CHAPTER SIXTY FIVE | HURT

659 21 6
                                        

"AURA!"

"LEPASIN!"

"GAK GUE GAK MAU LEPASIN, LO!"

"LEPASIN GUE BILANG!"

"GUE GAK MAU!"

Aura menatap Rendy dengan tatapan sulit diartikan, matanya memerah dan agaknya mulai memburam, ia tengah mati-matian menahan agar tidak ada satupun air mata yang jatuh karena itu semakin membuatnya tampak menyedihkan.

Rendy pikir Aura akan pergi meninggalkan sekolah, tetapi ternyata cewek itu pergi ke rooftop sekolah dan berniat mengakhiri hidupnya. Beruntung Rendy datang tepat waktu karena pesan dari Franky yang tidak sengaja melihat Aura menuju rooftop.

"Lo gak berhak ngelarang gue ngelakuin hal yang mau gue lakuin!"

"Gue sahabat lo Ra kalau lo lupa. Gue peduli sama lo, peduli banget malah. Gue tau gue salah, Ra. Gue salah gue minta maaf."

Aura tersenyum sinis. "Ke siapa lagi lo cerita tentang gue? Franky, Joey, atau temen-temen lo yang lain? Siapa Ren siapa bilang biar gue gak kaget lagi nantinya, biar gue bisa siap-siap!"

"Gak ada Ra gak ada lagi. Gue cuma cerita ke Dinda karena gue percaya sama dia. Gue yakin dia bisa jaga rahasia, gue cerita juga supaya dia gak mikir yang aneh-aneh kalau gue lagi sama, lo."

"Tapi kenyataannya apa? Dia ngebongkar semuanya, Ren." Diam sejenak. "KALAU LO BENCI SAMA GUE BILANG!"

"GUE GAK BENCI SAMA LO, RA! GUE PEDULI SAMA LO, GUE SAYANG SAMA LO, GUE GAK MAU LO KENAPA-KENAPA, KARENA APA? KARENA LO UDAH GUE ANGGAP SAUDARA SENDIRI, RA! LO JUGA PENTING BUAT GUE!" Napas Rendy memburu, tangannya terkepal erat, bukan karena emosi, tapi karena rasa takut dan bersalah yang bersarang di dada.

Benteng pertahanan Aura runtuh seketika, ia tidak kuat lagi membendung air matanya. Bulir kristal itu jatuh, badannya terguncang tangis, dengan sigap Rendy merengkuh cewek itu dalam dekapannya, mengelus punggung Aura menenangkan. "Jangan begini, Ra. Gue minta maaf, gue bener-bener minta maaf."

Rasanya sesak sekali, tangis Aura terdengar sangat memilukan. Bahkan untuk Aura menarik napas saja terasa sulit.

"Gue beneran takut lo kenapa-kenapa. Jangan ngerasa sendiri Ra, gue bakal selalu jagain lo dari orang-orang jahat, sama kayak lo ngejaga gue dulu bahkan gue bakal ngelakuin hal lebih dari itu."

Rendy terkejut saat Aura mendorong tubuhnya menjauh. Aura masih sesenggukan, tetapi ia berusaha menetralkan emosinya. "Berhenti bersikap seolah kita kenal."

"Ra—"

"Gue gak mau kenal sama, lo."

****

"ANAK ANJING!"

"MAKSUD LO APA DATANG-DATANG MARAH-MARAH, HAH?!"

"ELO CEWEK BERENGSEK, KAN? SELAIN GATEL TAPI JUGA LICIK!"

"MULUT LO KALAU NGOMONG DIJAGA, YA! MASALAH APA LO SAMA GUE?!"

Cellin sangat tidak terima ketika Sabrina datang menggebrak meja dan mengata-ngatainya. Matanya menatap bergantian orang-orang yang tiba-tiba datang ke kelas dan memojokkannya. Sabrina, Feysi, Kelvin, Galang, Zeyn dan juga Dinda dan Syila yang baru datang.

"Sabrina jangan nuduh orang begitu aja," ujar Dinda langsung menengahi Sabrina dan Cellin yang bisa saja jambak-jambakan.

"Gak nuduh Dinda, tapi kalau bukan dia siapa lagi? Kalian tau sendiri kan sifat cewek ini gimana? Gatel, licik."

"HEH! KALAU MAU CARI RIBUT BILANG!" Cellin mendekati Sabrina, buru-buru Kelvin memegang bahu cewek tersebut, emosi Cellin berasa di awang-awang sampai tidak peduli jika Kelvin kini tengah menyentuhnya. Padahal biasanya cewek itu lemah dengan sentuhan Kelvin. Syila memandang keduanya, lalu cepat mengalihkan pandangan menghalau rasa nyeri yang seketika hadir. Toh, ini bukan waktunya memikirkan perasaan, ada hal penting lain yang perlu diutamakan.

𝐀𝐃𝐈𝐑𝐄𝐍Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang