38

1.1K 58 10
                                    

<<<<from ch 37

Aku mendekatinya. Dia berdiri mematung tanpa menoleh ku sedikit pun. Kupegang bahunya. Dan aku ke depannya. Kami berhadapan sekarang. Kutumpangkan ke dua tanganku di bahunya. Dia menunduk tidak berani melihat mataku.

"Pak Boss" kataku. Dia pun melihat ke wajahku.

"Pak Boss?"sebutnya.

Wajahnya pias.

"Kejujuran itu memang terkadang sakit pak Boss." kataku dan aku menghadap ke depan."Tergantung apa masalahnya." Hindarto menoleh ke aku.

"Artinya kejujuran lu mengakui bahwa lu Suka sama gue, gue apresiasi tinggi. Karena kejujuran lu suatu pengakuan. Bukan seperti masalah yang gue hadapi. Gimana gue jujur mengatakan yang tidak gue lakukan. Dan lagi, Segitu jauhnya lu bawa gue kemari hanya mengatakan itu. Sebenarnya, ditempat kerja atau di dalam mobil, lu bisa bilang. Tapi maaf To, gue masih normal" kataku untuk menguji keseriusannya. Karena di lain sisi aku juga suka sama Hindarto.

"Rain, muka gue mau di umpetin dimana ini. Gue malu Rain. Gue pikir Lu..."

"Dari segi mana lu lihat gue suka ama lu"

"Cara cara lu mandang gue. Dari perlakuan lu ke gue. Ternyata...aaahhhh...." suaranya agak parau. Dia terdiam.

"Hindarto...kita duduk ya. Barang barang kita disana. Bisa bisa diambil orang" kataku memegang kaosnya.

"Gue malu aja ngadapin Lu, Rain. Malu gue" sambil melangkah kentempat kami semula.

"Kenapa musti malu. Lu udah tau gue kayak gimana, ngapain lu menghindar. Ingat To, pulang juga nanti lu ama gue satu mobil, terus lu gak bakalan liat tampang keren gue ini, gitu?. Kecuali lu nyuruh gue pulang sendiri"

"Rain, karena ke kerenan lu itulah buat gue jadi begini. Dan kenapa harus sahabat gue ingin labuhan cinta gue. Dan hasrat gue Tidak bisa menahan diri untuk bilang. Gue gak pintar Rain"

"Yang penting beban lu untuk mengatakan kata hati lu udah jebol, plong. Sekarang kan tergantung gue. Gue gak bakalan umumin lu suka ama gue To, enggak. Cukup di hati gue."

"Tapi se enggak enggaknya gue jadi sungkan ama lu."

"Ya udah, kalau lu merasa malu atau apapun namanya, gue mulai besok mundur dari perusahaan lu,To"

"Rain!!! Jangan.  Enggak...enggak boleh lu keluar. Gue akan lebih kehilangan lu To. Please, jangan lakukan itu" pintanya sambil memeluk ku. Aku tertawa dalam hati.

Begini rupanya kalau orang jatuh hati. Enggak Virdan yang gak bisa tidur, Om Ozhrill yang pagi pagi sudah nongol di rumah ku, sekarang Hindarto.

Iyaaa...aku juga hampir mengalami sih, yang gak terima kehadiran pria melambainya Om Ozhrill di hotel itu. Hampir.

"Katanya sungkan, malu. Gak bisa berhadapan ama gue, kan lebih baik gue mundur To. Dari pada lu sengsara, gue gak mau lihat lu menderita karena cinta bertepuk sebelah tangan"

"Gue akan biasa biasa saja Rain. Gue akan usaha"

"Beneren? biasa biasa saja?. Apa bisa seperti semula"

"Iya...ee...iya biasa biasa saja"

"Kalau gue yang luar biasa gimana, To"

"Maksud lu apaan Rain" Hindarto sedikit panik "Lu mau...hindari gue. Jangan Rain, gua bisa semaput. Di kantor juga Lu biasa aja ama gue. Gua gak apa apa Rain"katanya.

Hidarto mengeluarkan benda kecil dari kantongnya dan memutar mutarnya.

"Apaan tuh To" tanyaku.

"Gak penting Rain. Biar jadi kenangan gue"

"Maksud lu, kenangan"

"Ini benda spesial yang ku khusukan buat orang yang spesial dalam hidup gue Rain. Tentu selain istri dan anak gue"

"Maksud lu masih ada tempat spesial di hati lu selain istri sama anak lu"

"Sebagai orang yang menyukai wanita dan pria sekaligus, tempat istri dan anak gue sudah terisi. Tinggal yang prianya. Tapi udahlah...." Hindarto menarik nafas dsn bersandar di batang pohon sambil memilin milin benda di tangannya.

"Pria itu maksud Lu gue, To"
Hindarto terdiam tapi wajahnya memerah dan tak lama kemudian dia memencet hidung mancungnya.

"Bertahun tahun gue berdoa agar bisa dipertemukan kembali ama Lu Rain. Gue bahahia banget ketika Pedro bilang lu masih sendiri. Gue berfikir, Lu juga nungguin gue, karena perasaan gue mengatakan lu juga suka sama gue. Tapi...." Wajahnya dalam dekapan ku. Kuelus rambutnya.

"Salahnya gue Rain, gue mau aja menerima permintaan orang tua gue untuk menikah demi perusahaan yang gue pimpin sekarang. Harusnya gue menolak, gue harusnya nyari lu, Rain. Dan menanyakan lu suka gue apa kagak. Gue Mencintai Lu. Tapi orang yang gue harapkan setelah sekian lama bekerja sama gue, dan selama itu juga gue mengarap belas kasihan cintanya,
ternyata pria 'tulen'. Maaf in gue Rain. Maaf in kalau gue mencintai lu" katanya. Kuelus punggungnya dan ku pandangi wajahnya.

"Jangan lakuin itu ke gue, Rain. Jangan seakan akan lu kasihan ama gue karena lu udah tau betapa gue mencintai lu"

"Gue mau nanya ama lu, To. Seandainya si Rain yang tolol ini Suka juga sama lu, ini seandainya ya To, si Rain ini ingin menikah suatu saat, apa yang lu lakuin sama Cinta lu itu"kataku. Matanya berganti dari mendung jadi cerah. Secerah pantulan cahaya matahari yang menembus dedaunan mengeni lenganku.

"Gue gak akan munafik Rain. Gue kan juga punya istri sama anak. Gue akan dukung lu sepenuhnya" katanya bersemangat.

"Tapi dalam melakoni Sebelah lagi cinta lu itu, gimana"

"Gue janji tidak akan menuntut ini dan itu harus melakukan ini dan itu. Seperti sekarang, lu peluk gue saat sedih tadi, gue dah bahagia Rain. Yang penting di kantor kita bersama. Dan bisa tidur bersama kalau lagi bisa"

"Bersama?"

"Iya bersama. Bersama mengelola perusahaan"

"Dalam artian..."

"Karena gue mencintai lu, gue ingin tanda tangan Lu ada disamping tanda tangan gue. Paling sediki ACC lu ada gua lihat di setiap dokumen"

"Hindarto???" aku memalingkan wajahku. "Lu mau ikat gue dengan..."

"Tidak ada ikatan. Hanya CINTA yang bertaut, Rain. Seperti gua bilang, Lu bebas. Bukan berarti bebas ninggalin gue, bebas melakukan dengan yang lain"

"Uhhh sama aja dong" kataku mengucel rambutnya. "Suatu saat lu lihat gue dengan pria lain? Misalnya."

"Asal tidak ada hubungan khusus. Tidak apa apa. Gue juga banyak dikelilingi pria pria tampan dan mapan. Bila ada yang suka selalu gue tolak. Seperti lu nolak gue. Masih Normal. Senjata paling ampuh"

"Gue ngomong gitu tadi, Lu malah gak terima"

"Beda Rain. Lu ama gue dah saling kenal dan..."

"Dan"

"Gue mencintai lu kan sudah sejak lama"

"Bedanya hanya itu? Kalau pria itu pegang pegang misalnya"

"Itu sih unsur kesengajaan. Dah tau lu dimiliki orang lain masih nyosor juga. Itu sih sengaja menyakiti. Sebab gue, tidak pernah dengan pria lain. Gue jaga kehormatan gue."

Aku berfikir berarti kesetiaanya Hindarto tidak diragukan. Sekian lama dia menunggu kehadiranku dan selama itu juga dia hanya bersama istrinya? Masa iya?
Benar gak ya"

"To, berikan gue waktu ya untuk berfikir"

"Sampai senja gue tunggu. Boleh...?"

"Boleh apa?"

"Cium pipimu" katanya malu malu. Dan melihat ke benda ditangannnya.
Kuberanikan diriku yang mencium pipinya.

Dia terbelalak. Dan menoleh ke wajahku.

"Gue gak mau, lu merasa bersalah dan malu lagi, To, kalau lu yang lakuin. Jadi gue yang lakuin biar gue malu sama diri gue sendiri"kataku.

"Lu...."

"Belum. Belum menerima Cinta Lu. Berikan Gue waktu ya, agar otak gua, gua cuci dulu" kataku.
Hindarto cengengesan dan sudah berani memeluk gue dengan sengaja.

⌘⌘⌘⌘

𝐇𝐀𝐍𝐘𝐀 𝐒𝐄𝐁𝐀𝐓𝐀𝐒 𝐊𝐄𝐏𝐔𝐀𝐒𝐀𝐍 (BISEX)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang