"Mending sekarang lo cerita selama ini lo pergi ke mana? Daripada temen lo mati penasaran."
Joey kembali melayangkan pertanyaan. Membuat Rendy mendengkus. Ini sudah yang kesekian kalinya teman-temannya menanyai tentang kepergiannya. Rendy tetap dalam posisinya. Ekspresi dingin dan datar masih ia pertahankan.
"Gak penting."
"Jelas penting!" seru Abay sambil menggebrak meja. Hal itu membuat teman-temannya terkejut, tatapan tajam langsung ia dapatkan. Abay menyengir. "Sorry-sorry gue terlalu tensi tadi."
Feri menggeleng. Mantan ketua Alatas itu membereskan peralatan bengkel kemudian ikut berkumpul bersama anak-anak lain. "Jangan dipaksa kalau orang gak mau cerita. Gak semua hal bisa kita ceritakan," nasihatnya. Feri selalu menjadi penengah dalam permasalahan. Meski bukan lagi bagian Alatas tapi perannya dalam geng tersebut sangat penting. Rendy sendiri pun masih belajar banyak padanya.
Franky bersedekap dada. "Kalau gak mau cerita, ya setidaknya kabar-kabaran lah biar kita gak bingung kalau ada masalah kek kemarin."
"HP gue rusak."
Tiga kata yang membuat Franky bungkam. Ia rasa Rendy benar-benar menutupi segalanya. Tentang kepergian cowok itu. Mungkin Feri benar, tidak semua hal bisa diceritakan.
"Udahlah, daripada kepoin Rendy mending kepoin IG ceweknya Franky aja. Fotonya ajib-ajib gaes, seger mata gue. Kalau gue jadi Franky ya, ogah gue diputusin tuh cewek." Hans berucap sembari fokus pada ponselnya. Franky mendengkus, wajahnya berubah masam.
"Bener banget tuh. Franky memang cowok kurang bersyukur. Udah punya pacar secantik Sabrina malah selingkuh sama cewek titisan Anabel." Seusai Joey berucap suara tawa langsung terdengar. Menggoda Franky adalah salah satu kegemaran mereka. Tapi kalau Franky sampai emosi mereka tak berani lagi.
"Terus aja mojokkin gue! HINA AJA TEROOOS HINAAA!!" teriak Franky muak. Hal itu membuat Rendy tersenyum tipis. Teman-temannya memang mampu mengubah suasana hatinya.
Fadli yang baru saja meneguk minuman kalengnya ikut nimbrung. Cowok itu duduk di sebelah Rendy sembari mengangkat kaki kanannya di atas kaki kiri. "Mau ngasih pembalasan sama Garuda?" ucapnya pelan. Seolah pembicaraan ini dikhususkan untuk mereka berdua.
Rendy menggeleng. "Udah gue urusin."
"WAGELASEH! DEMI APA? LO NGABISIN GARUDA SENDIRI? SERIUSAN LO, REN? KAPAN?" Itu suara Joey. Dia cowok tapi kalau teriak udah kek cewek aja.
"Kurang-kurangin lo teriak, Joey. Kebanyakkan ikut kumpul emak-emak nih pasti," cibir Hans sembari menggosok telinga kanannya. Karena tepat Joey duduk di sebelahnya.
Rendy tetap tenang. "Untuk masalah ini biar gue urusin sendiri."
-oOo-
"Harus banget ya Kak periksa kesehatan tiap bulan begini?" Di koridor rumah sakit Dinda terus berceloteh sembari memegangi ujung jaket Kakaknya—Fendy. Seperti anak kecil yang ketakutan ketika akan diimunisasi. Fendy menghiraukan, cowok jangkung itu terus berjalan menuju ruangan yang akan digunakan adiknya untuk periksa.
Seperti yang diketahui Dinda memiliki penyakit jantung bawaan. Meski tidak terlalu parah tetapi tetap saja, Zahra selaku orang tua selalu menyuruh anak-anaknya untuk cek kesehatan setiap bulan. Sayangnya, anak kembarnya itu sulit untuk diajak periksa. Lihat saja, Fendy sampai memaksa Dinda ke rumah sakit. Sedangkan Kelvin, biar Zahra sendiri yang menanganinya.
"Dokter Bima udah nunggu di dalam. Kamu ke dalam aja, Kakak mau jenguk teman Kakak yang dirawat di sini."
"Gak mau, ntar kalau disuntik gimana?" rengek Dinda.
"Gak bakal disuntik kalau kamu nurut. Buruan masuk sana, sebelum Kakak laporin ayah."
Dinda merunduk, menghembuskan napas kasar kemudian melakukan apa yang diperintahkan Fendy. Cewek itu memasuki ruangan yang biasa ia gunakan untuk periksa.
***
"Tuh kan, katanya sebentar tapi lama banget jenguk temannya."
Di kursi panjang koridor rumah sakit Dinda bergumam sendiri. Pemeriksaannya telah selesai tapi Fendy tak kunjung datang. Sudah hampir setengah jam Dinda menunggu di sana. Dalam kekesalannya netra Dinda tak sengaja menangkap sesuatu yang membuatnya terkejut. Spontan ia langsung berdiri dan bersembunyi di balik tiang tembok. Dahinya mengernyit melihat cowok berhoodie abu-abu dengan tatanan rambut rapi itu melewatinya. Jauh beberapa langkah Dinda mengekori orang tersebut, tak lagi memperdulikan Fendy yang akan mencarinya. Karena yang terpenting saat ini adalah rasa penasarannya.
Untuk apa Rendy berada di sini?
Dinda semakin terkejut saat Rendy memasuki ruang rawat inap. Siapa yang sakit?
Rasa penasaran dalam dirinya semakin memuncak. Dinda berdiri di depan pintu ruangan tersebut. Dengan penuh keberanian ia mengintip apa yang dilakukan cowok tersebut dari kaca pintu. Ia tau ini salah tapi sekali lagi maafkan rasa penasaran Dinda.
Dinda lihat Rendy tengah duduk di kursi samping brankar, di atas brankar itu ada seseorang yang tengah berbaring lemah. Dinda tidak bisa melihat jelas siapa orang itu karena tertutup tubuh tegap Rendy. Semua tampak tenang sebelum akhirnya Rendy berdiri, mengucapkan sebuah kalimat yang Dinda tak bisa mendengarnya. Dari pergerakannya menggambarkan bahwa kalimat Rendy penuh penekanan dan keseriusan.
Dinda semakin dibuat mati kutu saat Rendy berjalan hendak keluar dari ruangan tersebut. Buru-buru Dinda berbalik tapi na'as, seseorang menghadang jalannya. Dinda meneguk salivanya alot. Wajahnya semakin pucat mendengar kalimat.
"Ngapain lo di sini?"
Tbc
Hayoloh Dinda ketahuan.
Komen sebanyak-banyaknya untuk part ini. Salurkan rasa penasaran kalian.
Jangan lupa dukungan ya.
See you next part gaes!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍
Fiksi Remaja[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] "Ada yang lebih simpel. Gue minyak, lo kecap Indomie, gak akan pernah nyatu."-Bukan Mariposa Rendy Arselio. Cowok pendiam penuh misteri. Memiliki aura lain membuat orang-orang takut untuk mendekati. Selain sifat diam-di...