dirinya menjadi sesak napas dengan cara yang membuat tubuhnya bergetar.

Matanya mengerjap.

Kalau aku buka pintu, terus keluar, kira-kira bakal nganggu tidur Eshika nggak ya? Ehm ... sepertinya sih ada kemungkinan kayak gitu.

Sekolah Tapi Menikah "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang