"Gilaaaaaa ini rumah apa istana, gede banget!"
"Anjay ini kamar lo nih? Sekampung tidur di sini muat ini mah!"
"Oh shit! PS 4!!"
"Jangan norak-norak gitu bisa gak sih, Bay? Ketara banget susahnya," ujar Franky memilih duduk di kasur king size Rendy sembari memperhatikan miniatur pesawat yang berada disetiap meja.
Menghiraukan perdebatan temannya Rendy sibuk membereskan barangnya ke dalam lemari. Kesalahan besar memang membawa teman-temannya ke rumah. Bukannya bantuin malah ngerusuh.
"Gue heran sama lo, Ren. Punya rumah sebagus ini kenapa milih ngekost dan jadi montir? Gue yakin, duit bapak Lo mampu buat beliin Lo apartemen berbintang," tukas Joey sembari memakan buah yang ia ambil di meja ruang tamu tadi. Benar-benar tidak tau malu.
"Pilihan gue jangan diatur," jawab Rendy. Singkat, padat, dan mengesalkan.
"Jujur ya, gue awalnya shock banget pas tau Lo dari kalangan orang mampu. Bahkan bisa dibilang lebih mampu dari kita-kita," tukas Fadly yang sedari tadi diam. "Gue akui Lo hebat banget nutupin semuanya."
Rendy menghela napas. "Ini bukan suatu hal yang penting bukan? Gue rasa kasta bukan jadi permasalahan pertemanan."
Frangky terkekeh. "Penasaran gue ekspresi Vivin pas tau Lo begini gimana, ya? Gue masih inget banget tuh orang dulu pernah ngehina elo miskin."
"Gue jadi elo nih, udah gue beli ginjalnya," timpal Joey sarkastik. "Sekalian beli omongan tetangga yang sering ngomongin anak orang lain tanpa mikir kelakuan anaknya sendiri."
"Betul, setuju gue!" ungkap Fadli mengangkat kepalan tangannya ke atas.
"Ngomongin Vivin gue jadi kebelet boker, WC dulu ah." Abay bergegas menuju kamar mandi Rendy yang bersebelahan langsung dengan kamar.
"Btw, gue belum ada lihat bokap, lo. Sibuk?" tanya Fadli penasaran. Pasalnya sedari ia ke sini yang ia lihat hanya Mamanya Rendy yang sudah pulang dari rumah sakit kemarin.
"Hmm," gumam Rendy menanggapi.
"Lah, Bay! Cepet banget Lo dari WC?" tanya Joey heran. Tidak ada lima menit Abay sudah keluar kamar mandi.
"WC nya WC duduk kampret! Udah tau tai gue gak mau keluar kalo WC-nya model gituan," kesal Abay. "Gak ada WC lain kah, Ren?"
"Ada. WC pembantu gue."
"Di mana, tuh? Udah diujung, nih!"
"Turun dari kamar gue belok kiri terus luruuuuus aja terus belok kanan lurus lagi ada pertigaan belok kanan lagi. Nah, Lo ketok aja pinjam WC nya."
"Anjay, nyari WC udah kek ngumpulin dragon ball," cibir Abay. Cowok itu lekas pergi menuju tempat yang dimaksud. Membuat teman-temannya terguncang tawa.
"Semalam Gara dari anak Zeleon datangin gue. Dia dari basis 67 SMA Cempaka, ngajak ribut," ucap Fadli mengheningkan suasana. Rendy duduk di kursi meja belajarnya sedangkan teman-temannya duduk di kasur king size-nya yang terbilang empuk dan nyaman itu.
"Tolak aja."
"Kenapa? Jarang-jarang anak Zeleon dari basis lain ngajak ribut. Mumpung bukan Kelvin nih pimpinanannya."
"Mau itu dari SMA Cepaka atau SMA Harapan Bangsa tetep aja mereka satu lingkup. Satu basis kena, semua bakal bertindak."
Franky mempertegak duduknya. "Lo kenapa sih dari dulu nolak mulu diajak ribut sama Zeleon. Lo tau? Sifat Lo yang begini bikin kelihatan pengecut di mata mereka," tukas Franky. "Apa sih yang Lo takutin dari mereka? Apa karena Kelvin saudara Dinda jadi Lo gak mau bermasalah sama dia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Ada yang lebih simpel. Gue minyak, lo kecap Indomie, gak akan pernah nyatu."-Bukan Mariposa Rendy Arselio. Cowok pendiam penuh misteri. Memiliki aura lain membuat orang-orang takut untuk mendekati. Selain sifat diam-di...