70

794 55 5
                                    

Hati boleh mengatakan hanya ingin menikmati sex dari Om Ozhrill dan Hindarto. Tapi mereka tidak. Selama kepergianku bersama Om Morgan, ternyata mereka mencariku. Berulang kali mereka datang ke rumahku. Dan mereka pernah bertemu di rumah.

Untung adekku Rein bisa memberi alasan yang tepat. Tapi sedikit kecele karena memberi tahu bakal tempat usahaku.

"Ahhh..abangmu mau buka usaha?" kagetnya Om Ozhrill dan Hindarto bersamaan.

"Itu makanya bang Rain sibuk akhir akhir ini"

Om Ozhrill seperti menyelidiki dengan siapa aku pergi, apakah dengan sorang perempuan atau pria.

"Sendiri Om. Bang Rain sendiri. Makanya Rein merasa kasihan sama abang. Lelah terpancar dari wajahnya. Untuk mengurangi bebannya, Rein dan Ana hanya bisa bantu semangat saja Om, dengan tidak membuat bang Rain ruwet pikirannya"

Itu aduan Rein setelah aku kembali dari liburku.

Sengaja memang kumatikan hp ku, agar aku bisa menikmati liburku bersama Om Morgan.

Tiga hari dua malam adalah waktu bahagia bagiku. Kenapa?
Karena Om Morgan fair dalam hal pertemanan.

Disaat aku mengobrol dengan orang lain, rasa cemburunya tidak dikeluarkan. Begitu juga disaat dia bersama orang lain yang mungkin meyukai atau yang disukai, aku segera menyingkir.

Disinilah terbukti, bahwa Gay atau Homosex itu ada dimana mana. Tergantung kita bersikap mau melayani atau tidak. Sediki saja kita meliriknya, dia akan mengikuti kita. Bingung kadang aku memikirkannya. Masa hanya dengan lirikan sekejap kita terus diikuti.

"Om bersama kamu Rain, Om akan hargai itu. Walaupun pria yang Om kenal itu mau bersama Om, tapi Om tolak." Katanya.

Dulu mereka pernah berteman hampir 1 tahun. Jangankan yang berteman sudah lama, yang baru kenal aja nyosor. Berbahagialah pria yang mempunya face dan body lumayan tampan dan ganteng.

"Gak papa Om, ajak aja. Rain akan keluar dari kamar hotel agar kalian bisa melampiaskan rindu"kataku.

"Kamu itu. Yang ada bayang bayangmu yang ada selama kami main",katanya. "Om sangat berterima kasih kamu sudah mau menemani Om. Karena gak jadi pacar tapi bisa tidur bareng sudah cukup membuat Om senang" kata katanya serius.

Aku dan Om Morgan benar benar seperti suami istri. Siang dan malam kadang pagi pagi pun kami lakukan di saat mandi atau saat mau berganti pakaian setelah mandi.

"Om kalau main bertiga enak gak ya"candaku suatu siang saat makan di luar hotel.

Dia menghentikan makannya dan menatapku dalam dalam.

"Liatnya kaya gitu Om"

"Kamu punya teman mau diajak main bertiga?"

"Enggak ada Om. Yang aku kenal hanya Om saja"balasku.

Dia melanjutkan makannya tapi tanpa gairah.

"Maaf Om kalau menyinggung perasaan Om"kataku meminta maaf.

"Gak papa Rein. Om hanya ingat suatu waktu ketika Om dan pacar Om melakukan nya. Sebelum pertemuan dia minta ijin bawa teman. Karena Om juga suka lihat tampang temannya, kami pun main bertiga. Sakitnya waktu itu, justru pacar Om yang sakit hati, karena Om dan temanya mengambil alih permainan. Pacar Om merasa Om cuekin. Dia marah sama Om dan memutuskan hubungan."

"Hahhaha...yang salah siapa"ketawaku.

"Makanya Om mendengar kamu minta begitu, Om tidak mau. Takut."

"Takut kenapa, Om"

"Takut kalian malah berhubungan dibelakang Om. Om tidak mau itu. Walaupun kamu tidak mau jadi pacar Om, tapi Om merasa kita pacaran Rain. Jarang Om melakukan ini, liburan bersama orang yang Om sukai dan Cintai"

Aku terdiam mendengar kata katanya. Secara tidak sengaja kesepakatan kami memiliki kebebasan sedikit cacad. Bagaimana tidak, Om Morgan masih mencintai aku ternyata.

"Heiii, kenapa diam? Teruskan makannya"dia tersenyum. "Mencintai kamu bukanlah Dosa Rain. Om tidak akan menuntut kamu harus mencintai Om. Yang penting kamu bisa menemui Om dirumah Om dan kita melakukannya sudah cukup Rain" katanya pelan sambil menatap wajahku.

"Maaf Om. Entah kenapa hati Rain tidak bisa menerima untuk mencintai seorang pria Om. Rain juga bingung"sedikit bohong aku.

Gimana bisa menerima cinta seorang lelaki coba....
Nafsu digedein. Aku tidak mau membuat orang sakit hati hanya karena mereka melihat aku bersama pria lain di suatu saat. Sama seperti aku, tidak bisa melihat mereka yang menghianati aku.

"Om tau Rain. Kamu masih lebih condong mencintai seorang wanita. Tapi ingat Sayang, kamu tidak boleh meninggalkan Om."katanya sedikit nakal dengan memainkan matanya. Aku tersenyum dibuatnya.

Seandainya Tante Hanna tidak ada hubungan gelap dengan aku, aku mau pacaran sama Om Morgan. Dalam artian pacaran tanpa harus ada ikatan. Sifat, Sikap dan pembawaannya jauh beda dengan Om Ozhrill yang aku sukai. Apalagi Hindarto yang sok ingin menguasai diriku..huuuuuhhh, parah habis.

"Baaaaang!!!" Rein mengguncang tubuhku hingga sirna semua lamunanku ke Om Morgan.

"Yupppss. Apa Rein."tanyaku.

"Rein ini cerita Bang. Om, papinya Zuno dan Om Hindar kesini berbarengan"katanya agak kesel.

"Oh ke sini. Enggak papa. Jagoan Abang ini kan bisa mengatasinya"kataku.

"Bukan soal atas mengatasi bang. Papinya Zuno suruh telpon kalau abang datang. Kalau Om Hindar, Abang di suruh datang ke rumahnya"

Aku mendelik. "Di suruh ke rumah? Ngapain Hindar nyuruh abang"

Rein meraih hp ditanganku. Aku mencegahnya.

"Eiiitt...urusannya sama HP apa Rein ganteeeeeng"kataku gemes.

"Hidupkan bang. Biar enggak pada datang ke sini. Ribet dah" katanya.

Ana yang sedari tadi hanya mendengar dan kadang menoton karena masak di dapur ikut menimpali.

"Iya bang, hubungi mereka. Ana gak mau bohong bang soal usaha yang abang mau buat. Ana dan Rein dicecar terus. Dosa Ana bang sama calon mertua Ana"

"Iya nanti abang hubungi. HP biar di cas dulu. Lupa bawa casan"kataku dan berdiri menuju kamarku.
Mungkin karena kelelahan melayani nafsunya Om Morgan, aku malah ketiduran.

Suara ketukan pintu tidak kudengar lagi. Aku bangun karena Rein membangunkanku pelan.

"Maaf Bang. Rein sebenarnya gak mau ganggu abang"katanya.

"Ada apa"kataku masih dalam kantukku.

"Om Hindar. Dia ada...." Rein tidak melanjutkan kata katanya karena Hindarto sudah masuk kamar.

"Rain, jam segini lu tidur. Bangun...bangun"

"Kamu keluar gih"kataku ke Rein. "Biar abang bicara dikamar aja. Abang masih ngantuk"kataku. Rein keluar kamarku dan menutup pintu. Hindarto seperti biasa langsung merangkulku dan menciumi pipiku dan bibirku.

"To, ada Rein"bisikku. "Tiba tiba masuk hancur kita"ancamku. Karena aku merasa Hindarto tidak bisa menguasai dirinya, aku bangun dan mau keluar. Hindarto menangkap tanganku dan menarikku hingga aku terjatuh menghimpitnya.

"Rindu sayang. Gua rindu ama lu"katanya.

"Gua capek, To. Kita diluar saja"

"Cium dulu. Bentar aja"katanya lalu mencium bibirku. Kami cipokan karena mungkin benar katanya alasan Rindu.

Benar aja dugaanku, Rein masih duduk di meja makan ketika aku keluar lebih dulu.

"Rein, bikin nasi buat abang. Bawa keluar ya. Kami diteras"kataku untuk meredam kecurigaan Rein.

"Iya bang. Om Hindar?"

"Gak usah Rein, dah makan tadi"

"Lu datang datang disaat orang mau tidur"kataku.

"Baru jam 8 malam Rain. Kayanya lelah banget."selidiknya.

Sambil makan, Hindarto meminta menceritakan usaha yang hendak aku rintis. Dari ekor mataku aku bisa melihat Rein mengintip dari Pintu.

Apa Rein ingin tau apa yang kami lakukan, apa ingin tahu tentang usaha yang akan aku buat.

༺★★★༻



𝐇𝐀𝐍𝐘𝐀 𝐒𝐄𝐁𝐀𝐓𝐀𝐒 𝐊𝐄𝐏𝐔𝐀𝐒𝐀𝐍 (BISEX)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang