25

1.2K 63 9
                                    

Setelah kepergian Om Ozhrill dan Zuna, aku segera mandi. Ana sudah memasak di dapur. Sedangkan Rein masih di teras.

Aku tidak tau apa yang dipikirkan atau direncanakan. Aku tau sifatnya. Keras. Itu kata yang tepat buat Rein. Soal berdebat, aku pasti kalah. Kepintarannya setingkat diatas ku kalau berbicara. Itu yang aku kagumi dari adekku yang satu ini.

"Rein, ngapain di luar sayang. Mandi gih!" kusuruh dia mandi agar tidak kelupaan.

"Bentar lagi bang" sahutnya. Aku pun ke kamar untuk ganti pakaian.

Rein masih di tempat duduknya ketika aku keluar dari kamarku. Kudekati lagi dia.

"Heii...ada apa. Lagi mikirin apa adekku huhh"

"Tinggal sebentar lagi kak Ana tinggal di rumah ini bang." sedihnya.

"Lohh kan belum jadi. Ayahnya Zuna aja masih ingin lebih kenal dengan Ana. Kita tidak tahu Ana akan diambil jadi mantu Om Ozhrill. Orangnya aja kaya gitu"

"Kalau boleh memilih sih bang, seandainya nih, seandainya kak Ana jadi istrinya Bang Zuna, mereka boleh gak sih tinggal disini."

"Itu seandainya keinginanmu yang dituruti. Tapi, seandainya juga nih Rein, seandainya kakakmu tinggal sama mereka, emang kenapa. Sudah hukumnya, seorang suami membawa istrinya."

"Rein masih belum bisa terima bang, kalau kak Ana cepat menikah. Tapi...."

"Tapi kenapa. Kalau Ana tidak cepat nikah, menjadi beban buat abang gitu...?"

"Maaf bang. Jangan marah napa. Ini kan ngobrol bang".

"Abang gak marah Rein. Kemaren itu abang kecewa atas sikap kalian yang ambil tindakan sendiri. Terus terang dek, abang tidak ingin buru buru menikah. Janji abang dalam hati, kamu harus selesai sekolah dulu. Paling tidak tamat STM seperti cita citamu sayang. Dan, seandainya Zuna tidak bertemu dengan Ana, abang sudah siapkan biaya kuliahnya kakakmu"

"Bang, Rein salah ya sudah merasa ingin ditinggalkan sama bang Rain"

"Prioritas utama. Ingat kata kata abang."

"Abang semakin berumur dong."

"Alaaah...umur tidak menjadi patokan untuk nukah. Nanti abang nikah sama janda aja"

"Hahahahh...abang ahh. Ganteng ganteng dapat Janda. Rein yakin deh bang, pasti banyak yang naksir abang"

"Fei misalnya" kulirik dia menunggu responnya.

"Oaaakks. Kalau Rein kaya abang nih, gak bakal masuk nominasi itu cewek di bukunya Rein"

"Kan cantik. Putih mulus. Semampai. Apalagi?"

"Rein melihatnya bukan fisiknya bang. Cara bicaranya, manja manjanya yang dibuat buat dan....enggak tau dah bang, enggak suka aja."

"Pokonya, kamu STM dulu dah ya. Abang sudah akan persiapkan nanti. Kamu tidak akan terganggu nanti. Itu yang abang fikirkan dari dulu dulu"

"Rein tidak mau jauh dari bang Rain, itu yang utama"

"Iya pastinya. Sana mandi..." kataku.
Rein tersenyum. Bahagia rasanya kembali.

WA dari Om Morgan masuk.

"Jangan lupa nanti sore dek Rain" tulisnya.

"Kalau siang ini Rain datang bisa gak Om. Sore Rain ada acara" balasku.

"Dengan senang hati. Datang saja" balasnya.

"Ok Om" balasku.
Aku masuk ke rumah dan menemui Ana didapur.

"Ana, abang minta izin boleh gak" pintaku.

"Emang mau kemana siang siang begini bang"

"Itu Om Morgan mau ketemu. Abang juga bingung."

𝐇𝐀𝐍𝐘𝐀 𝐒𝐄𝐁𝐀𝐓𝐀𝐒 𝐊𝐄𝐏𝐔𝐀𝐒𝐀𝐍 (BISEX)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang