47

871 63 16
                                    

"Dan perlu kalian ketahui, keluarga kami tidak pernah mengemis untuk dibelikan oleh siapa pun. Tapi Zuno, dia yang telah membuat kami mengenal dunia kalian. Besok akan Rein kirimkan apa yang telah diberikan oleh Zuno. Status sosial, itu yang akan kalian bicarakan kan" Rein berapi api.

"Harus itu. Keluarga kami terhormat" sanbungnya.

"Henriq" Teriak Maminya Zuno.

"Kak, biasanya orang miskin mendekati orang kaya ada maunya" ada lagi yang menyeletuk.

Kali ini Ana yang angkat bicara.

"Maaf, saya tidak pernah berfikir akan dipermalukan seperti ini. Ini orang tua ini, yang datang datang ke gubuk kami untuk menerima anaknya Zuno yang sekarat karena Ana menolaknya. Kemiskinan bagi kami adalah kekayaan yang bisa membentengi kami untuk menjaga harkat dan martabat" kata Ana sambil meludah.
"Ludah yang Ana keluarkan tidak akan pernah Ana jilat lagi. Dan kamu Zuno, cari perempuan yang sepadan dengan kamu" kata Ana menarik tangan Rein.

"Ana....Ana..."teriak Zuno

"Plakkkk" tangan Ana menampar pipi Zuno. "Puas kamu membawa kami kesini untuk kamu permalukan" kata Ana dan berbalik mengambil Kue Ulang tahunnya dan melemparkannya ke wajah Zuno. "Ingat, jangan pernah mengusik keluarga kami" kata Ana yang diikuti Rein ke ruang rias untuk mengganti gaunnya.

Aku berjalan lesu menuju ruang rias Ana.

"Rain...Rain..."kata Om Ozhrill. Tinjuku melayang di perutnya.

"Jangan pernah permainkan keluargaku, Anjing" kataku.

Saudara saudaranya mendorongku hingga terjatuh.

"Biadap kau orang miskin"teriak mereka.

"Lebih sampah kalian dari pada aku. Mengaku orang terhormat, tidak punya sopan santun," kataku sambil bangun dari jatuhku.

Aku melangkah ke ruang rias ternyata Rein dan Ana sudah didekatku.

"Ayo bang"kata Ana.
Zuno berteriak teriak memanggil Ana sambil menangis. Kami tidak perduli lagi.

Kami bertiga keluar dari rumah mewah itu agak menjauh sambil kupesan mobil online untuk kami tumpangi.
Kami terdiam sambil menunggu mobilnya.
Tidak ada tangisan lagi. Kurangkul kedua adekku. Aku tersenyum.

"Pelajaran berharga sudah kita dapatkan dek" kataku. "Lupakan semuanya, kita songsong masa depan kita. Kuliah, itu yang tepat buat kamu adekku" kataku ke Ana.

"Iya bang. Tidak ada pacar pacaran. Cukup sudah rasa sakit hati ini" kata Ana.

"Dan Adekku si pengacara ini, harus tercapai cita citanya" kataku memeluk adekku si pintar bicara Rein.

"Rein janji bang, tidak akan merendahkan harga diri Rein" katanya.

Mobil yang aku pesan sudah didepan kami. Dan akan mengantar kami ke rumah masa depan kami. Home Sweet Home.

Handphonku yang berbunyi berkali kali tidak pernah ku lihat entah siapa yang menelpon.

Pikiranku hanya satu, tidak akan mengulang kembali suatu kesalahan dalam pergaulan.
Pergaulan dengan yang setaraf dari kita, baik tingkat ekonomi dan sosial mungkin lebih baik daripada bergaul dengan tarafnya diatas kita.

Berkaca!!! Iyah Aku harus berkaca untuk membangun suatu komunikasi dengan mereka mereka yang jauh di atas kita.  Berfikiran positif. Aku yakib tidak semua orang orang yang memiliki harta kekayaan seperti saudara saudara Zuno. Tidak Semua.

"Bang" panggil Rein. "Baaang...." lagi dia memanggi dan mengguncang bahuku.

"Aaap....aaa...apa Rein" kataku

"Rein tahu, abang pasti mikirin orang orang kaya tadi" katanya. "Rein hanya usul, apa yang diberikan Zuno ke kita, dikembalikan aja bang. Membuat sakit hati"lanjutnya.

"Ya bang, Ana tidak mau jadi bayang bayang hidupnya Zuno. Cukup sudah kejadian tadi" Ana menimpali.

"Menurut abang juga begitu. Sampai di rumah, tugas Rein melakukannya. Jangan sampai ada yang tertinggal" kataku.

Perasaan yang sudah terluka, dengan kata kata 'Jangan kecantikanmu kau jadikan untuk mengambil harta' terngiang kembali di pikiranku.

Harusnya mereka bisa mengingatkan Aku dengan halus,  memanggil aku atau Ana dan berbicara apa adanya, bukan menghakimi.

****

"Bang....bang....ada Om Virdan"kata Ana melihat dari kaca mobil saat mobil On Line kami hampir tiba di depan rumah.

Aku dan Rein  mengarahkan pandangan kami ke mahluk yang berdiri disana.

"Kalian langsung masuk. Biar abang yang melayani. Abang capek ini, ingin mandi lalu istirahat" kataku.

"Iya bang" sahut adekku bersamaan.

Mobil tumpangan kami sudah berhenti di depan rumah kami. Sapaan tetanga yang masih ada di depan rumah mereka kami layani dengan baik.

Ana dan Rein turun bersamaan.

"Eehhh Ana, Rein. Dari mana, Cantik dan ganteng gini" sapa Virdan, saat aku membayar ongkos mobil kami.

"Dari pesta Om. Kami masuk dulu ya, capek"kata Rein.

"Iya ...iya..silahkan" jawab Virdan.

Setelah membayar mobil On Line kami, kudekati Virdan dan bertanya.

"Ada apa Vir, kok malam malam datangnya" kataku.

"Bisa bicara di mobil enggak sebentar Rain. Sebentar saja" pintanya.

"Boleh. Tapi hanya sebentar ya"kataku. Virdan mengangguk dan berjalan ke arah mobilnya kuikuti dia.

"Masuk Rain" dia yang membuka pintu mobilnya untukku.
Aku pun masuk. Dan Virdan buru buru masuk.

"Bicaralah"kataku.

"Saya tahu Rain, telpon, Wa yang tidak kamu respon itu semua karena kejadian waktu itu. Saya menderita Rain. Saya merindukanmu" katanya menunduk.

"Maaf Virdan. Kalau hanya untuk mbicarakan itu, Rain rasa, kamu sudah cukup tahu apa yang akan aku katakan sama kamu. Jadi percuma kamu datang kemari hanya untuk itu"

Virdan meraih tangan kananku danegang dengan ke dua tangannnya.

"Rain, saya tidak bisa melupakanmu. Aku mencintaimu, Rain" katanya dengan wajah mendung.

Kutumpangkan tangan kiriku diatas tangannya. Aku tersenyum.

"Terima kasih kalau kamu mencintai ku, Virdan.  Dan Rain sangat berterima kasih, sudah mendapat pelajaran berharga dari hubungan kita selama ini. Walaupun setiap momen, kamu yang menginginkan aku. Kejadian kemaren itu, membuat aku mengerti apa arti sebuah hubungan bagi kaum Gay."

"Maksudmu kamu masih mau menemui aku Rain?"

"Tidak Virdan. Aku tidak menginginkannya. Dunia ku tidak bisa mengikuti langkahmu Virdan. Kamu manusia bebas, sementata aku, belum begitu mengenalnya. Aku masih ada benteng yaitu adek adekku"

Virdan ingin memelukku, tapi kutolak dengan tangan kananku.

"Carilah orang yang bisa memberikanmu kenikmatan Virdan. Bukan aku orangnya. Jujur Rain katakan, selama ini kamu lah yang selalu menginginkannya. Disaat aku ingin sedikit curhat, ternyata kamu sama orang lain. Aku tidak bisa Virdan. Bukan karena cemburu, bukan. Semata hanya tidak bisa mengikuti saja"

"Raiiinnn....Saya ingin seperti kemaren kemaren yang kita lalui"

"Ajaklah orang lain,Virdan. Maaf, aku cape mau istirahat."kataku membuka pintu mobilnya. Dia juga keluar dan menghalangi ku.

"Berikan Saya kesempatan kedua Rain"

"Maaf Virdan, kita bukan pacaran. Tidak penting kesempatan yang kamu minta. Aku tidak ada rasa sama kamu. Sekali lagi, Rain minta maaf. Silahkan pulang Virdan, dan aku mohon dengan sangat jangan ganggu hidup kami" kataku dan pergi meninggalkannya.

Mumeeeetttt jarene sirahku. Baru saja di hina, datang lagi masalah. Good bye aja dah semuanya.

⌘⌘⌘⌘


𝐇𝐀𝐍𝐘𝐀 𝐒𝐄𝐁𝐀𝐓𝐀𝐒 𝐊𝐄𝐏𝐔𝐀𝐒𝐀𝐍 (BISEX)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang