Dalam kesendirianku duduk di teras rumahku, setelah Ana dan Rein pergi sekolah, kususun rencanaku untuk membuat acara Ulang Tahun adekku Ana.
Aku permisi tidak bekerja hari ini, karena Aku ingin memberikan kebahagiaan buat adekku Ana dalam Ulang Tahunnya. Biar bagaimanapun ini hari Spesial baginya, dalam 17 menjalani hidup bersama kami Aku dan Rein.
"Pak Boss, ijin tidak masuk ya. Hari ini spesial untuk Ana, ulang tahun ke 17"tulisan WA ku ke Hindarto.
Lama tidak ada jawaban dari Hindarto. Maka aku pergi ke tetanggaku yang ku kenal akrab dan perduli ke kami untuk mengundang beberapa orang dari mereka.
Aku tidak mengundang pria pria yang hadir di hidupku termasuk Tante Hanna.
"Wahhh, Ana Ulang Tahun? Iya iya, saya pasti datang" begitu kata mereka.
Toko kue dan catering kemudian aku datangi. Setelah beres semua aku balik lagi ke rumah untuk mengingat ingat apalagi yang di perlukan untuk sebuah acara.
Sambil mempersiapkan, ku coba menghubungi Cyanne.
"Morning Rain" suara dari seberang sana.
"Pagi Cyan!!" jawabu.
"Ada apa nih Rain, jantung ini berdebar loh liat Namamu di layar HP Cyan" katanya.
"Nanti malam bisa datang ke rumah gak. Ana adekku ulang tahun"
"Hah...Ulang Tahun. Bisa bisa...pasti bisa. Sore Cyan dah datang. Ehhh...bahagia rasanya Rain"
"Ok, Rain tunggu ya. Tapi acara sederhana saja. Soalnya gak pernah ulang tahun ulang tahunan."
"Gak papa Rain. Cyan justru salut mendengarnya, Rain bisa melakukan ini untuk adek nya. Apa yang bisa Cyan bantu"
"Gak usah Cyan, Rain sudah balik dari Catering dan toko kueh. Sudah beres semua"
"Jangan sungkan ya Rain, ngomong kalau ada perlu"
"Iya Cyan. Yang penting kamu datang"
"Cyan pastikan Rain"
"Terima kasih ya"
"Kembali kasih, Rain" hp ku tutup. Termenung sebentar, apa lagi yang akan aku lakukan.
Sepatu!! Kujentikkan jariku. Aku masuk ke kamar Ana untuk melihat nomor sepatunya. Untuk memastikan, kuambil sebelah untuk ku bawa sebagai contoh.
Saat keluar dari kamar, hp ku berbunyi. Hindarto.
"Hallo pak Boss" sapaku.
"Uhhh pak Boss, pak boss an aja lu. Gue Yayang Lu"
Aku pun tertawa mendengarnya. Jadi ingat kejadian Virdan dan kekasihnya.
"Lah emang pak boss"
"Sekali sekali sebut Cinta kek, Sayang, kekasih atau apa gitu yang bikin mesra"
"Iya sayang. Udah?"kataku
Dia tertawa."Gitu dong sayang. Gue akan datang sayang. Apa kira kira yang diperlukan adek ipar gue, biar gue beliin"
"Busyet dah, Lu pake istilah Adek Ipar lagi, kapan kita ke Penghulunya"
"Sayang, Lu jangan pernah meragukan cinta gue ama lu. Sebelah hati ini udah lu isi Rain, kalau lu mau, kita nikah di luar negeri akhir tahun, biar lu tau betapa gue mencintai lu"
"Ahhh udah ah, ngawur aja. Yang penting hari ini gue izin."
"Rain!!! Apapun itu, gue kasih ama lu. Iya sudah, tunggu kehadiran kekasih lu ini nanti sore"
"Ok, To."
Hindarto, kusebut namanya dengan aku tersenyum. Cinta???Sayang??? Kekasih????
Akupun memasukkan sepatu Ana yang hendak kubawa ke dalam paper bag. Ku hembuskan nafasku sambil menyender di sofa tamuku.
Kupandangi langit langit rumahku, kuarahkan mataku kesudut ruang rumahku hingga aku terfokus ke foto orang tuaku.
Aku berdiri dan mengambilnya. Ku seka dengan telapak tanganku, lalu kucium wajah orang tuaku dibalik kaca bingkai foto itu.
"Ayaahh...Ibuuu....." bisikku. "Maafkan Rain, bila tidak bisa melakukan keinginan Ayah dan Ibu untuk memberi kebahagiaan untuk Ana dan Rein" kataku dan kudekap foto itu, air mataku terjatuh. "Rain berjanji Ayah Bu, untuk tetap berusaha memberi yang terbaik untuk adek adek ku. Tidak akan Rain biarkan mereka menderita Ayaaaahh....Buuuu..." aku menangis dan bersujud mendekap foto itu. "Semoga Ayah dan Ibu tenang di sana" doa ku.
****
Di mall tempat aku hendak membeli sepatu, ketika kutunjukkan samplenya petugas nya menggodai aku.
"So sweet banget sih mas, beliin sepatu buat pacarnya"katanya ketika memberikan arahan untuk memilih yang terbaik. Aku hanya senyum saja.
"Pasti cantik banget pacarnya. Mas aja ganteng gini" lanjutnya. Senyum dan diam, tidak menanggapi itu saja yang kulakukan hingga membayar sepatu yang kubeli.
****
Seperti tidak akan terjadi sesuatu, aku tiduran di kamarku ketika Ana dan Rain pulang sekolah.
Kudengar percakapan kedua adekku setelah di dalam rumah.
"Kak, Bang Rain gak gawe apa ya" Rein sedikit khawatir."Sakit apa. Haduhhh" kudengar jelas dia bicara karena sudah di depan pintu kamarku.
"Buka pintunya Rein, cepetan"Ana juga ternyata khawatir. "Perasaan tadi pagi baik baik saja" lanjutnya.
Rein mendorong pintu kamarku. Mereka berdua berhamburan ke tubuhku. Aku pura pura menyipitkan mataku.
"Baaaaang!!! Abang kenapa bang" Rein menempepkan telapak tangannya di keningku.
"Bang. Bang Rain ada apa" Ana ikutan menempelkan tangannya di keningku.
"Jangan bikin jantungan, bang. Abang kenapa" lanjut Ana.
"Abang tidak apa apa. Berlebihan gitu khawatirnya" kataku. Dan aku bangun dari tidurku. "Abang malas aja kerja. Gak tau kenapa" lanjutku.
"Beneran gak apa apa, bang" Rein masih memelukku.
"Iya, pada makan sana. Abang tadi dah makan duluan" kataku.
Ana dan Rein mencium pipiku tanda sayang mereka ke abangnya, dan beranjak meninggalkanku. Dengan kejadian kejadian kecil ini, bertanya dalam hatiku, apa mungkin aku akan bisa meninggalkan adek adek ku bila menikah kelak?
Ana dan Rein adalah urat nadiku, jantungku, dan nafasku. Maka tidak akan pernah aku akan membuat mereka tersakiti atau disakiti oleh siapapun.
Aku keluar dari kamarku, dam menemui mereka di meja makan.
"Bang, beli dimana ini daging? Enak banget dah" Rein bertanya.
"Tadi abang lewat naspad, iya abang beli" kataku. "Jangan nambah makannya, ntar badan kamu kaya Om Om lagi, hilang gatengnya" godaku. Ana dan Rein tertawa.
"Bang, buat apa ganteng kalau hatinya jelek, ingat gak kata kata abang"Rein malah balik mengingatkanku akan kata kataku ke dia.
"Tapi lebih bagus, kalau ganteng, cantik hatinya juga ganteng dan cantik" kataku. Kami bertiga tertawa bahagia.
Aku dan ke dua adekku mengobrol tentang sekolah mereka dan tentu masa depan mereka dan kapan rencanaku akan menikah.
Aku terdiam, ketika Rein menanyakan hal yang satu ini. PERNIKAHAN.
Sementara aku, masih berniat untuk menyekolahkan Rein hingga lulus STM seperti yang di cita citakannya, bila perlu hingga perguruan tinggi.
"Nantilah Rein. Menikah itu bukan menjadi prioritas utama bagi abang. Kamu dan Ana, itu yang ada di sini" kataku menunjuk dadaku. Rein bangkit dari duduknya memelukku. Dia menangis.
"Hei....kok malah mewek" kataku.
"Terharu aja bang. Pengorbanan bang Rain tidak akan pernah Rein sia siakan" katanya semakin memelukku erat.
bersambung>>>>45
⌘⌘⌘⌘
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐇𝐀𝐍𝐘𝐀 𝐒𝐄𝐁𝐀𝐓𝐀𝐒 𝐊𝐄𝐏𝐔𝐀𝐒𝐀𝐍 (BISEX)
Fantasía#dewasa #gay #bisex #keluarga Raindra ( Rain) seorang pemuda tampan yang terlambat merasakan dunia Ke GAY an merasa dirinya dipermainakan oleh pria pria yang menyukainya. Rain, tidak ingin melanjutkan hubungan dengan mereka. Dengan membuka usaha Ca...