62

749 54 14
                                    

Bunyi telponku memecah ruang makan pada malam itu ketika aku, Rein dan Ana sudah duduk menghadap makanan di meja kami.

"Calon mertua Ana" kataku setelah melihat layar hp ku.

"Angkat bang"pinta Ana.

"Jangan didiemin aja bang"Rein menimpali.

"Abang terima di luar ya"kataku. "Kalian makan duluan"

Aku keluar dan menerima panggilan dari Om Ozhrill.

"Hallo Om" ucapku."Selamat malam"

"Kalian ada dimana?" Suara Om Ozhrill agak meninggi.

"Pelan Om, santai" kataku. Ketika aku melihat ke depan sambil menelpon, aku melihat Glend.

Konsentrasiku sedikit terganggu, karena aku heran Glend tidak dengan Hindarto bersama keluarganya.

"Kami ada di luar kota Om. Ada acara"jawabku.

"Di luar kota? Dimana?"

"Ba...li Om"kataku pelan

"Hah!!! Bali?. Hebat kamu ya. Om yang sudah rencana kau abaikan begitu saja"

"Om, Rain bisa jelasin"

"Tidak usah berdebat. Katakan di mana di Bali. Kuta, Ubud, Kintamani, atau dimana. Cepat katakan"

Tidak segera kujawab pertanyaan Om Ozhrill, karena Hindarto dan istrinya sudah bersama dengan Glend. Aku tidak melihat Glend balik lagi tadi ketika dia datang.

"Maksa gitu ya Om. Kalau Rain tidak mau bilang, ada masalah?"jawabku. Hindarto sudah ada didekatku. Kumainkan tanganku meminta dia agar masuk ke Resto "Resto Pak, Ana dan Rein ada disana"bisikkku menjauhkan hp dari mulutku.

"Rain!!!. Maaf..maaf. Om hanya merasa, kamu sebegitunya ingin menjauhi Om. Om hanya ingin dekat dengan kalian"

"Nanti. Setelah Ana dan Zuno sudah menikah. Itu juga kalau benar benar jodoh"

"Rain, sudah seberapa dalam Om ini menyakiti perasaanmu Rain. Apa karena Om ini suka sama kamu, lalu kamu ingin bermain main begitu"

"Bu...bukan begitu Om. Rain hanya menjaga jarak agar tidak terlalu tersakiti nantinya kalau Ana dan Zuno gagal dalam hubungan mereka"

"Sekarang katakan kalian ada dimana. Hanya ingin tahu saja dan berapa lama"

"Di Kuta Om. Hotel Se****. Selasa pagi kami pulang"

"Ok. Terima kasih kamu sudah mau menerima telpon Om" katanya dari seberang sana dan menutup hpnya.

Aku masih berdiri ditempat ku memikirkan Om Ozhrill yang nekad. Aku masih ingat kata katanya akan merayakan Ulang Tahun Ana hanya dengan keluarga karena ulah saudara saudaranya dan saudara istrinya.

"Bang!!!. Ditunggu sama Om Hindar tuh" kehadiran Rein membuyarkan lamunaku terhadap Om Ozhrill.

"Iya iya. Ayo kita masuk"kataku membimbing adekku memegang bahunya.

Memasuki Resto Hotel, kulayangkan pandanganku ke seluruh ruangan. Di pojok sana, Hindarto duduk dekat dengan Glend. Akrab berbincang bincang. Ku hampiri mereka.

"Loh kenapa belum makan?"tanyaku karena melihat makanan belum ada yang disentuh.

"Menunggu abang kata Om Hindar" Ana yang menyahut.

Mataku melihat mata Hindarto, Glend memperhatikan.

"Harusnya gak usah nunggu. Kelaparan jadinya. Ayo makan" kataku meraih sendok disamping piringku.

Keseriusanku menyantap makanku, karena aku masih memikirkan Om Ozhrill apakah dia akan nekad datang atau tidak. Kalau datang, apa yang akan aku perbuat nanti. Karena aku yakin dengan seribu satu alasan, dia akan membawaku entah kemana.

"Hoiii!!! Serius amat makannya. Gak tengok kanan kiri" tegur Hindarto.

"Lapar"sahutku singkat.
Glend dan istri Hindarto tersenyum.

"Lapar sih lapar, ingat teman juga kali"timpal istrinya. Aku hanya cengengesan hambar mendengarnya.

"Oh ya, habis makan kita menikmati malam Bali ya. Jalan jalan"usul Glend. "Saya mau bawa kalian melihat lihat Bali di malam hari" lanjutnya.

"Saya rasa tidak bagus buat anak kecil. Tuh lihat si Alif."kataku menunjuk anaknya Hindarto. "Udah lemes. Ngantuk"
Hindarto dan istrinya saling melihat.

"Tidurin disini aja ya mas. Dikamarnya Ana"pinta istri Hindarto.

"Boleh...boleh. Ayo ke kamar Ana." ajak Ana. Rein yang satu kamar dengan Ana melihatku.

"Nanti di kamar abang tidurnya"kataku pelan. Rein mengangguk.

"Kalian kalau mau jalan jalan, silahkan aja ya. Biar hari ini saya stay dulu besok kami ikutan. Jalan jalan di siang hari"kata istri Hindarto.

"Ana..." kataku.

"Gak papa bang. Besok juga bisa. Kan masih dua hari lagi disini" jawab Ana. "Biar Ana sama tante nemanin Alif" lanjut Ana.

"Rein ikut ya bang"pinta Rein. Aku mengangguk.

"Kalau begitu kita pergi sekarang" kata Glend. Aku benar benar menjaga perasaan karena Rein ada bersama kami.

"Rein, kamu didepan ya dekat mas Glend" Hindarto menyuruh Rein. Rein melihat ke aku. Glend yang mendengar itu tidak jadi buka pintu mobil. Dia melihat ke Hindarto. Aku sangat mengerti.

"Rein, dibelakang saja sama abang"kataku

"Didepan saja. Biar bisa nanya nanya."Protes Hindarto.

"Pak Boss, Glend itu baru ketemu sama boss, mungkin dia ingin bincang bincang"kataku.
Hindarto balik melihat ke Glend.

"Ya To. Saya masih ingin cerita cerita" balas Glend.

Hindarto masih sempat sempatnya meremas tanganku sebentar ketika dia mau membuka pintu mobil.

"Ayo Rein"kataku. Mobil belum dihidupkan oleh Glend. Aku melihat dari belakang tatapannya ke Hindarto sedikit aneh. Ada rasa kecewa disana.

"Jalan Glend" Hindarto melihat ke samping.

Aku dan Rein asyik berbincang tentang foto foto yang jepretnya di pantai tadi sore.

Hindarto seperti tidak ada semangat. Aku meminta mas Glend untuk berhenti di Legian saja.

"Mas Glend, enggak usah jauh jauh ya. Kita di Legian aja. Rein mau beli pulsa sama kuota mas" kataku walaupun Rein tidak meminta. Soalnya aku bisa melihat sudah ada aplikasi sosmed di layar hpnya. Biar Rein bisa upload upload gambar gambarnya.

"Oh gitu mas. Boleh"jawab Glend.

"Kita jalan jalan menyusuri Legian aja ya mas"kataku.

Jalan Legian menuju Seminyak agak ramai dengan wisatawan.

Aku menarik tangan Rein menuju toko counter hp dengan harapan mereka bisa mengobrol.
Aku yakin antara Glend dan Hindarto terlibat hubungan emosional.

"Nanti kita ketemu disini ya. Saya dan Rein mau lihat lihat sebentar" kataku.

Dengan tidak dibantah oleh Hindarto kata kataku, ku yakinkan diriku, antara mereka ada hubungan. Jelasnya aku belum tahu.

Dari jarak 20 meteran aku memalingkan wajahku. Kulihat mobil sedang di putar arah balik.

"Rein, kamu beli sendiri pulsanya, abang mau ke mobil bentar mau ajak Om Hindar biar ikut sama kita"alasanku meninggkan Rein. "Jangan kemana mana, abang segera datang"pesanku.

Aku sedikit berlari menuju ke arah mobil dengan mengendap dari balik mobil mobil yang terparkir disana. Aku melihat perbincangan mereka dari belakang mobil pengintaianku.

Jelas terlihat oleh mata kepalaku sendiri, Glend menarik tubuh Hindarto dan....mereka berciuman. Aku mundur teratur bersembunyi dibelakang mobil yang terparkir. Serasa terbakar hatikut.

Kenapa disaat aku memikirkan dua orang pria yang hadir di hidupku selalu saja berakhir dengan kecewa. Om Ozhrill dan Hindarto, yang sempat menyumpal kepalaku, kini.....

Aku berjalan lunglai menemui adekku Rain. Jalan Legian Bali menjadi saksi layunya rasa yang hendak kubuka untuk Hindarto.

༺★★★༻





𝐇𝐀𝐍𝐘𝐀 𝐒𝐄𝐁𝐀𝐓𝐀𝐒 𝐊𝐄𝐏𝐔𝐀𝐒𝐀𝐍 (BISEX)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang