Angin musim dingin menyapa ketiga eksistensi yang tengah berada di balkon unit apartemen tertinggi. Jaket tebal terpasang dengan apik tubuh mereka.
"Sooyoung, duduklah. Udaranya dingin"
Yang dipanggil menoleh lalu segera ikut duduk di sofa panjang bersama dua teman yang sebelumnya sudah duduk saling menyender.
"Sial. Rasanya aku jadi penganggu waktu kalian berdua" gerutu gadis berambut pendek itu. Mata tajamnya melirik penuh permusuhan.
Kim Dokja tertawa singkat, di sebelahnya ada Yoo Jonghyuk yang menggenggam tangannya.
"Kau bisa pulang jika kau mau"
Kalimat bernada datar itu membuat urat kekesalan Han Sooyoung muncul, tapi tentu saja ia tau itu hanya gurauan.
Hari ini ketiganya berkumpul untuk menginap di apartemen Yoo Jonghyuk, karena besok mereka akan datang ke tempat di mana Yoo Mia di makamkan.
"Orang yang sudah meninggal memang sulit untuk dilupakan, apalagi jika orang itu sangat berharga. Tapi orang yang masih hidup harus tetap hidup. Jangan menyalahkan dirimu dan hapus ekspresi itu, tidak cocok sama sekali dengan tampangmu"
Han Sooyoung mendekat, ia mengusap- ah bukan, mengacak rambut Yoo Jonghyuk sampai tidak berbentuk. Tidak seperti hari-hari biasanya, Yoo Jonghyuk diam saja. Perasaan nyaman menyelimuti hatinya. Walaupun tidak ada satupun orang di dunia ini yang punya hubungan darah dengannya, tapi ia punya dua manusia bodoh yang akan terus berada di sisinya apapun kondisi yang ia alami.
"Aku percayakan selanjutnya padamu" ucap gadis itu pada Kim Dokja sebelum keluar dari kamar bernuansa hitam. Ia akan tidur di ruangan yang lain agar Kim Dokja bisa menjalankan perannya.
Keduanya terdiam cukup lama sambil menatap butiran salju yang turun dari langit. Saat ini adalah saat paling rawan bagi Yoo Jonghyuk, dan setelah memikirkan dengan hati-hati Kim Dokja membuka suaranya.
"Orang berkata jika ada seseorang yang meninggal, jiwanya akan terbagi menjadi partikel-partikel yang sangat kecil dan terlahir kembali menjadi cahaya di langit"
Yoo Jonghyuk yang biasanya pendiam menjadi lebih pendiam. Ia menatap langit dan Kim Dokja secara bergantian. Kalimat bernada lembut itu seperti sebuah symphony yang diputar hanya untuknya.
"Jangan terlalu larut dalam kesedihan. Kamu masih punya jalan yang panjang, kamu juga ingin memperlihatkan versi terbaikmu pada Yoo Mia kan?"
"Kim Dokja, kamu tidak tau. Karena aku, Mia menghilang dari dunia ini"
Kalimat itu bernada datar namun ada yang berbeda daripada hari biasanya. Sayangnya, Kim Dokja tidak bisa melihat ekspresi Yoo Jonghyuk karena matanya tertutup oleh rambut yang jatuh sepenuhnya.
"Semua yang terjadi bukanlah salahmu. Kamu sudah melakukan yang terbaik. Kakak paling berhasil di dunia ini adalah kamu"
Perlahan Yoo Jonghyuk menoleh, menatap lurus pada mata jernihnya. Dia tidak mengatakan apapun, tapi Kim Dokja tau apa yang tengah dia rasakan. Karena ia juga pernah merasakannya. Melihat orang yang hanya mereka punya menghilang dari dunia tepat di depan mata.
Dan semua itu pasti berakar pada menyalahkan diri sendiri. Lalu kalimat 'Jika saja aku...' terulang ratusan kali yang sebenarnya tidak dapat mengubah hal yang sudah terjadi sedikitpun.
Kim Dokja menggigit bibir bawahnya sendiri, "Mia juga pasti menginginkan kakaknya bangkit lagi"
Lalu sebuah senyum menenangkan terbit di bibirnya. "Ayo tidur, sunfish"
Yoo Jonghyuk bangkit tanpa menjawab. Ia masuk ke dalam kamar mandi dan setelah keluar beberapa tetes air jatuh dari wajahnya. Lalu bergabung dengan Kim Dokja yang sudah duduk di atas tempat tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
best buddies [ORV FANFICTION]
FanfictionPokonya cerita YooHanKim dan Jongdok. Ada slight crossover Solo Leveling sama Lout of the Count's Family MENGANDUNG SPOILER NOVEL!!