2.

6.8K 105 13
                                    

Malam setiba di rumah, setelah ku pulangkan motornya bang Anser, ku dekati ke dua adekku.

"Mandi dulu atau makan bang, Ana sudah siapin" kata adekku Riana. Rein mendekatiku untuk menyimpan sepatuku.

Aku tidak menyahut, tapi kurangkul kedua adekku. Aku meminta maaf. "Abang sayang kalian" kataku tersenyum.

"Ana juga sayang banget sama Abang. Juga Rein"

Rein adik bontotku merangkulku dan menangis. "Rein tidak akan berbuat salah lagi, Bang. Maafin Rein" katanya terisak.

"Abang yang salah sayang. Abang lupa isi bensinnya" kataku memegang kedua pipinya. "Kita makan yah" ajakku yang disambut senyumnya. Air matanya disekanya.

Saat kami menikmati makan malam, WA dari nomor tidak kukenal masuk.

"Terima kasih pertemuan tadi pagi pak Rain" tulis WA nya.

Langsung ku lihat foto perofilenya. "Feinanda" gumamku.

"Siapa bang. Kok senyum senyum" Ana adekku

"Teman."

"Apa teman?"

"Ma...kan. Habis kan makannya ayoo...adek adeku sayang".

"Bang" Rein adekku memanggil pelan.

"Kenapa Rein..ngomong aja. Jangan takut. Abang gak akan marah"

"Bang, kalau itu cewek, mikir lagi bang".

"Kenapa ngomong gitu" kataku serius. Riana ikut serius dan menghentikan makannya.

"Rein masih SMP bang. Kak Ana masih kelas 2 SMA. Tumpuan kami hanya ke abang."

"Rein, adeku. Abang juga berfikir 1000 kali untuk menerima perempuan walaupun hati abang ingin sekali berpacaran. Tapi..."

"Riana tau bang. Enggak mungkin abang selamanya membujang hanya karena kami. Tau banget. Riana selalu berfikir akan hal itu. Dilema bagi abang. Bukan berar....."

"Ssssttt. Abang berjanji. Menomor satukan adek adekku dulu. Kalau ada jodoh, akan tiba saatnya untuk abang".

Riana berlari kekamarnya dan menangis.

Aku dan Rein menyusulnya

"Ana....Ana....kenapa menangis" kataku pelan duduk disampingnya.

"Andai Ayah dan Bunda masih hidup, abang tidak akan menderita begini, bang" ucapnya terbata karena menangis.

"Hhheei Ana. Sudah merupakan tanggungjawab abang. Enggak usah sedih karena Ayah Bunda sudah tidak ada. Nih...Abang sanggup, doakan aja Ayah Bunda bahagia di sisiNya"

Riana dan Rein memelukku. Kuresapi arti omongan Rein. Iyahhh...Aku, Raindra yang menjadi sandaran adek adekku.

"Udah sayang, beresin meja makan. Jangan pernah berfikir macam macam ya. Dan kau Rein, bikin sedih aja kamu" kataku menepuk pipinya.

Aku menuju teras rumah peningglan orang tua kami. Mengingat ingat waktu silam di saat kami masih lengkap sebagai keluarga. Aku pun mengambil gitar kesenangan Ayahku yang sering dipakianya bila dia gundah atau bahagia.

Kunyanyikan lagu yang pernah ngetop dari Rinto Harahap "AYAH" dan "MERANTAU" nya Erni Djohan.

Oh Ibuku...hatiku pilu seorang diri
Bila kuingat masa yang telah silam....
Kudibersarkan oleh Bundaku..

Rasanya tak sanggup untuk melanjutkan syair lagu itu, akupun masuk dan pergi Mandi.

Keluar dari kamar mandi, aku melihat adekku sudah dalam belajar mereka. Aku tidak mau mengganggu, aku masuk ke kamarku untuk salin.

𝐇𝐀𝐍𝐘𝐀 𝐒𝐄𝐁𝐀𝐓𝐀𝐒 𝐊𝐄𝐏𝐔𝐀𝐒𝐀𝐍 (BISEX)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang