CHAPTER SIXTY EIGHT | TRAITOR

742 36 11
                                        

Akibat menggalau semalaman Dinda jadi telat masuk sekolah. Lima menit sebelum bel berbunyi gadis berambut orange alami itu berlari menyusuri koridor yang mulai sepi. Padahal jauh di belakangnya atau tepatnya parkiran ada Kelvin, Galang, dan Zeyn yang tampak santai dan sesekali bercanda. Kalau udah kebiasaan emang beda.

Dinda sampai di kelasnya, tak lama setelahnya bel berbunyi. Napasnya memburu dengan bulir keringat di dahi. "Are you okay?" tanya Syila yang merupakan teman sebangkunya.

Dinda masih menetralkan napas. "Huh, untung gak telat."

"Kenapa bisa telat? Jangan gitu lagi ah, takut lo kenapa-kenapa kalau lari-lari begitu."

"Ini anak ditungguin dari tadi malah baru datang," seru Sabrina dari belakang.

"Ya maap."

"Lo tau gak sih hari ini ada 2 berita tersilet."

Dinda mengernyit. "Pertama, lo putus sama Rendy tapi gak ngasih tau kita. Kenapa lo diem aja?"

Dinda kicep saat diberi tatapan intimidasi oleh para sahabatnya. "Kalian tau dari mana?"

"Franky yang cerita ke gue. Semalam Kelvin hampir gelut sama Rendy."

"Jadi Kelvin nemuin Rendy beneran?"

"Gue taunya gitu. Siapa yang putusin? Lo atau dia yang putusin? Pasti elo kan? Bagus sih udah putusin aja cowok kayak gitu, gak bisa ngehargai perasaan cewek sama sekali."

Kenapa Kelvin selalu bertindak berlebihan dan semaunya sendiri?

"Yang kedua...,"

Belum sempat Sabrina berucap guru berkepala plontos sambil membawa buku paket tebal masuk ke ruangan. Alhasil Sabrina membungkam kembali mulutnya.

Selesai jam pertama lanjut jam kedua yaitu olahraga. Setelah guru berkepala plontos itu keluar murid di kelas mulai beranjak berganti pakaian di toilet. Kebanyakan lelakinya memilih berganti di kelas.

Pagi menjelang siang tapi matahari bersinar cukup terik. Mereka mulai melakukan peregangan di lapangan sesuai instruksi ketua kelas karena guru yang mengajar berhalangan hadir.

Olahraga kali ini adalah lari estafet, sudah lama Dinda tidak memainkan olahraga ini, jadi ia memaksa mengikuti meski ditentang teman-temannya. Dan sesuai dugaan, di tengah permainan jam pendeteksi detak jantungnya kembali berbunyi, Dinda juga merasa aneh kenapa sekarang jantungnya cepat sekali sakit.

"Tuh kan! Udah gue bilangin ngeyel sih!" cerca Sabrina.

"Gak terlalu sakit kok. Udah ya Dinda ijin ambil obat di kelas."

Cewek dengan ikat kuda itu menuju kelasnya guna mengambil obat. Setelah mengambilnya di kelas ia hendak istirahat di UKS tetapi, di koridor menuju UKS langkahnya terhenti karena di hadang seseorang. Dinda terkejut bukan main melihat siapa orang yang bersedekap dada di depannya sekarang.

"Aura?"

Aura menaikkan sebelah alis dengan senyum smirk. "Kenapa? Kaget gue kembali ke sekolah?"

Dinda masih bungkam karena ini semua terlalu tiba-tiba untuknya.

"Gue pikir lo yang menang, ternyata dugaan gue salah, ya. Lo terlalu naif sampai akhirnya ke makan niat busuk sendiri."

"Maksud Aura apa?"

"Ya lo pikir aja sendiri. Lo nyebarin berita tentang gue dan bikin gue dibully satu sekolah tapi akhirnya malah elo yang kehilangan Rendy. Gimana rasanya kehilangan seseorang yang disayang? Gak enak, kan?"

Dinda menggeram, jujur ia sudah tidak tahan dengan semua ocehan Aura yang selalu merendahkannya. "Harus berapa kali gue bilang kalau bukan gue yang nyebarin berita tentang, lo!" ujar Dinda tidak santai, hal itu cukup membuat Aura terpukau.

𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang