78

627 53 9
                                    

Hari demi hari aku lalui seperti biasa. Tidak ada pengganggu lagi setelah kuputuskan untuk tidak menerima lagi Om Ozhrill. Demikian juga Hindarto. Tidak ada paksaan lagi dalam bercinta.

Aku bisa leluasa mengawasi usahaku di sore hari hingga malam sepulang kerja.

Di kantor, Hindarto sepertinya bisa menjaga jarak. Mungkin dia sudah punya pria pria lain. Hanya dia yang tahu. Aku tidak pernah mengusiknya selain urusan kerja.

Dalam kurun waktu dua minggu itu boleh dikatakan aku juga tidak munafik membutuhkan saluran biologis ku. Kalau aku di telpon atau di WA siapaun mereka, aku hanya melampiaskan hasratku ke Tante Hanna dan temannya yang kupilih. Itu aku lakukan karena mereka yang menghubungi.

Tapi ketenangan ku terganggu juga oleh Hindarto sendiri.

"Rain, lu tega bener ya bikin gua menderita" katanya suatu sore ketika mau pulang.

"Menderita? Menderita apaan?"

"Gua gak pernah lu perhatiin. Tatapan mata gua ke lu, harusnya lu bisa memaknai"

"Udah deh To. Lu bisa nyari di luaran sana. Ngapain lu harus ke gua. Gua lagi gak mau sex sex an."

"Benar kan kata gua. Kesepakatan yang lu buat hanya menjauhkan gua"

"Gua gak menjauhi lu To. Gua emang lagi gak minat. Kalaupun gua on fire, gua ngocok To. Onani"

"Bilang aja lu gak mau lagi ama gua"

"Jangan mulau meLankolis dah To"

"Gua  mau To. Mau ama lu. Gua ingin pelukan lu, ciuman lu dan..."

"Gua lagi impoten. Maaf gua harus pulang" kataku.

"Rain, bentar aja"
Aku keluar meninggalkannya.
Tak kupikirkan lagi Hindarto. Yang ada dibenakku ku saat ini adalah usahaku.

Kupacu motorku agar cepat sampai di rumah agar ganti pakaian dan meluncur ke cafe.

"Ana. Rein kemana dek" kataku karena biasanya Rein menyambutku ketika tiba di rumah.

"Gak tau bang. Tadi ada."

"Jangan sampai dia ke Cafe. Hari biasa dia tidak boleh ke sana. Belajar yang penting buat dia"

"Mungkin ke rumah temannya bang. Minum kopi dulu bang"

"Rein. Jangan bikin khawatir kamu dek ku"gumamku.

Aku masuk kamarku untuk ganti.  Setelah rapi ku hubungi cafe untuk menanyakan apa Rein ada disana.

"Lagi melayani tamu pak boss. Tamu tamu maunya Bang Rein yang layani"

"Hadoooohhh....Rein...Rein...Ok Bapak segera ke sana"kataku dan menutup telpon.

"Ana...Ana..."

"Iya bang. Kamu bilang Rein tidak ke cafe, dia ada disana. Udah abang bilang, sekolahnya tidak boleh terganggu"

"Maaf bang. Nanti Ana bilangin"

"Iya sudah. Kamu di rumah. Abang ke cafe. Pulang gak usah ditunggu"

"Iya bang. Hati hati"
Rein adikku, aku mengapresiasi kamu bantu usaha abang dek, tapi sekolahmu yang utama. Kamu gimana sih...otakku ter arah ke adekku.

Tiba di cafe aku melihat Rein sedang melayani tamu. Aku khawatir bila ada tamu pria yang suka sama adikku. Terus terang hanya ini yang membuatku gundah. Jangan lah dia seperti aku. Kuaku, ketampanan adikku Rein melebihi aku. Ini yang membuat aku khawatir.

Selesai melayani tamu, ku dekati adikku.

"Rein, pulang sayang. Belajar"bisikku.

"Bang, lagi ramai ini. Rein bantu bantu"

𝐇𝐀𝐍𝐘𝐀 𝐒𝐄𝐁𝐀𝐓𝐀𝐒 𝐊𝐄𝐏𝐔𝐀𝐒𝐀𝐍 (BISEX)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang