20

1.4K 55 6
                                    

Pagi itu aku duduk sendiri di depan rumah, termenung memikirkan adek adekku yang ngambek semalam. Kopiku kubuatkan sendiri.

Ana tidak bangun untuk membuatkan sarapan. Rein masih tiduran walaupun sudah bangun ketika aku melongokkan wajahku melihatnya.
Dia malah membelakangi aku.
Aku tidak mau mengganggunya.

Kucoba melihat ke terasnya bang Anser kali aja ada di rumah buat teman curhat. Ternyaya tidak ada. Hari libur biasanya penjualan mereka meningkat karena karyawan karyawan banyak yang belanja.

"Nak Rain, libur kan? Datang ya ke tempat Om" bunyi WA Om Morgantoro.

"Maaf Om, hari ini ada urusan keluarga" jawabku.

"Kapan bisa datang. Besok ya, kan masih libur" balasnya.

"Lihat hari ini ya Om ada acara apa tidak"

"Kapan pun kamu datang, Om akan senang"

Ada apa sih sama om Morgan??? Sepertinya ingin sekali aku ketempatnya. Aku bertanya dalam hatiku.

Hp ku berbunyi lagi, video call tante Hanna.

Kudiamkan. Aku gak mau adek adekku semakin memusihi aku hanya karena nafsu sesaat.

Hampir satu jam an aku duduk sendiri, Ana dan Rein masih dalam kamarnya. Kuputuskan untuk membeli lontong sayur dan nasi uduk buat sarapan adekku.

Kusiapkan dalam piring. Kupandangi piring yang kutaruh nasi uduk diatasnya. Serta lontong sayur dalam ringkop. Entah mana yang mereka suka. 1 bukngus lagi nasi uduk dan lontong sayur dalam plastik tidak kubuka.

Akupun mencoba membangunkan Rein.
Kudekati dia di atas tempat tidur. Kubelai rambutnya dan kuelus elus lengan bahunya.

"Rein, adekku!! Bangun sayang. Abang dah siapin sarapan buat kamu dan Ana" kataku mencoba membangunkan.
Tapi Rein tidak bergeming.

"Rein, abang minta maaf. Abang bukan bermaksud membuat kamu tersakiti adekku" kataku. "Abang sayang kalian" lanjutku.
Kurasakan tubuh adekku bergerak tapi seperti menangis. Kubalikkan badannya, tapi dia menolak. Rein menangis. Maka dengan berani kupeluk dia dan kuciumi kepalanya.

"Maafkan abang adekku" kataku dengan air mata dipipiku. Sudah lama aku tidak bersedih begini, tapi karena ulahku, aku harus menanggung kesedihan karena pikiranku tertuju ke Ayah dan Ibuku. Ingat mereka saat aku bersedih Ayah dan Ibukulah yang memelukku.

Kini, tempat itu aku yang menggantikan untuk adekku Rein.

"Abang menangis?" Rein membalikan tubuhnya melihatku.

"Enggak dek. Abang tidak menangis" kataku

"Maafin Rein bang. Rein sudah kasar sama abang." Katanya.
Aku menggeleng sambil menyeka air yang menetes dipipiku.

"Dari bangun tidur, abang mencoba merenungkan kata kata yang abang ucapkan semalam. Ternyata abang salah. Kalian berdua memang prioritas utama abang" kataku.

"Bang, mulai sekarang, Rein mencoba memahami abang. Bang Rain juga harus memikirkan diri abang. Nikah. Berkeluarga. Itu yang Rein pikirkan dari semalam. Tak pantas Rein menuntut perhatian lebih sedangkan abang juga sudah melupakan diri abang untuk menikah"

"Enggak Rein. Kamu dan Ana masih tanggungjawab abang"

"Abang boleh bertanggungjawab sama kami. Tapi abang juga harus mempertanggungjawabkan hidup abang" kata Rein.

"Selama kamu masih sekolah sayang, abang masih mikirin kamu"

"Berapa tahun lagi bang? Berapa tahun lagi Rein sekolah, apa selama berjalannya tahun itu abang harus tetap sendiri?. Enggak bang. Rein merasa sudah cukup umur untuk memulai menerima hidup Rein. Rein tidak akan ganggu bang Rain lagi."

𝐇𝐀𝐍𝐘𝐀 𝐒𝐄𝐁𝐀𝐓𝐀𝐒 𝐊𝐄𝐏𝐔𝐀𝐒𝐀𝐍 (BISEX)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang